TEGAS.CO., NUSANTARA – Memasuki tahun baru Masehi, bukanlah kabar baik namun terdapat kabar buruk terkait pandemi yang masih belum terlihat ujungnya. Dikabarkan bahwasanya terdapat Varian baru Corona yang diberi nama “VUI 202012/01” atau B117. Varian ini muncul pertama kali di Inggris dan telah menyebar ke sejumlah negara, seperti Singapura, Malaysia, Denmark, dan Belanda.
Wendy Barclay, seorang profesor di New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group (NERVTAG) dan spesialis virologi di Imperial College of London mengatakan bahwa mutasi telah mempermudah virus memasuki sel manusia. Sebanyak 70 persen lebih mudah menyebar dibandingkan Corona varian lama. Varian ini mengandung 17 mutasi yang dapat membentuk virus dan menyebabkan lonjakan baru. Para ahli khawatir mutasi tersebut dapat menyebabkan lebih banyak rawat inap dan kematian pada tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2020.
Sementara itu, nada pesimis akan usainya pandemi Covid-19 terdengar pula dari organisasi kesehatan internasional yaitu WHO, yang menyatakan bahwa, pandemi Covid-19 tidak akan menjadi pandemi terakhir. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, sudah waktunya untuk belajar dari pandemi Covid-19.
Menurutnya, sejarah telah memberitahu manusia bahwa Covid-19 bukan pandemi terakhir dan epidemi adalah fakta kehidupan. Pandemi telah menyoroti hubungan erat antara kesehatan manusia, hewan dan planet (sindonews.com, 27/12/202).
Perihal ini, terdapat laporan tahunan pertama Dewan Pengawasan Kesiapsiagaan Global September 2019 tentang kesiapan dunia untuk keadaan darurat kesehatan, yang diterbitkan beberapa bulan sebelum pandemi Covid-19 muncul, mengatakan bahwa planet ini sangat tidak siap untuk pandemi yang berpotensi menghancurkan.
Tentu saja dalam menghadapi pandemi ini bukanlah mental pesimis atau bahkan mengutuk keadaan yang tidak berpihak pada harapan. Pandemi ini harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya. Karna sungguh tidak ada suatu kejadian pun di muka bumi ini melainkan Allah mengetahuinya. Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Melihat kondisi di negeri ini, penanganan terhadap Covid dikatakan lambat dan tidak efektif. Akademisi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Inaya Rakhmani dalam seminar online bertajuk ‘Tata Kelola atau Ketahanan Sosial: Belajar dari Pengalaman Asia Tenggara Hadapi Covid-19’ dalam rangka peluncuran Asia Research Center (ARC) UI. “Serangkaian laporan global dan liputan media menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia lambat dalam merespons (Covid-19),”.
Beliau juga menyampaikan bahwasanya Indonesia memiliki jumlah kasus Covid-19 tertinggi kedua di kawasan Asia, dengan salah satu tingkat pengujian terendah di dunia. (nasional.kompas.com, 09/10/2020)
Selain dinilai lamban, pemerintah juga dianggap mengeluarkan kebijakan yang tidak efektif. Seperti yang disampaikan oleh, Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan menilai, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak efektif dalam penanganan dan pengendalian Covid-19. Menurutnya, pemerintah terkesan tidak mau mendengarkan usulan-usulan pemerintah daerah dalam menghadapi pandemi virus corona ini. (nasional.kompas.com, 04/04/2020)
Beberapa kebijakan pun memunculkan spekulasi negatif ditengah-tengah masyarakat, seperti halnya, kebijakan syarat tes rapid antigen bagi masyarakat yang menggunakan roda transportasi kereta api dan pesawat. Kebijakan itu berlaku sejak 18 Desember 2020. Jadi, tes rapid antibodi yang biasanya menjadi alternatif deteksi dini virus tidak berlaku untuk sementara waktu. Kebijakan itu diberlakukan guna mengantisipasi laju penyebaran dan menekan angka kasus positif Covid-19.
Menanggapi hal itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Sujatno menyatakan ke tidak setujuannya atas kebijakan tersebut. Pasalnya, ia menghawatirkan kebijakan ini malah dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab.
’’Alih-alih menjadi upaya pencegahan Covid-19. YLKI menduga rapid test sebagai prasyarat transportasi dan aktivitas (termasuk jenis antigen) akhirnya hanya akan menjadi ladang bisnis baru yang membebani konsumen,’’ ungkapnya kepada JawaPos.com, Kamis (17/12).
Mencermati hal ini, sejatinya telah menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang terlahir dari rahim demokrasi ini tidaklah benar-benar serius mengakhiri pandemi. Bahkan setiap kebijakan tetap saja menguntungkan pihak-pihak pemodal yang lagi-lagi keuntungan materilah yang menjadi tujuan. Ketika PSBB merugikan para pemilik modal, maka PSBB yang dilakukan pun terkesan setengah-setengah. Begitu juga spekulasi adanya tujuan bisnis dalam syarat rapid test pun lagi-lagi hanya memikirkan keuntungan materi bagi pihak-pihak tertentu saja, tidak ada empati bagi masyarakat yang sudah jelas tengah mengalami krisis ekonomi.
Negeri ini dan negeri-negeri lainnya saat ini telah gagal keluar dari pandemi. Tidakkah saatnya kita berpikir jalan keluar lain selain yang ditawarkan demokrasi yang nyatanya terus menemui kegagalan?
Bukankah virus yang menyebabkan pandemi ini adalah sebuah makhluk yang memiliki keterbatasan? Dimana virus ini tentu saja mempunyai akhir? Dan layaknya sebagai makhluk tentu saja, virus ini ada yang menciptakan, dan pencinta inilah yang tahu bagaimana mengakhiri pandemi ini. Allah, adalah khalik bagi semua makhluk. Islam bukan hanya sekedar ibadah ritual semata, namun Islam lebih dari itu. Islam mempunyai solusi atas semua permasalahan yang terjadi di dunia ini. Tidak terkecuali pandemi.
Sejarah membuktikan bahwasanya dibawah naungan Islam pandemi mampu diselesaikan. Pada saat itu, dikawal kemunculan wabah, negara Islam mengeluarkan kebijakan tegas yaitu lockdown. Dimana saat itu penduduk yang wilayahnya terkena wabah dilarang meninggalkan wilayahnya, dan penduduk luar tidak di izinkan memasuki wilayah yang terkena wabah. Hal ini sesuai dengan yang diperintahkan oleh Rasulullah saw.
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu. (HR Bukhari).
Tidak hanya itu, negara juga bertanggung jawab atas kebutuhan rakayatnya yang terdampak pandemi.
MaasyaAllah, Islam mempunyai solusi untuk mengatasi pandemi. Lantas tidakkah kita berharap menjadikan Islam sebagai jalan keluar atas pandemi yang terjadi saat ini ? Hal yang mudah bagi Allah, sang pencipta semua makhluk untuk mengakhiri pandemi ini. Namun sudah layakkah kita mendapatkan pertolongan Allah untuk terbebas dari pandemi ini?
Inilah saatnya kita memohon pertolongan kepada Allah Swt., sang Khalik (pencipta), ber taubat, dan mengembalikan hak Allah sebagai al mudabbir (pengatur) urusan dunia ini sehingga kita mendapatkan kehidupan yang lapang di akhirat kelak.
Mari kita sambut bisyarah Rasulullah saw., “… akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya (no. 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (no. 439); Al-Bazzar dalam Sunan-nya (no. 2796)).
Tentu saja ini adalah tugas kita bersama untuk segera mewujudkan bisyarah Rasulullah saw. Karna hanya dengan diterapkannya aturan Islam lah masalah pandemi akan menemui ujung dan terwujudlah tata negara yang benar-benar mengurusi rakyatnya.
mber 2019 tentang kesiapan dunia untuk keadaan darurat kesehatan, yang diterbitkan beberapa bulan sebelum pandemi Covid-19 muncul, mengatakan bahwa planet ini sangat tidak siap untuk pandemi yang berpotensi menghancurkan.
Tentu saja dalam menghadpi pandemi ini bukanlah mental pesimis atau bahkan mengutuk keadaaan yang tidak berpihak pada harapan. Pandemi ini harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya. Karna susngguh tidak ada suatu kejadian pun di muka bumi ini melainkan Allah mengetahuinya. Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Melihat kondisi di negri ini, penanganan terhadap covid dikatakan lambat dan tidak efektif. Akademisi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Inaya Rakhmani dalam seminar online bertajuk ‘Tata Kelola atau Ketahanan Sosial: Belajar dari Pengalaman Asia Tenggara Hadapi Covid-19’ dalam rangka peluncuran Asia Research Center (ARC) UI. “Serangkaian laporan global dan liputan media menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia lambat dalam merespons (Covid-19),”. Bliau juga menyampaikan bahwasanya Indonesia memiliki jumlah kasus Covid-19 tertinggi kedua di kawasan Asia, dengan salah satu tingkat pengujian terendah di dunia. (nasional.kompas.com, 09/10/2020)
Selain dinilai lamban, pemerintah juga dianggap mengelurkan kebijakan yang tidak efektif. Seperti yang disampaikan oleh, Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan menilai, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak efektif dalam penanganan dan pengendalian Covid-19. Menurutnya, pemerintah terkesan tidak mau mendengarkan usulan-usulan pemerintah daerah dalam menghadapi pandemi virus corona ini. (nasional.kompas.com, 04/04/2020)
Beberapa kebijakan pun memunculkan spekulasi negatif ditengah-tengah masyarakat, seperti halnya, kebijakan syarat tes rapid antigen bagi masyarakat yang menggunakan moda transportasi kereta api dan pesawat. Kebijakan itu berlaku sejak 18 Desember 2020. Jadi, tes rapid antibodi yang biasanya menjadi alternatif deteksi dini virus tidak berlaku untuk sementara waktu. Kebijakan itu diberlakukan guna mengantisipasi laju penyebaran dan menekan angka kasus positif Covid-19.
Menanggapi hal itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Sujatno menyatakan ketidak setujuannya atas kebijakan tersebut. Pasalnya, ia menghawatirkan kebijakan ini malah dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab.
’’Alih-alih menjadi upaya pencegahan Covid-19. YLKI menduga rapid test sebagai prasyarat transportasi dan aktivitas (termasuk jenis antigen) akhirnya hanya akan menjadi ladang bisnis baru yang membebani konsumen,’’ ungkapnya kepada JawaPos.com, Kamis (17/12).
Mencermati hal ini, sejatinya telah menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang terlahir dari rahim demokrasi ini tidaklah benar-benar serius mengakhiri pandemi. Bahkan setiap kebijakan tetap saja menguntungkan pihak-pihak pemodal yang lagi-lagi keuntungan materilah yang menjadi tujuan. Ketika PSBB merugikan para pemilik modal, maka PSBB yang dilakukan pun terkesan setengah-setengah. Begitu juga spekulasi adanya tujuan bisnis dalam syarat rapid test pun lagi-lagi hanya memikirkan keuntungan materi bagi pihak-pihak tertentu saja, tidak ada empati bagi masyarakat yang sudah jelas tengah mengalami krisis ekonomi.
Negeri ini dan negeri-negeri lainnya saat ini telah gagal keluar dari pandemi. Tidakkah saatnya kita berpikir jalan keluar lain selain yang ditawarkan demokrasi yang nyatanya terus menemui kegagalan?
Bukankah virus yang menyebabkan pandemi ini adalah sebuah mahluk yang memiliki keterbatasan? Dimana virus ini tentu saja mempunyai akhir? Dan layaknya sebagai mahluk tentu saja, virus ini ada yang menciptakan, dan pencinta inilah yang tau bagaimana mengakhiri pandemi ini. Allah, adalah khalik bagi semua makhluk. Islam bukan hanya sekedar ibadah ritual semata, namun Islam lebih dari itu. Islam mempunyai solusi atas semua permasalahan yang terjadi di dunia ini. Tidak terkecuali pandemi.
Sejarah membuktikan bahwasanya dibawah naungan Islam pandemi mampu diselesaikan. Pada saat itu, diawal kemunculan wabah, negara Islam mengeluarkan kebijakan tegas yaitu lockdown. Dimana saat itu penduduk yang wilayahnya terkena wabah dilarang meninggalkan wilayahnya, dan penduduk luar tidak di izinkan memasuki wilayah yang terkena wabah. Hal ini sesuai dengan yang diperintahkan oleh Rasulullah saw.
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu. (HR Bukhari).
Tidak hanya itu, negara juga bertanggung jawab atas kebutuhan rakayatnya yang terdampak pandemi.
MaasyaAllah, Islam mempunyai solusi untuk mengatasi pandemi. Lantas tidakah kita berharap menjadikan Islam sebagai jalan keluar atas pandemi yang terjadi saat ini ? Hal yang mudah bagi Allah, sang pencita semua mahluk untuk mengakhiri pandemi ini. Namun sudah layakkah kita mendapatkan pertolongan Allah untuk terbebas dari pandemi ini?
Inilah saatnya kita memohon pertolongan kepada Allah swt, sang Khalik (pencipta), bertaubat, dan mengembalikan hak Allah sebagai al mudabbir (pengatur) urusan dunia ini sehingga kita mendapatkan kehidupan yang lapang di akhirat kelak.
Mari kita sambut bisyarah Rasulullah saw., “… akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya (no. 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (no. 439); Al-Bazzar dalam Sunan-nya (no. 2796)).
Tentu saja ini adalah tugas kita bersama untuk segera mewujudkan bisyarah Rasulullah saw. Karna hanya dengan diterpkannya atauran Islam lah masalah pandemi akan menemui ujung dan terwujudlah tata negara yang benar-benar mengurusi rakyatnya.
Penulis: Listyani (Aktivis Komunitas Muslimah Rindu Surga Bandung)
Editor: H5P
Komentar