TEGAS.CO,. JAKARTA – Gelar perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Muna No 53/PHP.BUP-XIX/2021, mulai disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, (27/1/2021) pukul 17.00 WIB
Agenda persidangan tersebut merupakan pemeriksaan pendahuluan dalam rangka memeriksa kejelasan permohonan dan memberikan nasihat kepada pemohon terkait permohonan yang diajukan. Sidang tersebut dibuka dan terbuka untuk umum.
Pada sidang tersebut, paslon nomor urut 1 LM Rusman Emba – Bachrun (Terbaik) sebagai termohon dan paslon nomor urut 2 LM Rajiun Tumada – H. Lapili (RaPi) sebagai pemohon. Sidang tersebut dipimpin langsung oleh ketua MK RI.
Kuasa pemohon RaPi, H. Andi Syafrani, S.H., MCCL, CLA mengungkapkan terkait dengan isu hukum mengenai perbedaan penulisan nama dan perubahan nama. Dimana perbedaan penulisan nama secara hukum tidak memiliki konsekuensi dalam artian harus ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan. Sedangkan perubahan nama menurut ketentuan hukum baik itu dari UU maupun ketentuan yang ditetapkan oleh KPU sebagai syarat dalam pencalonan mensyaratkan adanya putusan atau ketetapan dari pengadilan.
“Inilah point utama yang terjadi didalam proses pilkada yang ada di kabupaten muna. Yang lainnya terkait dengan pelanggaran-pelanggaran bersifat administrasi maupun pidana pada dasarnya cukup banyak yang pada dasarnya bisa saja dikategorikan sebagai pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif. Akan tetapi setelah kami coba cari korelasikan dengan perolehan suara, belum terlalu signifikan. Karena itu kami langsung pada persoalan yang utama dalam proses itu”, ujarnya.
“Menurut kami, ini adalah sebuah cacat bawaan hukum yang berakibat pada cacat hukum hasil pilkada Muna. Adapun fakta-fakta hukum yang kami sampaikan bahwa Bapak Rusman Emba tanpa diketahui kapan mengubah namanya, telah menuliskan namanya di KTP maupun diberbagai macam dokumen,” katanya
Akan tetapi, lanjutnya, baru diketahui belakangan, bahwa ada putusan pengadilan yang ditetapkan pada 24/9/2020, dimana ini adalah satu hari setelah SK termohon tentang penetapan pasangan calon. Didalam putusan pengadilan tersebut barulah diketahui adanya perubahan nama. Ini satu hari setelah SK KPU keluar. KPU ternyata tidak melakukan proses pengecekan terkait dengan perubahan nama ini.
“Padahal, diketahui bahwa berdasarkan surat ketetapan KPU, proses perubahan nama ini haruslah ditetapkan berdasarkan ketetapan putusan pengadilan”, sambungnya.
Dalam proses penetapan SK terkait dengan pasangan calon, pemohon pada saat itu ditetapkan secara berbeda waktunya dengan pihak terkait. Pihak terkait ditetapkan beberapa hari sebelumnya yaitu pada 23/9/2020 sedangkan pemohon ditetapkan oleh KPU pada 1/10/2020 karena alasan pada waktu itu pemohon diduga terkena Covid-19.
“Karena adanya perbedaan waktu ini maka secara hukum pemohon tidak dapat mengajukan mekanisme sengketa pemilihan ke Bawaslu dalam rangka untuk meminta pembatalan SK KPU Muna terkait penetapan pihak terkait. Hal ini karena didasarkan perbedaan waktu”, ungkapnya.
Kedua juga berdasarkan pasal 3 peraturan MA No 11 tahun 2016, dimana didalam pasal tersebut yang punya legal standing hanyalah pasangan calon bukan bakal paslon. Karena pemohon pada saat itu belum berstatus sebagai paslon, maka hak pemohon untuk dapat mengajukan gugatan sengketa pemilihan, batasnya hanya 3 hari setelah SK termohon ditetapkan tidak dapat dilakukan.
Yang menjadi keganjalan berikutnya adalah dengan fakta-fakta yang ada, Bawaslu kabupaten Muna tidak melakukan tindakan inisiatif apapun untuk melakukan kroscek dan juga membaca dokumen hukum terutama putusan pengadilan yang muncul setelah satu hari SK penetapan KPU terkait dengan paslon pihak terkait untuk ditetapkan”, lanjutnya.
Oleh karena itu, ia menduga bahwa pihak penyelenggara, termohon, maupun Bawaslu sudah tidak bersifat netral lagi dalam proses tersebut karena tidak melakukan tindakan-tindakan antisipatif dan melakukan inisiatif terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sejak awal. Karena kondisi inilah yang menyebabkan pihak pemohon kalah dari pihak terkait.
“Kami meminta pembatalan keputusan termohon no 252 dan seterusnya. Kemudian membatalkan putusan termohon no 788 dst. Menetapkan Paslon peserta Pilkada Muna atas nama LM Rajiun Tumada – H. La Pili sebagai Bupati dan Wabup terpilih dalam pilkada Muna tahun 2020. Memerintahkan kepada KPU kabupaten Muna untuk melaksanakan putusan ini. Kami sampaikan permohonan ini karena secara hukum tidak ada lagi mekanisme hukum dalam membenarkan adanya pelanggaran administrasi,” katanya.
Dalam sidang tersebut, Ketua MK RI yang juga pimpinan sidang, Anwar Usman,S.H.,M.H menyampaikan bukti yang diajukan oleh pemohon p1 sampai dengan p15, sudah diverifikasi dan dinyatakan sah. Dalam perkara tersebut ada permohonan untuk menjadi pihak terkait. Majelis panet telah membaca dan mempertimbangkan menerima paslon Terbaik sebagai pihak terkait dalam perkara No 53 PHP.
Memerintahkan kepada panitera untuk mencatat dalam buku registrasi perkara konstitusi elektronik dan memanggil pihak terkait tersebut guna menghadiri sidang pada hari, tanggal dan jam yang telah ditetapkan. Untuk mendengar keterangan terkait pada pemeriksaan persidangan.
“Jadi permohonan untuk menjadi pihak terkait telah dikabulkan. Perkara ditunda dan dilanjutkan kembali pada hari Rabu (3/2/2021) pukul 17.00 sampai 18.00 WIB, dengan agenda pemeriksaan persidangan untuk mendengar jawaban termohon, keterangan Bawaslu, keterangan pihak terkait dan pengesahan alat bukti,” tandasnya.
FAISAL/YA
Komentar