Pengungsi Gempa Sulbar Terancam Kekurangan Pasokan Makanan

Suasana Kabupaten Mamuju, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Kamis (4/2/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)
Suasana Kabupaten Mamuju, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Kamis (4/2/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)

TEGAS.CO., Sekitar 70 ribu warga masih mengungsi di berbagai lokasi pengungsian di Kabupaten Majene, Mamuju dan Polewali Mandar. Mereka dihadapkan pada ancaman kekurangan ketersediaan bahan makanan dan juga gangguan kesehatan.

Warga masyarakat Dusun Petakeang, Kelurahan Galung, Kecamatan Tapalang Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, terancam kekurangan pasokan makanan. Mereka mengeluhkan keterbatasan bahan makanan karena persediaan yang semakin menipis. Kini tidak banyak lagi bantuan logistik yang diantarkan ke Posko Bencana di dusun itu, sejak berakhirnya status keadaan tanggap darurat bencana gempa bumi

Iklan KPU Sultra

“Kalau sekarang posisi logistik di pengungsian ini kemungkinan besar masyarakat di sini hanya mencukupi satu dua hari ke depan ini. Kami selaku petugas yang ada di Posko sudah kehabisan persediaan, jadi kami tidak tahu mau pergi kemana cari logistik,” kata Riswan Yasis (32), ketua karang taruna setempat, Jumat (5/2) sore.

Sekelompok warga berdiri diatas puing-puing bangunan masjid yang roboh akibat gempa di dusun Petakeang, Kecamatan Tapalang, Sulawesi Barat. Jumat (5/1/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)
Sekelompok warga berdiri diatas puing-puing bangunan masjid yang roboh akibat gempa di dusun Petakeang, Kecamatan Tapalang, Sulawesi Barat. Jumat (5/1/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Bantuan terakhir kali yang diterima warga di dusun itu berupa tiga setengah liter beras, satu gelas minyak goreng dan lima bungkus mie instan untuk setiap kepala keluarga pada 2 Februari 2021. Riswan berharap dalam masa transisi darurat ke pemulihan, pemerintah memberikan perhatian bagi pemenuhan kebutuhan dasar bagi warga yang masih bertahan di tenda-tenda darurat yang diperkirakannya akan berlangsung beberapa bulan ke depan.

Dari pantauan VOA, ratusan warga terlihat masih menempati tenda-tenda darurat yang terbuat dari terpal. Tenda-tenda darurat itu dibuat di depan rumah yang rusak akibat gempa maupun di wilayah perbukitan tidak jauh dari dusun tersebut.

Di lokasi pengungsian itu terdapat 255 kepala keluarga atau 927 jiwa, termasuk diantaranya 88 balita, 44 lansia dan delapan ibu hamil.

Seorang warga sedang mendirikan tenda terpal di depan rumahnya yang rusak akibat gempa di dusun Petakeang, Kecamatan Tapalang, Sulawesi Barat. Jumat (5/1/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)
Seorang warga sedang mendirikan tenda terpal di depan rumahnya yang rusak akibat gempa di dusun Petakeang, Kecamatan Tapalang, Sulawesi Barat. Jumat (5/1/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)

“Kami ini kemungkinan akan lama tinggal di tenda, karena rumah warga pada roboh jadi besar kemungkinan akan berbulan-bulan bertahan di tenda” ungkap Riswan yang rumahnya pun mengalami kerusakan akibat gempa magnitudo 6,2 skala Ritcher, Jumat (15/1).

Anak-Anak Terserang Sakit Perut

Basaria (39) mengungkapkan kegelisahannya terkait kondisi kesehatan anak balitanyanya yang sempat terserang diare dan hingga hari itu masih belum pulih sepenuhnya setelah sakit sejak seminggu terakhir.

Besaria dan anak balitanya berusia tiga tahun di salah satu tenda terpal di dusun Petakeang, Kecamatan Tapalang, Sulawesi Barat. Jumat (5/1/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)
Besaria dan anak balitanya berusia tiga tahun di salah satu tenda terpal di dusun Petakeang, Kecamatan Tapalang, Sulawesi Barat. Jumat (5/1/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)

“Sakit-sakitan juga anakku, kayak mau lumpuh, sakit perutnya,” keluh Basaria. Selama 22 hari berada di tenda, dia dan anak-anaknya hanya makan mie instan. Anak-anak juga kekurangan pakaian yang layak sehingga kedinginan di malam hari karena tenda itu tidak memiliki dinding.

Ali Pahudin (43), Kepala Dusun Petakeang, mengungkapkan selain masalah kekurangan pasokan logistik bahan makanan, warga di lokasi pengungsian juga mengalami masalah kesehatan, terutama ancaman penyakit diare. Dia mengeluhkan dihentikannya layanan posko kesehatan di lokasi pengungsian setelah berakhirnya masa tanggap darurat pada 4 Februari. Padahal kehadiran tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk terus memonitor kondisi kesehatan warga di lokasi pengungsian itu.

“Misalnya posko kesehatan dicabut, kita dianjurkan ke PKM (Pusat Kesehatan Masyarakat/Puskesmas) ini kan jaraknya jauh dari lokasi pengungsian. Jadi kami minta posko kesehatan tetap ada tinggal pihak kesehatan kontrol setiap saat,” kata Ali Pahudin.

Ditambahkan pula, salah seorang balita berusia dua tahun enam bulan di lokasi pengungsian itu meninggal dunia pada akhir Januari akibat diare. Penyakit itu juga menyerang hampir seluruh pengungsi seminggu pascagempa. Namun mereka berhasil diobati petugas kesehatan.

Sulbar Masuki Masa Transisi Darurat ke Pemulihan Selama 60 Hari

Juru bicara Satgas Bencana Gempa Bumi Sulawesi Barat, M Natsir, memastikan penanganan pengungsi akan dilakukan lebih terkoordinasi dalam masa transisi darurat ke pemulihan. Masa transisi darurat ke pemulihan Kabupaten Majene dan Mamuju berlangsung selama 60 hari terhitung mulai 5 Februari 2021 hingga 5 April 2021.

“Tetap, seperti fokus pada masa tanggap darurat kemarin, masalah pengungsian, masalah kesehatan, masalah sosial, infrastruktur dan lain-lain,” kata Natsir ketika dihubungi Jumat (5/2).

Tampak udara tenda-tenda terpal yang menjadi tempat hunian warga terdampak gempa di perbukitan dusun Petakeang, Kecamatan Tapalang, Sulawesi Barat. Jumat (5/1/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)
Tampak udara tenda-tenda terpal yang menjadi tempat hunian warga terdampak gempa di perbukitan dusun Petakeang, Kecamatan Tapalang, Sulawesi Barat. Jumat (5/1/2021). (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Penanganan pengungsian pascagempa, menurut Natsir, akan dilakukan secara lebih terorganisir dengan melibatkan pihak-pihak terkait, yaitu Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, Pemerintah Kabupaten Mamuju dan Majene. Pasokan logistik bahan makanan akan tetap disediakan, termasuk untuk warga yang berada di wilayah pelosok. Menurutnya, wilayah yang sebelumnya terisolir, saat ini sudah dapat dijangkau melalui jalur darat.

“Daerah-daerah terisolir itu di masa tanggap darurat kemarin sudah terjangkau semua melalui pengangkutan helikopter dan pembukaan akses jalan yang dilakukan oleh satgas dan relawan,” katanya.

Dengan demikian, lanjut Natsir, akses jalan tersebut sudah dapat dilalui, walaupun tidak semuanya dapat dilewati oleh kendaraan roda empat.

Di sisi lain, pemerintah setempat juga akan melakukan kegiatan pembersihan puing-puing rumah dan perkantoran yang rusak untuk mempercepat pemulihan trauma warga akibat gempa.

 

Sumber: www.voaindonesia.com

Publisher: B_Kan

Komentar