Kehalalan vaksin telah selesai dikaji, pemerintah akan instruksikan MUI keluarkan sertifikasi.
TEGAS.CO., JAKARTA – Kemanjuran dari vaksin buatan Cina Sinovac masih harus ditunggu hingga berakhirnya uji klinis fase 3 pada Januari nanti, demikian Bio Farma, Selasa (8/12) mengenai vaksin yang 1,2 juta dosisnya telah tiba di Indonesia akhir minggu lalu.
“Jadi terkait dengan efficacy (kemanjuran) memang untuk lihat persisnya kita harus tunggu sampai berakhirnya uji klinis fase 3,” kata kata juru bicara Bio Farma, Iwan Setiawan, dalam konferensi pers virtual.
Sebelumnya Iwan mengatakan data awal menunjukan vaksin Sinovac memiliki efikasi 97 persen, namun kemudian dia mengklarifikasi bahwa angka itu merujuk pada serokonversi, atau respon sistem kekebalan dengan menciptakan antibodi sebagai akibat dari suntikan vaksin.
“Jadi terbentuk antibodinya itu apakah dia memberikan proteksi atau tidak, itu yang akan bedakan dan ini akan dibuktikan setelah Januari nanti,” ujarnya.
Data uji klinis fase ketiga vaksin Sinovac diperkirakan baru keluar pada Januari.
Selanjutnya Bio Farma akan menyerahkan hasil uji klinis ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk dikaji dan kemudian dikeluarkan izin penggunaan darurat, kata Iwan.
Hal tersebut, ujar dia akan menentukan kapan pemerintah Indonesia bisa melaksanakan vaksinasi.
“Vaksin yang kemarin kita terima merupakan vaksin jadi sehingga begitu kita bisa dapat izin edar untuk pemakaian tentunya bisa langsung digunakan,” ujarnya merujuk pada 1,2 juta dosis vaksin Sinovac yang dibeli pemerintah yang tiba hari Minggu malam lalu.
Sisa 1,8 juta dosis dari total 3 juta vaksin Sinovac yang dibeli pemerintah akan datang awal Januari.
Iwan memperkirakan, BPOM akan mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) pada akhir Januari, dan Februari vaksinasi bisa mulai dilakukan.
Situs berita Cina Jiemian.com melaporkan dengan mengutip juru bicara Sinovac di Beijing bahwa perusahaan itu belum mendapatkan data tentang vaksin mereka, dan data tersebut diperkirakan akan diperoleh dari uji coba fase ketiga vaksin tersebut di Brazil.
Selain 3 juta vaksin Sinovac yang dibeli pemerintah dalam bentuk jadi, Presdien Joko “Jokowi” Widodo mengatakan akan mendatangkan 45 juta dosis vaksin berupa bahan baku curah yang akan diproses oleh Bio Farma.
Sebanyak 15 juta dosis bahan baku vaksin diantaranya akan diterima pada Desember 2020, dan 30 juta dosis sisanya akan masuk pada Januari 2021, kata Jokowi.
Pakar genetika molekuler Ahmad Rusdan Handoyo memperkirakan tingkat kemanjuran vaksin Sinovac kurang berbobot karena dilakukan di daerah dengan kesadaran protokol yang tinggi.
“Di Bandung mayoritas orang berpendidikan dengan kesadaran protokol kesehatan yang tinggi. Selain itu responden hanya sedikit yaitu 1.620 orang, jauh lebih rendah dibandingkan dengan uji klinis yang dilakukan di negara lain,” ujarnya.
Ia menjelaskan tingkat kemanjuran sangat berbeda dengan tingkat serokonversi seperti yang dimaksudkan oleh PT Bio Farma. Serokonversi adalah respon imun antibodi seseorang yang diciptakan oleh vaksin yang disuntikkan.
“Fase 1 uji klinis itu mengukur aman atau tidak vaksin, kemudian fase II mengukur tercipta atau tidaknya antibodi. Jadi antibodi tercipta naik karena vaksin yang diberikan itu bukan efficacy,” kata dia.
Ia mengatakan kemajuran vaksin diukur di fase III. Selain mengukur naik atau tidaknya antibodi, fase III juga membandingkan berapa angka serokonversi yang tercipta dibandingkan dengan orang yang sembuh dari COVID-19.
“Kalau hasilnya setara, atau lebih tinggi maka bisa dikatakan bagus. Tapi kalau hanya menimbulkan antibodi itu lazim, kalau tidak timbul antibodi justru aneh. Harapannya orang yang diinjeksi oleh vaksin setara dengan yang sembuh sendiri,” jelasnya.
Ketika antibodi sudah terbentuk, jelas dia, pertanyaan selanjutnya apakah mampu mencegah terjadinya COVID-19.
“Jadi bukan lagi membentuk antibodi. Tapi lebih kepada berapa persen kejadian COVID-19 yang muncul setelah di vaksin,” ujar dia.
Contohnya dalam suatu uji klinis fase III, ada 150 relawan yang kena COVID-19 dalam jangka waktu 1 tahun. Dari jumlah tersebut, 100 positif COVID-19 merupakan penerima placebo sementara 50 lainnya merupakan penerima vaksin. “Ini dinamakan tingkat efficacy nya 50 persen. Ini standar minimal WHO dan FDA (Food and Drug Administration, lembaga pengawas obat dan makanan di AS),” ujar dia.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Effendy mengatakan kajian dari Badan Jaminan Produk Halal (BJPH) dan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) terhadap vaksin Sinovac telah selesai.
“Pemerintah akan memerintahkan MUI untuk segera mengeluarkan sertifikasi halal dan penerbitan fatwa halal vaksin COVID-19,” ujar dia.
Pemerintah, ujar dia, akan mengutamakan memilih vaksin yang halal diantara vaksin-vaksin yang tersedia saat ini.
“Seandainya, tidak ada satu vaksin pun di dunia yang halal bukan berarti tidak bisa digunakan karena masa gawat darurat, meskipun tidak halal maka wajib digunakan,” ujar dia.
“Ketika dihadapkan dengan pilihan vaksin halal dan tidak halal, kemudian memilih yang tidak halal itu yang tidak boleh,” kata Muhadjir.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19 melaporkan ada 5.292 kasus baru di Indonesia pada Selasa, menjadikan total kasus menjadi 586.842. Sementara itu, dilaporkan 133 kematian dalam waktu 24 jam terakhir sehingga total korban jiwa menjadi 18.000, yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
SUMBER: Media kerjasama tegas.co bersama www.benarnews.org/indonesian…..