TEGAS.CO., NUSANTARA – Indonesia akan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada)serentak 2020 dan dilaksanakan dalam masa pandemi Covid 19. Sebanyak 105 juta pemilih di 270 daerah dan sebanyak 100.359.152 orang memilih di 309 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada dan tetap diharuskan mendukung keputusan pemerintah untuk tetap menggelar pilkada, 9 Desember 2020.
Meskipun beberapa kalangan telah mengusulkan agar Pilkada 2020 ditunda sebab saat ini lagi pandemi
Juru bicara Satgas penanganan Covid 19, Prof Wika Adisasmito menyebut 45 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak Desember 2020 adalah zona merah. Ini jelas berbahaya, selain itu laporan kasus baru Covid 19 Indonesia merupakan tertinggi diantara negeri Asia Tenggara lainnya (Tribun News.Com, 18/9/2020).
Pengamat politik, Robby Patria berpendapat Pilkada ditengah pandemi tidak akan efektif karena negara masih fokus mengurus covid 19.
Sebelumnya juga pengamat publik Indonesia Publik Institut (IPI) Karyono Wibowo menerangkan hasil survei IPI menunjukan bahwa mayoritas responden yakni hampir 80 persen menyatakan was-was datang ke TPS Pilkada 2020 karena pemilih merasa takut pandemi Covid 19. (Lingkarmedia Pilkada Rakyat Com, 23/9/2020).
Kekhawatiran masyarakat ini harusnya menjadi perhatian pemerintah, bukan memberikan pertimbangan yang jauh dari logika mengesampingkan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Apalagi terbukti 70 orang calon kepala daerah terinfeksi Covid 19. Empat orang diantaranya meninggal dunia, 100 petugas penyelenggara termasuk ketua KPU terinfeksi Covid 19. (Kabar 24. Bisnis.com /28/11/2020).
Ini terjadi karena ada kerumunan massa di saat kampanye, sekalipun protokol kesehatan telah dilakukan, tak ayal lagi dipastikan kedepan korban Covid 19 setelah kontestan dikondisi pencoblosan, perhitungan suara akan menjadi peluang kluster baru penyebaran Covid 19 yang menyasar petugas penyelenggara dan pemilih yang tidak lain adalah masyarakat.
Pilkada mahal, pandemi tidak menjadi soal
Pemilu adalah amanat demokrasi, merujuk pada deklarasi internasional HAM 1948 dan konvensi internasional 1966 tentang hak sipil dan publik, mengingat Indonesia sebagai satu Negara yang bertekad untuk menjadikan system pemerintahan demokratis, maka alasan menjaga kesinambungan demokrasi lebih utama dibandingkan perkara lainnya. Sedangkan standar internasional untuk pemilu demokratis menyepakati penyelenggara pemilu berkala maka menunda Pilkada bisa menimbulkan konflik politik dalam situasi pandemi.
Tapi apakah dibenarkan melanjutkan Pilkada tak hiraukan keselamatan rakyat ditengah pandemi ? belum lagi meliht keberlangsungan demokrasi selama ini dari hasil pemilihan tidak melahirkan pemimpin yang amanah, peduli dan berpihak kepada rakyat, justru sebaliknya pemimpin masih diselimuti semangat balik modal kepada pengusaha ketika berkuasa, alhasil kebijakan yang diambil mengabaikan kepentingan rakyat, mengapa karena pilkada mahal.
Kepala Daerah Dalam Sistem Islam Tak Bebiaya Mahal
Dalam sistem Islam, negeri yang diperintahnya dibagi beberapa bagian. Dan setiap bagian disebut wilayah atau provinsi. Setiap provinsi dibagi beberapa bagian dan disetiap bagian disebut Imalah. Pemimpin wilayah disebut wali gubernur) dan pemimpin imalah disebut amil atau hakim.
Wali harus memenuhi syarat sebagai penguasa yaitu seorang, laki-laki, merdeka, baligh, adil dan mampu. Jabatan wali memerlukan pengangkatan dari khalifah dengan demikian tidak akan membutuhkan biaya mahal karena proses pengangkatan wali dalam Islam dilaksanakan secara efektif dan efisien tanpa harus melalui proses yang panjang, melelahkan dan membutuhkan uang dalam modal besar.
Suasana keimanan yang ada dalam system Islam menjadikan penyelenggaraan aparatur Negara berjalan dengan amanah, dikontrol oleh khalifah atau orang-orang yang ditunjuk oleh khalifah, sebagaimana Rasulullah telah mengangkat Muadz bin Jabal menjadi wali di wilayah Jannad, Ziyad bin Walid di wilayah Hadramaut dan abu Musa Al asysyari diwilayah zabin dan ad’n.
Nabi SAW bersabda, imam (kholifah) adalah raayin (pengurus rakyat) dan iya bertanggung jawab atas rakyatnya. (HR Bukhari)
Penulis: Harpiah Ummu Najah (Pemerhati sosial)
Editor: H5P