Polemik Revolusi Akhlak dalam Sistem Kapitalistik

TEGAS.CO., NUSANTARA – Hari itu bertepatan dengan Hari Pahlawan yakni tanggal 10 November. Pada hari itu pula Imam Besar Habib Rizieq Sihab (IBHRS) pulang ke Indonesia. Bak menyambut pahlawan, lautan manusia antusias menyambut kedatangan Beliau. Sebagaimana dilansir laman Mediaumat.news (15/11/2020) bahwa sambutan umat yang begitu luar biasa terhadap kembalinya Habib Rizieq Syihab (HRS) ke tanah air dinilai Sekretaris Umum (Sekum) Front Pembela Islam (FPI) Munarman merupakan representasi simbol kerinduan umat akan keadilan.

Iklan ARS

“Saya kira ini bukan sekadar perasaan cinta secara personality, tapi ini adalah representasi simbol kerinduan umat akan keadilan,” tuturnya dalam acara Fokus: Kedatangan HRS, ke Mana Arah Perjuangan Umat? di kanal Youtube Fokus Khilafah Channel, Ahad (15/11/2020).

Di sisi lain kepulangan IBHRS mendapat pro dan kontra di pelbagai kalangan masyarakat. Terlebih ulama yang dikenal dengan ketegasan dan keberaniannya ini ketika tiba di tanah air menggaungkan revolusi akhlak terkait kondisi dan situasi yang terjadi saat ini.

Habib Rizieq Shihab menjelaskan tahapan perubahan revolusi akhlak yang ia gaungkan menjadi jihad fii sabilillah. Ia mengatakan, perubahan pola perjuangan bisa terjadi apabila kezaliman tidak berhenti, padahal ajakan perdamaian sudah digaungkan. Ia menjelaskan, revolusi akhlak merupakan cerminan dari tindakan Nabi Muhammad saw. Revolusi jenis ini menawarkan dialog, perdamaian, dan rekonsiliasi kepada musuh. Perang adalah pilihan terakhir apabila tidak menemui titik temu.

“Kalau mereka mau bicara revolusi berdasarkan ajaran nabi, ajaran Islam, Al-Qur’an dan sunnah, enggak boleh menutup pintu dialog, menutup pintu perdamainan, menutup pintu rekonsiliasi,” ujar Habib Rizieq saat berceramah di acara Maulid Nabi Muhammad saw. sebagaimana dikutip dari Front TV, Minggu (15/11/2020).

Dalam alam demokrasi, adalah sebuah hal yang wajar ketika agenda IBHRS ini mendapat kritik. Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (SUDRA) Fadhli Harahab.

Menurutnya revolusi akhlak cuma kedok politik Habib Rizieq, mau tahu indikasinya? Menurut Fadhli, konsep revolusi mental lebih aplikatif karena untuk merefomasi dan menyederhanakan birokrasi, mendorong akuntabilitas dan transparansi.

Selain itu, revolusi mental juga mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Namun, Fadhli juga mengkritisi revolusi mental yang belakangan kurang terdengar. “Masih banyak yang perlu dibenahi karena belakangan ini mulai berkurang ghirah,” katanya.

Selain itu Fadhli juga menyoroti ironi antara gagasan tentang revolusi akhlak dengan pendukung Habib Rizieq yang kerap menimbulkan kerumunan dalam jumlah besar. Sebab, pada masa pandemi Covid-19 seharusnya tidak membuat kegiatan yang menimbulkan kerumunan massa.

Fadhli menilai konsep revolusi akhlak yang digaungkan imam besar Front Pembela Islam (FPI) itu tak jelas karena kesan yang muncul justru untuk kamuflase politik. “Revolusi akhlak enggak jelas. Saya duga ini hanya manuver politik. Konsepnya seperti apa kan tak ada. Jangan-jangan cuma keceplosan omong revolusi akhlak biar tidak dikira mau berbuat makar,” ujar Fadhli dalam keterangannya kepada awak media. Jpnn.com(14/11/2020).

Tidak dapat dipungkiri kerinduan umat terhadap sosok seorang ulama tidak dapat dibendung lagi. Begitu juga dengan kedatangan HRS seolah menjadi pengobat bagi umat. Umat sangat berharap pada sosok ulama yang tegas, berani dan hanya takut kepada Allah Swt. saja, tidak kepada makhluk sekalipun penguasa.

Ulama yang diharapkan senantiasa berada di posisi terdepan menentang segala bentuk kezaliman yang dilakukan penguasa. Terlebih pada masa pandemi saat ini, rakyat didera berbagai kesulitan. Tidak hanya masalah ekonomi melainkan namun hampir di semua bidang termasuk sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, juga keamanan.

Perlu disadari bahwa semua ketidakadilan dan kesulitan yang menimpa rakyat tiada lain buah penerapan sistem kapitalis sekuler. Sebuah sistem yang lahir dari hasil pemikiran manusia, yang berfihak kepada kaum kapitalis (pemilik modal besar), serta memisahkan urusan agama dari kehidupan. Inilah sebenarnya sumber segala kezaliman yang terjadi. Karena sistem ini melahirkan berbagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat, sekaligus melanggengkan ketidakadilan tersebut.

Betapa tidak menyakitkan, angka kemiskinan semakin meningkat dan angka pengangguran terus bertambah, padahal sejatinya Allah Swt menganugerahkan negeri muslim kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hanya saja pengelolaan dan hasilnya hanya bisa dinikmati oleh segelintir rakyat yakni yang mempunyai modal besar dan kelompok yang dekat dengan penguasa. Sehingga tidak dinikmati rakyat banyak, namun kerap menjadi santapan asing dan aseng.

Andai saja sebuah kezaliman dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, maka yang merasakan ketidakadilan cukup anak tersebut. Namun lain halnya ketika yang zalim adalah penguasa maka bisa jadi seluruh rakyat terkena imbasnya. Alhasil kezaliman akibat penerapan sistem kapitalis sekuler dampaknya jauh lebih besar ketimbang kezaliman yang dilakukan seorang individu.

Dalam Islam kekuasaan ialah amanah, sehingga penguasa akan menunaikan dan menjaga amanah yakni mengurusi umat dengan penuh rasa takut dan sungguh-sungguh. Kepemimpinan Islam senantiasa membuka ruang kepada ulama dan umat untuk melakukan fungsi muhasabah, mengawasi dan mengontrol mereka, bahkan sampai dibolehkan mengangkat senjata untuk menghilangkan kezaliman jika penguasa menampakkan kekufuran yang nyata. Sejarah mencatat banyak sosok para pemimpin yang amanah dan adil lahir dari sistem Islam.

Seperti Khulafaur Rasyidin yang dikenal kearifan, keberanian dan ketegasan mereka membela Islam dan kaum muslim. Mereka negarawan ulung yang sangat dicintai rakyat dan ditakuti lawan-lawannya. Karena memiliki akhlak yang agung dan luhur. Seperti Khalifah Umar bin al-Khaththab yang terkenal sebagai penguasa tegas dan sangat disiplin, tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya yang ditengarai berasal dari jalan tidak benar.

Patut menjadi perhatian bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan Islam dibutuhkan revolusi pemikiran yang disandarkan pada Islam. Dimulai dari mengidentifikasi akar masalah yang sedang dihadapi masyarakat, menawarkan alternatif yang hendak dijadikan asas perubahan masyarakat, serta metode perubahan yang akan ditempuh untuk merealisasikan tujuan.

Maka Ketika ada seruan terkait revolusi akhlak, tentu proses mewujudkannya dengan revolusi pemikiran dan pergantian sistem. Revolusi akhlak tidak akan berhasil ketika sistem yang diterapkan masih memakai kapitalis sekuler. Akhlak adalah bagian dari hukum syara’ yang kedudukannya sejajar dengan hukum syara yang lain.

Oleh karena itu setiap muslim memiliki kewajiban untuk terikat dengan akhlak yang benar yakni berlandaskan akidah Islam sebagai konsekuensi keimanan dan mencerminkan ketakwaannya.

Kita semua wajib meyakini bahwa revolusi akhlak hanya dapat terealisasikan ketika diterapkan Islam secara kaffah. Ia akan menjaga dan menerapkan hukum syara secara sempurna.

Termasuk menjaga umat agar tetap memiliki akhlak mulia serta melindungi ajaran Islam juga umatnya dari berbagai bentuk kezaliman. Allah Swt berfirman:

“Siapa saja yang tidak memerintah dengan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah pelaku kezaliman.” (QS. Al-Maidah [5]:5)
Wallahu a’lam bi ash shawwab.

Penulis: Ummu Munib (Ibu Rumah Tangga)
Editor: H5P

Komentar