Kerugian Akibat Penambangan Ilegal di Sultra

Hamsia (komunitas peduli umat)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Terjadinya penambangan ilegal di beberapa titik di daerah provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai memberikan dampak negatif dan dapat merugikan keuangan negara. hal ini diungkapkan pada agenda rapat Komisi III DPR RI dalam kunjungan kerjanya di Provinsi Sultra yang digelar bersama Polda Sultra, Kejaksaan Tinggi dan Kemenkumham Sultra (leterasultra.com, 20/11/2020).

Anggota III komisi DPR RI, Eva Yuliana mengatakan, mereka telah menerima berbagai laporan dari masyarakat terkait aktivitas pertambangan yang dilakukan secara ilegal di beberapa titik di Sultra.

Iklan ARS

”Laporan masyarakat tentang aktivitas penambangan ilegal di Sultra terus meningkat. DPR mengatensi al ini karena telah meresahkan masyarakat,” ujar Eva Yuliana, Jumat (20/11/2020).

Menurutnya, tiga dampak negatif akibat penambangan ilegal yang kerap terjadi yakni kerusakan lingkungan, kedua dapat merugikan keuangan negara dan ketiga dapat terjadi kegagalan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan laporan yang diterima bahwa pelaku penambangan mengabaikan regulasi yang ada sehingga perlu langkah serius dari pemerintah maupun penegak hukum.

Kapitalisme akar masalah

Indonesia yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) telah membuat para perusahaan swasta membidik tambang-tambang berharga. Para kapitalis lokal dan asing pemilik perusahaan tambang tersebut sudah menguasai sebagian besar modal yang tentunya keuntungan terbesar akan mereka peroleh dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkan oleh negara.

Mengungkapkan bagaimana sistem saat ini menyerahkan pengelolaan tambang kepada asing. Tidak mengoptimalkan tenaga ahli lokal. Belum lagi dampak terhadap lingkungan, yang jelas tidak akan diperhatikan oleh perusahaan asing karena lebih mementingkan materi ketimbang yang lain.

Dalam sistem kapitalisme menjadi sebuah keniscayaan bahwa pemilik modallah yang berhak untuk menguasai berbagai sektor penting termasuk sumber saya alam yang posisinya sangat menguntungkan bagi para kapitalis. Pengelolaan potensi sumber daya alam dalam kapitalisme banyak membawa kerusakan. Ironisnya, sumber daya Indonesia dibawah pengelolaan sistem kapitalisme telah berhasil melegalkan asing untuk mengintervensi berbagai UU. Dengan sistem demokrasi dan kapitalisme tersebut, kekayaan alam dirampok secara institusional.

Dalam pandangan kapitalis, kekayaan alam termasuk tambang harus dikelola oleh individu atau perusahaan swasta karena ini merupakan ciri utama sistem ekonomi kapitalis dimana kepemilikan individu atas alat-alat produksi dan distribusi dalam rangka mencapai keuntungan yang besar dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif sehingga perusahaan milik swasta merupakan elemen paling pokok dari kapitalis.

Negara hanya berfungsi sebagai fasilitator dalam pelaksanaan ekonomi para kapitalis. Dalam sistem ekonomi kapitalis kita mengenal prinsip kebebasan ekonomi, dan prinsip inilah yang saat ini diterapkan di negeri-negeri kaum muslimin untuk mengeruk kekayaan alam di negeri tersebut. Kebebasan yang diserahkan kepada para pemilik modal.

Potensi kekayaan alam negeri yang melimpah ini termasuk tambang tidak banyak memberi pemasukan negara, tapi malah menjadi lahan bancakan keuntungan segelintir orang. Hal ini terjadi karena sistem kapitalisme yang diadopsi menuntut negara melakukan bisnis dalam memenuhi keinginan publik dan mengelola harta publik. Sehingga, dalam kapitalisme yang menjadikan harta publik sebagai sumber keuntungan segelintir orang nampaknya berjalan dengan mulus. Ratusan pertambangan telah disantap keuntungannya tanpa melihat kerugian yang makin parah dialami negara.

Islam memandang

Dalam Islam, hutan dan tambang adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.

Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola negara untuk diberikan hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada hadist riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal.

“Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engakau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut darinya”.

Sistem Khilafah Islam telah mengatur jenis-jenis kepemilikan baik kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. maka semua sumber daya alam wajib dikelola langsung oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan masyarakat.

Berbeda dengan sistem kapitalis saat ini dimana seluruh kekayaan alam dikuasai oleh para pemilik modal (kapital) bukan negara. siapa yang bermodal dialah yang menguasai lahan tambang tersebut. Sistem kapitalis prinsipnya telah mengabaikan peran negara dalam pengaturan ekonomi. Semua diserahkan kepada pihak swasta baik lokal maupun asing.

Sejatinya, pengelolaan sumber daya alam tambang harus tetap menjaga kelestarian dan keseimbangannya. Karena kerusakan sumber daya alam tambang oleh manusia harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Firman Allah:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Menurut syariah Islam, hutan, air dan energi yang berlimpah wajib dikelola oleh negara. “pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta (corporate based management) tapi harus dikelola sepenuhnya oleh negara (state based management) dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk dalam pandangan sistem ekonomi Islam, sumber daya alam termasuk dalam kategori kepemilikan umum sehingga harus dikuasai oleh negara berdasarkan dalil Abyadh bin Hamal, sedangkan untuk sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Kekayaan alam termasuk tambang, migas, dan sebagainya merupakan pemberian Allah kepada hamba-Nya sebagai sarana memenuhi kebutuhannya agar dapat hidup sejahtera dan makmur serta jauh dari kemiskinan.

Umat Islam harus menyadari bahwa mereka sedang berada dalam penguasaan ekonomi kapitalisme yang betul-betul sangat mengancam kekuatan ekonomi mereka, bukan sekedar dibidang ekonomi tapi dampak negatif lingkungan seperti banjir, tanah longsor sebagai efek dari kerakusan ekonomi mereka sudah dirasakan.

Sudah saatnya umat Islam kembali kepada sistem Islam dan meninggalkan sistem kapitalisme sekuler saat ini yang hanya mengantarkan pada keterpurukan nyata. Wallahu a’lam bis shawwab.

Penulis: Hamsia (komunitas peduli umat)
Editor: H5P