Tuntut Kejelasan Nasib, Honorer se-Sultra Sambangi Gedung Dewan

Perhimpunan honorer K2 se-Sultra foto bersama usai rapat dengar pendapat di gedung DPRD Sultra

TEGAS.CO., NUSANTARA – Ratusan tenaga honorer kategori dua atau K2 di provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tidak menyerah memperjuangkan nasib mereka.

Hari Selasa (27/10/2020), Perhimpunan honorer K2 se-Sultra mendatangi gedung DPRD Sultra. Mereka ingin menyampaikan aspirasinya sekaligus meminta dukungan legislatif.

Iklan ARS

Kedatangan mereka diterima langsung oleh anggota komisi I DPRD Sultra, Gunaryo dan Abustam serta Asisten III pemprov, Laode Mustari.

Mereka meminta pada DPRD dan Pemprov Sultra bisa menekan pemerintah pusat untuk menerima tuntutan mereka, diantaranya tes CPNS dan PPPK untuk honorer tanpa menggunakan pasing grade , serta pengangkatan sebagai PNS yang berusia diatas 35 tahun dan sudah lama mengabdi.

Selain itu, mereka mengeluhkan seleksi CPNS dan PPPK hanya diakomodir pada tenaga guru, kesehatan, dan penyuluh pertanian. Sedangkan diluar tiga profesi itu tidak masuk seperti tenaga administrasi.

Salah satu honorer K2 Pemprov Sultra, Hastuti Nurwijaya menyampaikan aspirasi kawan-kawannya apakah tahun depan honor mereka masih dianggarkan.

“Karena banyak isu yang berkembang bahwa honorer K2 itu sudah tidak ada nomor rekeningnya,” ungkapnya. Kekhawatirannya langsung dijawab Mustari bahwa honor tersebut tetap ada.

Menanggapi aspirasi tenaga honorer. Abustam mengatakan bahwa DPRD tidak bisa mengintervensi kebijakan pemerintah pusat. “Ini adalah kewenangan pemerintah pusat, tidak ada kewenangan kita sedikit pun,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan hal yang sama berlaku pada seleksi PPPK regulasinya diatur pemerintah, domainnya bukan di daerah.

Namun kata dia, ada kewenangan kebijakan pemerintah daerah pada tenaga honorer yaitu memberikan insentif. Dan DPRD berwenang bisa menekan pemprov menaikkan gaji honorer.

“Kami bisa intervensi mendesak pemprov di penganggaran supaya ada kenaikan. Dewan ini cuma satu kekuatannya yaitu pemegang kebijakan penganggaran. DPRD ini memiliki hak menolak atau menerima usulan anggaran yang diusulkan pemerintah daerah,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, anggaran untuk insentif honorer kurang lebih Rp 5 miliar dan pihaknya bisa mengusulkan di APBD 2021 penambahan anggaran Rp 2 miliar.

Oleh karena itu, dia berjanji di saat pemprov mengajukan KUA PPAS 2021. Usulan hasil rembug DPRD dengan honorer K2 bahwa honornya harus ditambah kalau perlu disamakan dengan upah minimum provinsi (UMP).

“Harus ditambah, kalau tidak mampu tambah Rp 2 miliar, alasannya apa. Karena kami di Banggar tahu bahwa KUA PPAS ketika disepakati bersama maka lahir namanya MoU maka gubernur membuat surat edaran pada semua OPD untuk menyusun RKA,” jelasnya.

Dalam rapat dengar pendapat, staf sekretariat DPRD Sultra yang berstatus honorer menyampaikan uneg-unegnya. Mereka mengeluhkan SK kerjanya terbit bulan Januari, tapi baru mereka terima di bulan kelima. Kemudian pihak sekretariat dewan sering ketambahan honorer baru.

“Tiap tahun selalu ada penambahan honorer. Mungkin di 2021, jangan ada dulu penambahan honorer baik itu sopir atau apa. Supaya beban anggaran tidak bertambah,” kata salah satu staf sekretariat.

Legislator partai Gerindra itu mengatakan, terkait keterlambatan menerima SK kerja mungkin ada persoalan teknis administrasi.

“Tentu ada alasan mendasar sehingga kemudian SK bapak terlambat sampai bulan Mei kemarin. Tapi kalau terbit SK bulan Januari tapi hak-hak bapak belum terima dari bulan Januari sampai April, itu bapak wajib menuntut,” sarannya.

Sedangkan rajinnya tiap tahun sekretariat dewan menerima tenaga honorer. Abustam memohon gubernur jangan mudah mengeluarkan SK.

Penulis: Mas’ud
Editor: H5P