TEGAS.CO., KONAWE – Setelah mendapat informasi terkait harga gabah yang turun drastis di salah satu Kecamatan di Kabupaten Konawe, Wakil Bupati (Wabup) Konawe Gusli Topan Sabara turun lapangan untuk memastikan kebenaran informasi tersebut.
Dalam penelusurannya, info didapati berbeda – beda. atas dasar itu Wabup meminta Bulog membantu pemerintah agar tidak ada lagi tengkulak nakal yang sengaja memainkan harga gabah di tingkat petani, karena sangat merugikan.
Saat ditemui di rumah Jabatannya, pihaknya menginginkan Bulog bersama pemerintah menolong petani.
Bukan sebaliknya, yang hanya aktif membeli beras dari tengkulak dan mengabaikan petani.
“Kita ini sebenarnya mau tolong siapa, petani atau tengkulak nakal, Ini yang sedang kami perjuangkan,” tegasnya.
Mantan Ketua DPRD Konawe itu kembali menegaskan, kalau Bulog tidak ikut membeli gabah kering petani, maka petani akan sangat merugi, Sebab, berdasarkan hasil investigasinya di lapangan, gabah kering pentani hanya dihargai Rp3.500 per kilo gram (kg).
“Kalau dalam waktu empat kali dua puluh empat jam Bulog tidak membeli gabah kering petani, maka kantor Bulog akan kami segel,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Cabang Bulog Unaaha Nurhayati Ibrahim saat ditemui di kantornya menjelaskan, nilai yang ditetapkan pemerintah untuk pembelian beras petani, yakni Rp8.300 per kg. Sedangkan gabah kering adalah Rp5.300 per kg, Senin (18/5/2020).
Nurhayati juga menerangkan bahwa penyerapan beras dari petani sejauh ini lebih banyak dari tengkulak. Tengkulak yang membeli dari petani lalu dijual ke Bulog.
“Untuk penggilingan yang bermitra dengan kami saat ini ada 27, tersebar hampir di setiap kecamatan,” ujarnya.
Saat ditanyakan adakah standar harga yang diberikan ke tengkulak saat membeli gabah kering petani, Nurhayati menjawab tidak ada. Pihaknya hanya menetapkan harga sesuai harga pemerintah ketika gabah kering atau beras dibeli langsung oleh Bulog.
Terkait pembelian gabah kering petani, Nurhayati mengaku kalau Bulog tidak bergitu berminat, Sebab, risikonya besar dan bisa menyebabkan kerugian bagi Bulog, walaupun Bulog tetap membuka ruang untuk itu dengan menetapkan standar yang sudah ditetapkan pemerintah.
“Kalau kita beli gabahnya, lalu kita jemur sendiri, tapi kemudian basah, kita bisa rugi. Pemerintah rugi kalau seperti itu,” katanya.
Nurhayati juga tidak menampik jika Bulog punya mesin pengering gabah yang bisa digunakan, namun katanya dia mesin pengering itu kurang efektif, sehingga pihaknya tetap memilih untuk membeli beras jadi dari tengkulak atau penggilingan.
Lalu, bagaimana daya serap Bulog terhadap hasil pertanian dalam hal ini beras? Nurhayati mengaku sudah sangat maksimal. Sehari, pihaknya bisa menyerap 100 sampai 200 ton beras dari penggilingan.
“Daya serap kita tinggi, bahkan besok kita akan mengirim ke Kota Bau Bau. Ini adalah kebanggaan buat kita,” tutupnya.
RICO
EDITOR: MAS’UD
Komentar