Merdeka Belajar, Tanpa Merdeka Mengkritik Rezim

Srilestina (Pemerhati Umat)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Pengesahan UU Cipta Kerja (omnibus law) telah menuai kontroversi dan memicu aksi demonstrasi dari berbagai pihak. Tak ketinggalan mahasiswa dan pelajar. Hal ini karena dalam beberapa pasal UU omnibus law dianggap berpotensi merugikan para pemuda tersebut ke depannya ketika kelak mereka telah terjun ke masyarakat dan menjadi angkatan kerja yang produktif.

Dalam surat edaran Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemdikbud Nomor 1035/E/KM/2020 perihal ‘Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja’. Surat ini diteken Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam pada Jum’at (9/10).

Dimana dalam surat itu, Kemendikbud menghimbau mahasiswa agar tidak berpartisipasi dalam kegiatan penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan kesehatan mahasiswa.

Di waktu lain, seakan diarahkan oleh satu komando, lahir pula kebijakan dari kepolisian yang mempersulit pembuatan Surat Catatan Kepolisian (SKCK) kepada para pelajar yang terbukti melanggar hukum dalam demonstrasi anti UU Cipta Kerja. Meskipun memanen kritik dari sejumlah pihak. Mengingat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) biasanya menjadi semacam prasyarat untuk digunakan ketika anggota masyarakat melamar pekerjaan terutama di sektor formal atau ingin menempuh suatu jalur pendidikan yang menyaratkan adanya SKCK.

Tujuannya sama, yaitu memusnahkan hambatan pelaksanaan kebijakan penguasa yang dilatari oleh tirani minoritas dengan menggandeng segala kepentingannya.

Meskipun dikecam sejumlah pihak termasuk Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI), penangkapan dan pendatabase-an tetap dilakukan dengan dalih ingin memberi ‘efek jera’ kepada pelajar yang ikut berdemonstrasi mengkritik kebijakan pemerintah UU Omnibus Law. Parahnya dengan database tersebut, si pelajar kelak akan kesulitan mendapatkan SKCK.

Meskipun mendapatkan SKCK, akan terdapat keterangan ‘perusuh’. Hal ini membuat SKCK menjadi tidak berguna dan ujungnya akan mengacaukan masa depan si anak. Tak peduli ikut demonstrasi sekedar ikut ajakan di media sosial atau atas keinginan sendiri.

Walhasil. Seakan negeri ini sudah tidak memiliki kepedulian terhadap kehidupan generasi penerus. Apa salah seorang pelajar atau mahasiswa yang peduli dengan masa depan mereka sendiri dengan mengkritik kebijakan penguasa yang mengancam masa depan mereka? Mengkritik penguasa ditanggapi dengan ‘anjing menggonggong kafilah menggebuki’. Sejatinya kebebasan berpendapat dijamin di negeri ini, tapi mengapa tidak dengan kebebasan mengkritik kebijakan penguasa yang dianggap zalim? Sungguh Demokrasi telah menghianati dirinya sendiri.

Rezim Kapitalis dengan salah satu corong kebijakannya Kementerian Pendidikan telah mencanangkan konsep ‘Kemerdekaan Belajar” dalam artian pelajar dan mahasiswa bebas mengeksplorasi ilmu pengetahuan tanpa terhambat oleh ruang dan waktu, dengan menggunakan segala macam sarana. Demikian pula kemerdekaan belajar diartikan belajar tanpa tekanan atau tanpa ‘dihantui’ Ujian Akhir Nasional yang telah dianggap kurang perlu dan harus dihapus. Sekilas slogan ini tampak baik dan begitu membius banyak pihak meski terdapat perbedaan pendapat.

Menarik untuk dipikirkan. Salah satu dari pernyataan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, bahwa esensi slogan merdeka belajar merupakan upaya memerdekakan pemikiran dan interaksi generasi penerus bangsa. Dengan harapan pemikiran anak generasi muda dapat merdeka sehingga mereka mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik.

Jadi hakikat kemerdekaan belajar yang dimaksudkan adalah tidak lebih hanya sekedar mencapai nilai materi. Sebagaimana yang dicita-citakan oleh sebuah negara kapitalis, yaitu memperkuat modal baik modal sumber daya alam, teknologi, maupun sumber daya manusia (manufaktur). Semua diarahkan untuk memperkuat ekonomi suatu negara.

Hal ini tak lepas dari jiwa bisnis sang Menteri dan amanah dari Bapak Presiden yang menginginkan Indonesia maju dari segi ekonomi dengan sektor pendidikan sebagai penopang dan pemicunya.

Namun ironis terjadi dalam penerapannya, ketika segala slogan dan idealisme ‘kemerdekaan belajar’ diterapkan tidak sesuai dengan yang dikehendaki rezim kapitalis-sekuler. Ia menjadi seakan debu jalanan di hadapan rezim yang tak ingin dikritik kebijakannya.

Seperti biasa dalam dunia demokrasi, idealisme tinggal idealisme, slogan tinggal slogan. Ketika pelajar menemukan suatu pemikiran ideal untuk masa depannya dan melihat sesuatu yang tidak beres dan beraksi protes. Kebebasan berpendapat dibekukan, kebebasan beraksi mengkritik rezim Kapitalis diberangus. Lalu menjadi tak berdaya di hadapan rezim yang dengan jumawa memandang diri sebagai pihak yang paling benar, tanpa sadar bahwa seharusnya mereka adalah ‘pelayan’ bagi rakyat dan debu hina di hadapan Allah SWT.

Kaum muda dalam setiap episode sejarah selalu menonjol sebagai agen perubahan. Soekarno mendirikan PNI pada usia 26 tahun. Dalam Islam kita mengenal Wahid Hasyim memimpin NU pada usia 24 tahun. Hasan Al Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin pada usia 22 tahun, Muhammad Al Fatih menaklukkan benteng Konstatinopel yang berapa abad tidak tersentuh lawah pada usia 20 – an tahun. Imam Syafi’I pada usia 13 tahun sudah dimintai fatwa. Usamah bin Zaid menjadi panglima perang pada usia 18 tahun. Ali bin Abi Thalib terlibat dalam dakwah Rasulullah Saw sejak usia 9 tahun.

Dalam Islam, pemuda mendapat posisi istimewa. Itu karena masa muda adalah sebaik baik usia untuk pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah), sebaik baik masa untuk memupuk semangat juang membela kebenaran dan meraih perubahan.

Jika memang kemerdekaan belajar adalah kemerdekaan berpikir dan berinteraksi. Maka biarkanlah para pemuda pelajar dan mahasiswa khususnya Muslim berpikir dengan dituntun aqidahnya dan mendapatkan produk pemikiran. Baik berupa mengetahui apa yang bermaslahat dan apa yang mudharat bagi mereka. Jika mereka menemukan bahwa suatu kebijakan rezim adalah membawa mudharat bagi kehidupan mereka khususnya dan masyarakat kini dan nanti, lepaskanlah belenggu mereka untuk bisa menyuarakan aspirasi yang katanya dijamin dalam system demokrasi.

Seharusnyalah juga mereka diizinkan bukan malah dibatasi untuk berinteraksi dengan fakta-fakta masyarakat dan menghubungkan dengan apa yang mereka pelajari dan ‘slogan’ yang mereka pegang, termasuk berinteraksi dengan pemikiran yang jauh lebih mulia dari sekedar slogan kebebasan belajar, yaitu kebebasan dari pemikiran kufur dan sistem kufur, kebebasan dari budaya hedonis, materialis yang selama ini diajarkan oleh lingkungan dan mungkin tempat mereka menuntut ilmu dunia. Yaitu berinteraksi dengan Ideologi Islam lebih dalam yang telah menjadi agama yang mereka pilih.

Di sisi lain, Islam memerintahkan untuk menghilangkan kemungkaran. Baik dengan tangan, dengan lisan, maupun dengan hati. Pemuda pelajar Muslim sudah seharusnya memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk mengubah kemungkaran yang ada di hadapan mata, baik dilakukan individu maupun yang dilakukan oleh penguasa, yang dampak kemungkarannya lebih luas.

Sementara kemungkaran itu sendiri adalah apa saja yang dinyatakan buruk oleh syariah seperti meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram. Mengeluarkan kebijakan yang merugikan masyarakat adalah kemungkaran yang nyata, menerapkan system kufur yang tidak di Ridhoi Allah adalah kemungkaran yang harus dikritik dan diingatkan bagi pelakunya.

Para pemuda sendiri, jika lahir dari sebuah system pendidikan yang benar, seharusnya diarahkan untuk menjadi manusia seutuhnya, yang menyadari bahwa dia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah SWT. Di mana masa muda adalah salah satu yang akan ditanyakan pada hari penghisaban. Karena itu sudah seharusnya digunakan untuk kegiatan yang diridhoi Allah SWT. Beribadah menyembah-Nya, dan memperjuangkan tegaknya syariah-Nya di bumi.

Jadi, pemuda jangan dibiarkan hanyut terbawa arus kerasnya kehidupan jahiliyah (sekuler). Sebaliknya biarkanlah mereka berteriak lantang menyuarakan perjuangan Islam dengan terus terang sehingga risalah Islam tegak dan kebaikan atau rahmat terwujud nyata. Itulah pilihan satu satunya bagi kaum muda Islam. Yaitu jalan dakwah, yang ditunjukkan oleh Baginda Rasulullah Saw. Teladan kita semua dan Guru bagi semua pejuang sepanjang masa.

Perjuangan untuk merubah kemungkaran menjadi kebaikan, merubah system kufur menjadi sistem Islam yang berlandaskan syariah.

Penulisan: Srilestina (Pemerhati Umat)
Editor: H5P