TEGAS.CO., NUSANTARA – “Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Dan apabila wabah tersebut terjadi di wilayahmu, jangan pula kamu keluar darinya.” (HR. Bukhari)
Sejak kasus Covid pertama diumumkan, lonjakan pasien positif terus terjadi dan kian meningkat. Kasus Covid-19 di Tanah Air terus meningkat. Hingga hari ini, jumlah pasien yang dinyatakan positif Corona tembus 8.692 orang. Informasi tersebut berdasarkan data yang disampaikan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19. Peningkatan tersebut menyebabkan jumlah kasus yang terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia saat ini menjadi 836.718 orang. (Liputan6.com, Senin, 11/1/21)
Pada awal Desember, presiden Joko Widodo mengklaim RI telah menerima 1,2 juta vaksin Corona yang mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Salah satu daerah yang menjadi sasaran vaksin adalah Sulawesi Tenggara. Namun terkait siapa yang akan duluan divaksin, masih menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat.
Meskipun sejumlah pejabat daerah, termasuk juga gubernur Sulawesi Tenggara H. Ali Mazi, S.H, telah mengklaim bahwa beliau siap divaksin, tetapi mengingat kondisi beliau sudah di atas 58 tahun menjadi kekhawatiran tersendiri bagi beliau, “58 tahun ke atas belum diperkenankan, bukan berarti apa-apa. Tapi kan yang diberikan dulu yang kira-kira fisiknya kuat-kuat,” ungkapnya. (Antaranews.com, Rabu, 6/1/21)
Vaksinasi dalam Kondisi Darurat, Efektif kah?
Salah satu hal yang sering ditanyakan adalah apakah vaksin aman digunakan, bebas dari efek samping berbahaya.
Hari ini Badan Pengawas dan Obat Makanan (BPOM) telah merestui penggunaan darurat vaksin sinovac pada Senin (11/1) setelah proses uji tahap III di Indonesia. Vaksin Sinovac selama proses uji memiliki efek samping ringan dan sedang, vaksin ini juga dinyatakan aman.
Kepala Badan POMRI, Penny K. Lukito dalam konpers di Jakarta, menyatakan bahwa vaksin tersebut aman meski akan menimbulkan efek samping, “Aman dari efek samping ringan dan sedang. Efek samping nyeri otot. Sakit kepala hanya disampaikan 0,1 persen. Efek samping tidak berbahaya. Juga ditemukan di pasien penerima plasebo,” ujarnya. (Cnbcindonesia.com, Senin, 11/1/21)
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar sidang fatwa terkait kehalalan vaksin Covid-19, telah dilakukan terlebih dahulu pukul 14.00 WIB dan tertutup pada Jumat, 8/1/2021 yang lalu.
Meski demikian, perbincangan terhadap vaksin asal Cina ini banyak menuai kontra di beberapa negara seperti Brazil, Filipina dan Kamboja. Ada banyak kecurigaan yang timbul dari beberapa negara yang menilai Cina tidak transparan, dalam hal vaksin tersebut yang justru lebih memilih menggunakan vaksin impor dari AS.
Dikutip dari Cnnindonesia.com, kritik yang disampaikan oleh Senator Risa Hontiveros. Dia mengatakan seharusnya pemerintah Filipina membeli vaksin yang terbukti ampuh secara ilmiah ketimbang alasan politis. “Ada beragam permasalahan yang ada di sekitar vaksin yang ditawarkan China, termasuk keterbukaan data dan hasil uji klinis, efek samping seperti yang kita lihat di Peru dan bahkan sejarah tindak pidana suap yang dilakukan perusahaan itu,” cetusnya. (Cnnindonesia.com, Jumat, 18/12/20)
Risa Hontiveros juga sempat menyinggung surat kabar The Washington Post, yang melaporkan bahwa direktur Sinovac mengakui dirinya melakukan tindak pidana suap.
Terlepas dari itu, tentunya Indonesia harus lebih jelih dalam hal vaksin tersebut. Bukan tanpa alasan, tetapi ini menyangkut nyawa dan keselamatan manusia. Jangan sampai masyarakat yang menjadi korban geopolitik. Dalam sistem kapitalis apa sih yang tidak mungkin, semua bisa saja dilakukan demi kepentingan dan kekuasaan.
Begitu pun, pemerintah harus transparan mengenai vaksin tersebut. Siapa yang akan divaksinasi terlebih dahulu, kalau perlu masyarakat perlu tahu dan menyaksikannya secara langsung, halal harus pasti tidak hanya sekadar stempel belaka, dan tidak membahayakan tubuh manusia itu sendiri.
Kemudian, harus ada jaminan keselamatan dari pemerintah setempat bagi penerima vaksin, apabila setelah vaksin justru menimbulkan efek yang semakin buruk. Apalagi masyarakat terus di takut-takuti dengan ancaman pidana bila menolak dirinya divaksinasi, yang justru memancing tanda tanya besar bagi masyarakat.
Padahal masyarakat berhak menentukan keselamatan untuk dirinya sendiri, hal ini tertuang dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 2 dan 3, hak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan hak menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan baginya.
Juga UUD 1945 Pasal 28I ayat 1-2, (1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
(2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.”
Pertanyaannya sekarang adalah, mengapa pemerintah begitu terburu-buru memberikan vaksin pada masyarakat, sedangkan pakar baru menyampaikan vaksin tersebut aman dan efektif walau hanya 65,23%?
Lebih Mengedepankan Pertumbuhan Ekonomi
Jika saja pada awal pemerintah tegas dalam memutuskan kebijakan lockdown total saat ada pasien yang terkonfirmasi covid, bisa saja sampai saat ini akan menekan jumlah perkembangan covid di Indonesia.
Dengan dalih memulihkan pertumbuhan ekonomi, hingga nyawa rakyat tak dihiraukan Masuknya WNA ke Indonesia baik dalam kunjungan wisata maupun kunjungan kerja, seharusnya menjadi pertimbangan terhadap perkembangan covid. Akhirnya kebijakan sepihak ambyar demi kepentingan semata.
Pemerintah dinilai tidak tegas dalam memutuskan perkara penyebaran covid. Padahal sebelum diberlakukannya “New Normal” para pakar epidemiologi sudah mewanti-wanti akan ada lonjakan pasien jika tetap tidak patuh. Namun apalah daya, upaya “New Normal” demi memulihkan pertumbuhan ekonomi justru membuat wabah ini semakin menggila.
Yang lebih parah lagi, tak sedikit pihak yang menuduh bahwa wabah ini adalah hoaks, pada akhirnya wabah ini dianggap sepele. Pertanyaannya bagaimana mungkin ribuan nyawa yang melayang itu adalah hoaks?
Kali ini, permasalahan vaksinasi Covid-19 yang digadang-gadang menjadi solusi pamungkas dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan dan ekonomi rakyat, nyatanya tak jauh dari segudang polemik.
Islam Memandang
Dikisahkan, ada suatu daerah yang nyaris hancur, padahal daerah itu sudah dibangun dan berkembang. Umar bin Khattab lalu ditanya, “Bagaimana bisa ada kampung yang hancur, padahal sudah dibangun kokoh dan berkembang?” Umar menjawab, “Jika para pembuat dosa lebih hebat dari pada orang-orang yang baik di daerah itu, kemudian pemimpin dan tokoh masyarakatnya adalah orang-orang munafik.”
Tidak ada sesuatu yang terjadi di muka bumi ini tanpa izin Allah, termasuk wabah Covid-19 ini. Yang beriman akan semakin kuat, dan yang lemah akan semakin terpuruk. Semua tergantung bagaimana kita mengambil hikmah dari wabah ini.
Begitu juga dalam hal menanggulangi wabah, tidak terlepas dari tanggung jawab negara yang harus mengedepankan keselamatan rakyatnya, baik itu nonmuslim mau pun muslim itu sendiri. Islam tidak membeda-bedakan dalam hal menjamin keselamatan seluruh umat manusia.
Bermusyawarah dan mendengar para pakar yang lebih paham akan virus ini, adalah bentuk kehati-hatian para penguasa terhadap rakyatnya. Sebab jika vaksin ini ternyata lebih banyak efek sampingnya, maka vaksin tidak cukup untuk menekan penyebaran virus tersebut.
Juga dikisahkan pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khaththab, telah terjadi wabah di Syam (639 M). Maka penguncian area wabah harus dilaksanakan sesegera mungkin. Agar wabah tak menyebar lebih luas.
Seperti perintah untuk melakukan lockdown terhadap wilayah yang terpapar wabah. “Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Dan apabila wabah tersebut terjadi di wilayahmu, jangan pula kamu keluar darinya.” (HR. Bukhari)
Semua dilakukan murni untuk kemaslahatan dan keselamatan umat. Begitu juga dalam pemberian vaksin, negara hanya fokus terhadap keselamatan umatnya tanpa campur tangan negara lain. Hal demikian yang akan menjadikan rakyat cinta dan taat kepada pemimpinnya.
Seyogyanya kita semua dapat bercermin bagaimana Islam itu mengatur kehidupan kita dalam segala aspek. Islam juga cukup menjadi teladan kita dalam menyikapi wabah ini. Semoga Allah selalu mencurahkan rahmat-Nya, dengan membuka hati para penguasa lalai agar kita semua terbebas dari azab-Nya. Wallahu ‘alam bishshawwab.
Penulis: Yusriani Rini Lapeo, S.Pd
(Pemerhati Sosial)
Editor: H5P
Komentar