Merindukan Generasi Rabbani

Opini786 Dilihat
Ummu Fauzi (Anggota Komunitas Penulis Mustanir)
Ummu Fauzi (Anggota Komunitas Penulis Mustanir)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Sungguh miris mendengar dan melihat berita di media, baik media cetak maupun media elektronik tentang kekerasan dalam keluarga. Sudah sering terdengar berita kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri atau kekerasan yang dilakukan istri terhadap suaminya dan seorang ibu yang menganiaya anaknya.

Tetapi yang lebih memprihatinkan adalah apa yang dilakukan seorang anak terhadap ibunya yang akhir-akhir ini menjadi konsumsi publik bahkan viral di medsos. Sang ibu harusnya dimuliakan dan dihormati bukan disakiti atau diadili sampai mendekam di jeruji besi. Rumah sebagai tempat berkumpulnya seluruh keluarga dengan suasana aman dan nyaman, interaksi penuh kasih sayang seakan sudah tidak berfungsi lagi.

Seperti dikutip dari detiknews.com, Sabtu (9/01/2021) di Demak Jawa Tengah seorang anak tega melaporkan ibu kandungnya ke polisi, sampai sang ibu harus mendekam di sel tahanan Demak Kota. Hanya karena mengatakan membuang baju-bajunya pada sang anak lantaran kesal padanya. Bukan hanya di Demak, di Nusa Tenggara Barat pun terjadi hal yang sama, seorang anak melaporkan ibu kandungnya hanya karena masalah motor, namun kasus ini ditolak langsung oleh Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah AKP Priyo Suhartono (tribunn.com, 29/6/2020).

Melihat kedua fakta tersebut teringat akan cerita Malin Kundang, cerita rakyat dari daerah Sumatra Barat. Malin Kundang adalah anak durhaka kepada ibunya ternyata bukan hanya ada dalam cerita tapi nyata terjadi di masyarakat kita. Hanya karena materi anak-anak sudah tak lagi mempunyai rasa hormat dan sayang terhadap orang tua terutama ibu.

Kurangnya pendidikan agama membuat mereka tak punya tujuan hidup dan hidup mereka bebas tanpa aturan mengikuti hawa nafsu. Mendamba generasi rabbani dari sistem kapitalis sekuler hanya mimpi belaka, sistem ini hanya melahirkan malin kundang-malin kundang baru karena agama dijauhkan dari kehidupan.

Dalam sistem sekuler interaksi dalam keluarga diukur materi, hubungan ibu dan anak menjadi tak bernilai jika tanpa materi. Nilai moral yang diusung paham tersebut gagal menghadirkan penghormatan terhadap ibu, gagal menghasilkan ketenangan dan hanya menghasilkan generasi durhaka hingga berujung liberalisasi.

Liberalisasi keluarga berhasil mengikis pemahaman tentang menjaga kewajiban dan hak antar anggota keluarga. Liberalisme juga berhasil mencabut fitrah seorang ibu yang seharusnya menjadi pendidik pertama putra-putrinya untuk menghasilkan generasi rabbani tetapi karena tuntutan ekonomi mengharuskan keluar rumah demi memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi.

Bahkan ketika orang tua menjadi pelaku kemaksiatan, mengonsumsi miras dan narkoba, sementara anak tidak merasa aman dan nyaman tak ada teladan yang diberikan sehingga tak ada lagi rasa hormat pada orang tua. Itulah akibat dari edukasi nilai-nilai liberal dan nilai HAM yang membuat keluarga individualis tak mau mendengar nasehat satu sama lain.

Kerapuhan dalam keluarga yang melahirkan malin kundang-malin kundang baru tidak lepas dari abainya negara terhadap urusan rakyatnya. Mereka lahir saat sistem kufur ada di tengah mereka. Lemahnya kontrol negara dalam tayangan media elektronik menuntun generasi ke arah yang tidak bermoral.

Tujuan keluarga dalam Islam adalah beribadah dan mencari ridho Allah, yakni untuk melestarikan keturunan dan mewujudkan ketenteraman dan meraih sakinah mawaddah wa rahmah. Pernikahan bukan semata-mata untuk memuaskan naluri seksual atau status sosial tetapi bertanggung jawab untuk mendidik generasi keluarga juga.

Dalam keluarga orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya untuk saling menghormati dan saling menyayangi antar anggota keluarga. Ibu yang melahirkan, menyusui dan merawat adalah sosok yang harus dihormati dan dimuliakan yang di telapak kakinya terdapat surga.

Berbakti kepada orang tua adalah kewajiban anak yang Allah posisikan setelah beribadah dan mentauhidkan-Nya. Mengucapkan kata “ahh” saja tidak boleh apalagi hingga terjadi cekcok mulut dan bertekad memenjarakannya. Interaksi antara orang tua dan anak akan terjadi harmonis karena anak melaksanakan kewajibannya yang merupakan amalan utamanya, dan orang tua mencurahkan kasih sayangnya. Keberkahan akan mengiringi setiap anak ketika melakukan kewajiban utamanya kepada orang tua.

Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah bersabda : “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya maka hendaknya ia berbakti kepada orang tuanya dan menyambung silaturahmi.” (HR. Ahmad)

Begitu besar perhatian Islam dalam membina hubungan antara anak dan orang tua sampai-sampai pahala ini dijadikan amalan utama.

Untuk mewujudkan keharmonisan keluarga ini tentu saja dibutuhkan peran negara. Negara harus mendukung terciptanya suasana tersebut. Negara harus memberikan rasa aman terhadap rakyatnya, pendidikan, kesehatan harus diberikan secara gratis. Lapangan pekerjaan banyak tersedia untuk para ayah. Para ibu tidak lagi dilibatkan untuk mencari nafkah karena negara sudah menjamin kesejahteraan rakyatnya. Sehingga para ibu fokus dalam mendidik anak-anaknya sesuai dengan tuntunan yang diajarkan Al-Qur’an dan As-sunnah. Kemudian Tidak ada lagi tontonan yang membuat generasi tak bermoral karena negara mengontrolnya.

Tentu saja semua akan terwujud ketika negara menerapkan syariat Islam secara utuh, secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan. Keluarga yang dituntun oleh syariah akan melahirkan generasi-generasi rabbani yang dirindu oleh setiap keluarga yang akan menjaga agama dan negara.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Penulis: Ummu Fauzi (Anggota Komunitas Penulis Mustanir)
Editor: H5P

Komentar