TEGAS.CO., NUSANTARA – Sesuai keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang membebaskan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan sekolah tatap muka berdasarkan kesiapan daerah masing-masing. Maka Balikpapan sendiri telah mengambil ancang-ancang untuk membuka sekolah di tanggal 12 Januari 2021.
Menurut Walikota Balikpapan, Rizal Effendi bahwa keputusan tersebut sudah melalui tahap diskusi dengan berbagai pihak diantaranya dinas pendidikan, dinas kesehatan, PGRI Balikpapan, sekolah, wali murid dan beberapa instansi terkait lainnya. (Kaltim today)
Keputusan tersebut tentu menuai pro dan kontra di tengah situasi pandemi yang belum juga usai. Bahkan sejumlah pihak menyatakan bahwa sekolah tatap muka hanya akan membuat tingkat penyebaran virus corona semakin meningkat. Hal ini berdasarkan pada fakta bahwa Balikpapan sendiri tak kunjung menemui angka penurunan kasus positif corona.
Pun di beberapa daerah lain yang telah melaksanakan sekolah tatap muka terlebih dahulu, memang menimbulkan sejumlah peningkatan kasus. Seperti di Kabupaten Banyumas, yang menghentikan sekolah tatap muka hingga batas waktu yang belum ditentukan setelah terjadi peningkatan kasus corona klaster sekolah. Lalu mengapa hal ini tidak menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah pusat dalam menentukan kebijakan? Adakah alasan lain hingga pemerintahan ngotot tetap memperbolehkan daerah melakukan sekolah tatap muka?
Berbagai analisa pun muncul, termasuk di antaranya yaitu sekolah tatap muka memang sengaja di jadikan pemantik atau pemicu lonjakan kasus corona agar masyarakat bergantung pada vaksin. Diketahui, vaksin kolaborasi Biofarma dan Sinovac (China) dipastikan siap edar di awal tahun 2021 dengan harga perkiraan mencapai Rp. 200.000/ dosis. Dalam setiap vaksinasi, per orang akan mendapat dua dosis injeksi sehingga akan memakan biaya Rp. 400.000 per orang.
Selain itu berbagai lembaga di Indonesia juga tengah mengembangkan sejumlah vaksin lain. Misalnya, vaksin Merah Putih yang merupakan kolaborasi antara BUMN Bio Farma dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Vaksin lokal ini baru akan memasuki tahap uji praklinik (uji coba pada hewan), Desember ini. Jika hasilnya baik, baru bisa diuji coba ke manusia pada Maret tahun depan, dan akan mulai diproduksi pada 2022 jika lancar. ( Lokadata.id)
Dari sejumlah fakta diatas maka tak salah jika muncul analisa demikian, bahwa sekolah tatap muka dipaksakan demi jualan vaksin. Sudah jamak diketahui bahwa sektor kesehatan pun tak luput menjadi lahan bisnis. Sektor kesehatan yang berkaitan erat dengan kebutuhan dasar masyarakat menjadi peluang meraup untung bagi para kapital. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka masyarakat harus menerima bahwa mereka menjadi target pasar komoditas kesehatan.
Lalu dimana peran negara? Nampaknya negara pun angkat tangan dalam melindungi kesehatan masyarakat. Seolah mengaminkan hajat para kapital, masyarakat pun diminta untuk menjaminkan kesehatan mereka masing-masing. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa vaksinasi yang akan di lakukan di tahun 2021 akan di bagi menjadi dua, yakni vaksin bantuan pemerintah dan vaksin mandiri. Vaksin bantuan pemerintah hanya akan diberikan pada tenaga medis dan masyarakat penerima bantuan BPJS Kesehatan. Selain dari pada itu maka terkategori vaksin mandiri atau bayar sendiri.( Tempo.co)
Di tengah pandemi yang sedemikian sulit dalam memenuhi ekonomi, masyarakat harus menyisihkan sebagian dana mereka lagi untuk vaksinasi yang terbilang mahal. Lengkap sudah penderitaan masyarakat. Negara sebagai pelindung masyarakat hanyalah omong kosong, yang ada pelindung kepentingan para kapital.
Kapitalisme Akar Masalahnya
Dalam menjalankan roda pemerintahan, setiap negara memiliki asas atau dasar yang dijadikan pijakan dalam mengambil setiap kebijakan. Tak terkecuali Indonesia dengan sistem kapitalismenya. Dasar dari sistem kapitalisme adalah menjunjung dan melindungi kepentingan pribadi (pemilik modal) diatas kepentingan umum ( masyarakat). Maka wajar saja jika arah kebijakan akan selalu condong pada pemenuhan keinginan para pemilik modal daripada kebutuhan rakyat. Tak perlu susah-susah membuktikannya. Lihat saja kebijakan yang selama ini di keluarkan seperti UU Ciptaker, UU Penanaman Modal Asing, UU Migas, UU ITE dan lain-lain yang sarat akan kepentingan tertentu.
Sistem kapitalisme membuat pemerintah abai dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk kesehatan. Negara hanya sebagai regulator atau penghubung antara pengusaha sebagai pedagang dan masyarakat sebagai target. Tidak ada jaminan perlindungan terhadap rakyat dalam pemenuhan kebutuhannya, semua ditanggung sendiri. Bahkan menjamin kebutuhan dasar masyarakat merupakan beban bagi negara. Sehingga subsidi atau bantuan pemerintah semakin lama semakin di kurangi bahkan dicabut. Maka mengharapkan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar oleh negara dalam hal ini kesehatan adalah mustahil.
Islam Menjamin Penuh Kebutuhan Masyarakat
Dalam praktiknya, negara yang mengambil syariah Islam sebagai dasar penentu kebijakan akan memandang segala permasalahan dari sudut pandang kemaslahatan masyarakat. Hal ini karena pemerintahan Islam berfungsi sebagai pelindung dan pengurus rakyat dalam arti yang sebenarnya. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan adalah sesuatu yang harus ditunaikan oleh seorang penguasa atau khalifah.
Hal ini tidaklah sulit dalam sistem pemerintahan Islam. Karena potensi sumber daya alam yang dimiliki akan sepenuhnya di kelola mandiri oleh negara sehingga akan menjadi pos pemasukan negara yang luar biasa besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu jaminan tersebut tak hanya di berikan pada orang-orang tertentu layaknya dalam sistem kapitalis. Namun merata ke seluruh masyarakat tanpa pandang bulu, baik muslim, non muslim, kaya ataupun miskin. Semua mendapat hak yang sama dengan pelayanan maksimal dan terbaik.
Maka sudah saatnya kita menoleh pada syariat Islam sebagai jawaban seluruh problematika kita. Menggantungkan harapan pada sistem kapitalisme saat ini hanya akan semakin menjerumuskan masyarakat ke jurang penderitaan, sudahlah dijadikan target lahan bisnis kini harus menanggung kesehatan masing-masing. Wallahu a’lam bishawab
Penulis: Siti Subaidah (Pemerhati Lingkungan dan Generasi)
Editor: H5P