PT GTP Diduga Lakukan Penambangan Kawasan HPT dan HL di Kolut

Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit XVI Patampanua Selatan, Kolut, Sudaryono
Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit XVI Patampanua Selatan, Kolut, Sudaryono

TEGAS.CO. KOLAKA UTARA – Perseroan Terbatas (PT) Gerbang Timur Perkasa (GTP) diduga melakukan penambangan ore nikel secara ilegal di wilayah kawasan Dusun IV Desa Pitulua Kecamatan Lasusua, Kolaka Utara (Kolut).

Perusahaan tersebut melangsungkan operasi pengerukan di wilayah Hutan Produksi Terbatas (HPT) tanpa mengantongi izin pinjam pakai dari pihak Kementerian Kehutanan dan dicurigai menerobos kawasan Hutan Lindung (HL) .

PT GTP beroperasi di IUP PT Tiar Daya Sembada (TDS) selaku Join Operasional (JO) dimana luas lahannya kurang lebih 28,82 Hektare (Ha). IUP ini memiliki dua status berbeda, dimana 10,65 Ha merupakan HL dan 18,17 yakni HPT. Di lapangan, mereka mengeruk dua tempat berbeda baik di zona HPT dan kuat dugaan satu titik lainnya merupakan kawasan HL yang diduga juga IUP perusahaan lain.

Kepala Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit XVI Patampanua Selatan, Kolut, Sudaryono yang ditemui di kantornya mengatakan bahwa IUP yang berada di HPT dan HL itu wajar. Namun ditekankan, HPT harus mengantongi izin kementerian. Untuk HL terlarang sama sekali untuk dimasuki termasuk pembuatan jalan produksi terkecuali itu pertambangan tertutup.

“Kalau pertambangan nikel kan, kategori pertambangan terbuka, jadi tidak dibenarkan. Tidak ada aturan yang membolehkan. HPT pun kalau tidak ada izin, jelas itu melanggar,” tegasnya, Rabu (17/2).

Di lapangan, PT GTP diduga telah membuka jalan produksi di area HL secara diam-diam. Pintu masuk jalur tersebut hanya berjarak kurang lebih 1,7 km dari jalan Trans Sulawesi setempat dengan mengarah ke Selatan Pitulua. Dari sana rute itu kemudian menuju arah Barat yang sekaligus melakukan pengerukan di zona tersebut.

Akan tetapi, saat tim tegas.co turun ke lokasi, tampak sebuah alat berat sedang berupaya memotong jalan yang menanjak agar tidak bisa dilalui kendaraan. Aktifitas itu berlangsung disaat terjadi perebutan lahan antar kelompok mesyarakat setempat yang juga PT GTP ikut melakukan penyerobotan perkebunan warga setempat.

Sudaryono memastikan, jika pihaknya juga belum pernah meninjau lokasi tersebut dan belum mempunyai dasar pegangan untuk meninjau aktifitas pertambangan yang dilakukan PT GTP di wilayah HPT dan HL tersebut. Akan tetapi, kata dia, meskipun tidak ada perintah langsung dari provinsi, UPTD punya kewenangan untuk melakukan pengawasan.

“Tetap ada (pengawasan) meskipun sekedar mencari data-data saja,” ucapnya.

Saat ditanya, waktu untuk memastikan peninjauan di lapangan, Sudaryono kukuh memastikan bahwa belum ada rencana untuk melakukan kunjungan ke lokasi. Pos jaga yang ada di sana, dikatakannya masih kosong dan hanya sekali-kali datang dibersihkan.

Informasi yang dirangkum tegas.co, adanya temuan jetty baru yang ada di Tanjung Labuandala rupanya dibuat oleh PT GTP. Pelabuhan itu berjarak dari jalan Trans Sulawesi kurang lebih 3,5-4 km. Alat berat yang ada disana telah beroperasi dan melakukan aktifitas pengerukan, termasuk jalan pembukaan jalan produksi.

Terkait IUP seluas 10,65 Ha yang merupakan HL, hal itu terlarang untuk dilakukan aktifitas pertambangan berdasarkan peta indikatif penghentian pemberian izin baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut tahun 2020 periode I sesuai SK Menteri Lingkungan Hidup tertanggal 26 Februari 2020 Nomor SK.851/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/2/2020.

Artinya, jika pun sudah mengantongi izin menteri untuk pengelolahan area yang masih berstatus HPT itu, hanya dibenarkan mengeruk tanah yang seluas 18,17 Ha saja.

Sementara, Kabid Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi, Beni Raharco melalui pesan WhatsApp mengatakan bahwa PT Tiar Daya Sembada (TDS) belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan sampai saat ini belum memasukkan permohonan pinjam pakai Kawasan HPT.

Humas PT GTP, Askar kepada awak media mengakui jika alat berat yang menumpuk di lokasi milik perusahaannya. Ia juga mengatakan, sementara waktu berhenti beroperasi namun dengan alasan lain yakni karena adanya perebutan klaim lahan perusahaan yang dilakukan dua kelompok masyarakat yang saling berseberangan.

Reporter : IS

Editor : YA

Komentar