UN Dihilangkan, Akankah Masalah Pendidikan Terselesaikan?

IMG 20201022 WA0042 Edited
Nining Julianti, S.Kom (Relawan Media dan Opini)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Ujian Akhir Nasional Bagi Peserta Didik

Pendidikan di Indonesia tidak lepas dari yang namanya Ujian Akhir di sekolah. Sejak tahun 1950 Ujian Akhir selalu ada dan menjadi sejarah bagi para siswa yang mengenyam pendidikan formal mulai dari jenjang SD-SMA. Namun, pada akhirnya pada tahun 2020. MENTERI Pendidikan Nadiem Makarim memutuskan pada tahun 2020 akan menjadi tahun terakhir pelaksanaan ujian nasional (UN) di Indonesia. Penyelenggaraan UN selanjutnya akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen ini terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. (MediaIndonesia.com).

Ujian Akhir Nasional selama ini seolah menjadi penentu dari perjuangan siswa dalam belajar. Dalam 3 tahun misalnya menempuh pendidikan, hasil akhirnya dilihat dari 120 menit saat siswa menyelesaikan lembaran soal disaat Ujian Nasional. Hal ini dirasa guru sebagai penilaian yang kurang adil dalam menilai pencapaian siswa selama sekolah. Termasuk didalam mengukur kualitas sebuah sekolah jika hanya dilihat dari nilai rata-rata yang didapat oleh para peserta ujian disekolah tersebut.

Antara Ujian Akhir Nasional dan Assesmen?

Ujian Nasional yang terlaksana selama ini tentu menjadi beban psikologis bagi siswa. Bimbingan belajar ataupun kursus akhirnya menjamur untuk menjawab tantangan Ujian Nasional. Sebab, Ujian Nasional menjadi penentu lolos ke PTN atau sekolah favorit. Tidak jarang kecurangan pun terjadi. Soal bocor sampai jual beli soal ujian pun menjadi rahasia umum dikalangkan masyarakat. Hal ini kemudian menjadi fenomena menyedihkan dalam potret pendidikan di Indonesia.

Sehingga bisa jadi hal ini yang mendorong Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim mencetuskan UN dihapuskan dan diganti dengan Assesmen perubahan mendasar pada Assesmen Nasional adalah tidak lagi mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, tetapi mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil.

Assesmen Nasional terdiri dari tiga bagian, yakni: Assesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar. Mendikbud melanjutkan, AKM dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif, yaitu literasi dan numerasi. Kedua aspek kompetensi minimum ini menjadi syarat bagi peserta didik untuk berkontribusi di dalam masyarakat, terlepas dari bidang kerja dan karier yang ingin mereka tekuni di masa depan.

Pendidikan yang Sesungguhnya

Pendidikan di Indonesia jika kita cermati tentu menyimpan banyak masalah. Bisa dilihat dari gonta ganti kurikulum hingga output dari pendidikan yang jauh membentuk manusia yang berkarakter dan berakhlak namun hanya berorientasi nilai dan materi. Banyaknya kasus tawuran, kualitas pendidikan rendah, dan masih banyaknya anak yang putus sekolah menjadi problem pendidikan saat ini yang bak benang kusut. Akankah jika UN dihapus masalah pendidikan di Indonesia terselesaikan?.

Jika kita mencermati Assesmen ini, masih sama dengan esensi pendidikan yang berasaskan sekuler kapitalisme. Dimana peserta didik hanya dipersiapkan dan berorientasi menjadi pekerja dan budak teknologi. Namun, mengabaikan hal penting yakni membentuk generasi yang berakhlak baik dan berkepribadian. Karena, pada dasarnya cerdas saja tidak cukup. Banyak bukti, justru orang pintar ketika berkuasa di pemerintahan menjadi koruptor, merampas aset negara, kongkalikong dengan penguasa asing. Yang ujung-ujungnya malah menyengsarakan rakyat. Karena asas dari pendidikan kita selama ini, sekularisme, yang hanya mengejar materi tanpa peduli halal haram.

Lantas bagaimana seharusnya pendidikan yang ideal itu. Maka, jawabannya tidak lepas dari asas yang mengatur didalam masyarakat. Asas sekuler kapitalis hanya akan terus menyebabkan masalah pendidikan yang tak berujung dengan seabrek modus yang ada. Oleh karena itu, kia kembali ke asas Islam yang menjadikan pendidikan sebagai bagian penting dalam kehidupan. Semua masyarakat wajib mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas serta berorientasi pada karakter yang shahih yakni peserta didik yang memiliki aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) yang beradab. Dengan demikian akan menghasilkan generasi yang mampu melahirkan peradaban gemilang. Sebagaimana masa para penemu muslim seperti Al Khawrizmi, Ibnu Sina, Aljabar, dsb. Dimana mereka merupakan generasi emas yang lahir dari peradaban Islam. Sehingga lahirlah generasi-generasi yang mampu menjadi mercusuar dunia. Amiin
Wallahu’alam bishowwab

Penulis: Nining Julianti, S.Kom (Relawan Media dan Opini)
Editor: H5P