TEGAS.CO,. NUSANTARA – Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Rabu (16/12) mengumumkan vaksin COVID-19 akan diberikan cuma-cuma untuk seluruh masyarakat, setelah rencana pemerintah sebelumnya untuk tidak menggratiskan vaksin kepada yang mampu, mendapat kritikan, di tengah pandemi virus corona yang semakin memburuk di Indonesia.
Jokowi mengatakan keputusan untuk menggratiskan vaksin dibuat setelah memastikan kecukupan anggaran dalam penanganan pandemi.
“Setelah melakukan kalkulasi ulang, melakukan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin COVID-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis, tidak dikenakan biaya sama sekali,” kata Jokowi dalam telekonferensi dari Istana Negara, Jakarta.
Jokowi mengatakan dirinya akan menjadi orang pertama yang disuntik, disusul pekerja dari profesi garda terdepan dalam penanganan pandemi seperti dokter dan tenaga kesehatan, TNI/Polri, dan tenaga pengajar.
“Hal ini untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada masyarakat bahwa vaksin yang digunakan aman,” katanya.
“Setelah itu kita semuanya akan mendapatkan vaksinasi gratis,” lanjutnya.
Pekan lalu, Kementerian Kesehatan mengatakan program vaksinasi akan menyasar 107 juta orang yang mewakili 67 persen penduduk berusia 18-59 tahun untuk menciptakan kekebalan atau herd immunity.
Dari total sasaran program vaksinasi, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebut sebanyak 75 juta orang di antaranya harus membayar sendiri biaya vaksin. Kebijakan ini kemudian menimbulkan kecaman masyarakat, terutama di sosial media.
Seorang profesor Indonesia di Singapura, Sulfikar Amir, menginisiasi sebuah petisi daring yang menuntut pemerintah untuk memberikan vaksin gratis untuk seluruh rakyat. Lebih dari 10.000 orang telah menandatangi petisi di situs change.org itu per Rabu malam.
“Program vaksin mandiri adalah komersialisasi vaksin yang dapat menggagalkan vaksinasi COVID-19 karena tidak ada jaminannya setiap warga Indonesia mau dan mampu membayar biaya vaksin,” kata petisi itu.
“Padahal minimal 70 persen warga Indonesia harus diberi vaksin agar penanggulangan pandemi bisa berhasil. Dan itu harus dilakukan secara serentak agar efektif menghentikan penularan COVID-19.”
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah mengatakan keputusan pemerintah untuk memberikan vaksin gratis kepada seluruh masyarakat adalah langkah tepat.
“Saya selaku Ketua Banggar DPR merasa memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan alokasi anggaran APBN kita pada tahun 2021 untuk menopang pelaksanaan program vaksinasi,” kata Said dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Said menjelaskan, anggaran pengadaan vaksin COVID-19 pada APBN 2021 disiapkan sebesar Rp18 triliun yang turut meliputi pengadaan sarana dan prasarana penunjang program vaksinasi.
Bila kurang, maka pemerintah masih memiliki opsi untuk menggunakan dana cadangan fiskal APBN. Di sisi lain, lanjutnya, pemerintah bisa memecah beban biaya dalam beberapa periode tahun anggaran lantaran program vaksinasi tidak mungkin selesai dalam satu waktu tertentu.
“Dengan demikian, tidak ada dasar bagi pemerintah untuk berbisnis dengan rakyat dalam vaksinasi COVID-19,” kata Said.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat sama dengan menyatakan pemerintah masih bisa merealokasi anggaran pada tahun depan, semisalnya diambil dari anggaran infrastruktur.
“Masalahnya secara politik anggaran mau apa tidak? Secara prioritas, harusnya 2021 itu masih fokus pada penanganan kesehatan,” kata Bhima.
Pada APBN 2021, pemerintah menganggarkan dana infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp413 triliun. Sementara anggaran kesehatan dialokasikan sebesar Rp169,7 triliun atau 9,8 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Perpres No 99 tahun 2020 memberikan kewenangan kepada Menkes untuk menetapkan besaran harga jual vaksin Covid-19 dengan memperhatikan kedaruratan dan keterbatasan tersedianya vaksin.
Terkait anggaran, Jokowi mengatakan pihaknya telah menugaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk merealokasi anggaran dari sektor lain untuk mendukung program vaksinasi gratis ini. “Tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin,” kata Jokowi.
Pada tahun ini, pemerintah mengalokasikan Rp35,1 triliun khusus untuk pengadaan dan distribusi vaksin. Sementara untuk 2021, Kementerian Keuangan menyiapkan anggaran sebesar Rp60,1 triliun untuk pengadaan COVID-19 dan penanganan pandemi COVID-19.
Distributor vaksin
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan kendati 1,2 juta dosis vaksin dari Sinovac Biotech telah tiba lebih dulu di Indonesia, belum bisa dipastikan apakah program vaksinasi gratis akan menggunakan suplai dari perusahaan farmasi asal Cina ini.
“Vaksin Sinovac memang yang lebih dulu sampai, namun vaksinasi baru dapat diberikan jika EUA (emergency use authorization) sudah dirilis oleh BPOM,” kata Wiku melalui pesan singkat, merujuk pada hasil uji klinis fase tiga yang saat ini masih dilakukan PT Bio Farma atas efektivitas vaksin Sinovac di Bandung, Jawa Barat.
“Untuk jenis vaksin apa yang digunakan, mohon menunggu keputusan resmi dari pemerintah,” sambungnya.
Pada awal Desember, sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Sinovac tiba di Indonesia. Namun vaksin tersebut tidak bisa langsung digunakan karena masih harus menunggu hasil uji klinis fase tiga yang rencananya selesai pada Januari mendatang.
Vaksin Sinovac itu merupakan bagian dari pemesanan 3 juta dosis oleh pemerintah untuk tahun 2020, dengan sisanya menyusul awal tahun depan.
Saat rapat dengan Komisi IX DPR RI pekan lalu, Ketua Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah menargetkan pengadaan 270 juta dosis vaksin untuk 107 juta penduduk dengan target dua kali penyuntikan per orang.
Budi menyebut pemerintah telah mengamankan 155 juta dosis vaksin dari Sinovac dan Novavax untuk tahun 2021 dengan perincian 120 juta dosis dari Sinovac baik dalam bentuk jadi dan bulk serta 35 juta dosis lainnya dari Novavax. Keduanya ditargetkan datang pada kuartal II hingga IV tahun 2021.
Selain itu, ada potensi pengadaan 166 juta vaksin yang berasal dari Pfizer sebanyak 50 juta dosis, AstraZeneca 50 juta dosis, Covac/Gavi sebanyak 16 juta dosis.
Keputusan Menteri Kesehatan yang dirilis 3 Desember 2020 menetapkan enam jenis vaksin untuk COVID-19 yang dapat digunakan di Indonesia, yakni yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc dan BioNTech, dan Sinovac Biotech.
Menteri Kesehatan Terawan mengatakan daftar tersebut masih dapat berubah selama vaksin sudah dinyatakan lolos uji klinis dan mendapat lampu hijau dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo meminta pegawai negeri yang memiliki kemampuan finansial untuk menjalankan program vaksin berbayar.
“Saya sebagai MenPAN siap suntik yang pertama dengan membayar sendiri. ASN yang mampu, menurut saya juga bisa membayar sendiri beserta keluarganya,” kata Tjahjo melalui pesan singkat kepada wartawan, Rabu.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menambahkan, tujuan mencapai kekebalan komunitas sulit tercapai jika program vaksinasi tidak dijalankan secara bersama karena tidak akan memenuhi standar kecukupan vaksin.
“Artinya, kalau harus ada yang bayar atau tidak, berarti programnya tidak merata karena bisa jadi yang gratis itu dapatnya belakangan. Ya tujuan herd immunity-nya jadi tidak tercapai,” kata Dicky melalui sambungan telepon.
PT Bio Farma sebelumnya mengumumkan estimasi harga jual untuk vaksin Sinovac berkisar Rp200.000 (U.S.$14,23) per dosis.
Sumber : www.benarnews.org/indonesia
Komentar