Nakes Blitar Meninggal Positif COVID-19, Bukan Akibat Vaksinasi

Ilustrasi, proses vaksinasi COVID-19 di RSUD dr. Soewandi Surabaya (foto Petrus Riski/VOA).
Ilustrasi, proses vaksinasi COVID-19 di RSUD dr. Soewandi Surabaya (foto Petrus Riski/VOA).

Kasus meninggalnya tenaga kesehatan (nakes) RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Kabupaten Blitar pasca diinokulasi vaksin COVID-19, menjadi perhatian serius terhadap pemeriksaan riwayat kesehatan calon penerima vaksin. Pihak rumah sakit mengatakan meninggalnya nakes tersebut bukan akibat vaksinasi.

Seorang perawat atau tenaga kesehatan di RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Kabupaten Blitar, pada 14 Februari meninggal dunia, setelah divaksin COVID-19 pada 2 Februari lalu. Kematian ini menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai prosedur penyaringan calon penerima vaksin, serta aman tidaknya vaksin yang diberikan.Dokter Deny Christianto, Kepala Bidang Pelayanan Medik, RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Kabupaten Blitar, mengatakan hasil audit Komite Daerah (Komda) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), menyebut meninggalnya perawat Erny tidak disebabkan oleh vaksinasi COVID-19.

“Kalau dari Komda KIPI menyatakan, ini kan sudah dilaksanakan audit KIPI di tingkat nasional, nah itu disampaikan bahwa memang kejadian meninggalnya nakes E ini tidak berhubungan dengan vaksinasi COVID-19 sebelumnya. Dan kesimpulannya bahwa vaksin Sinovac ini aman dan bisa dilanjutkan,” kata Dokter Deny Christianto.

Seorang pekerja medis Indonesia memegang satu dosis vaksin Sinovac di sebuah fasilitas kesehatan kabupaten. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Seorang pekerja medis Indonesia memegang satu dosis vaksin Sinovac di sebuah fasilitas kesehatan kabupaten. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Dokter Deny Christianto, menjelaskan kronologisnya kepada VOA, bahwa sebelum menerima vaksin COVID-19 pada 2 Februari, perawat bernama Erny Kusuma mengeluh demam pada 29 Januari, dan berisirahat di rumah pada 30 Januari sampai 1 Februari setelah sebelumnya berobat ke dokter praktik pribadi. Saat masuk kerja dan mengaku sehat, perawat Erny sempat disarankan melakukan swab PCR namun menolak.

Dokter Deny menjelaskan bahwa saat hendak divaksin, perawat Erny lolos penyaringan dari petugas, termasuk mengaku tidak pernah mengalami sakit seperti gejala ISPA, batuk, dan sesak napas sebelumnya. Observasi 30 menit pasca divaksin juga dilakukan, dan tidak terlihat gangguan atau keluhan yang dialami. Perawat Erny pun bertugas seperti biasa hingga tanggal 4 Februari.

Pada 6 Februari, perawat Erny dikabarkan sakit dan dirawat di Rumah Sakit Mardi Waluyo, di Kota Blitar, dan kemudian dirujuk di RSUD Ngudi Waluyo, Kabupaten Blitar, karena kondisinya memburuk dan memerlukan perawatan lebih intensif. Dari hasil swab yang dilakukan, diketahui bahwa perawat Erny positif COVID-19. Perawat Erny akhirnya meninggal dunia pada 14 Februari, setelah menjalani perawatan hampir seminggu di ruang ICU.

Vaksin COVID-19 yang diterima masyarakat (foto Petrus Riski/VOA).
Vaksin COVID-19 yang diterima masyarakat (foto Petrus Riski/VOA).

“Jadi, vaksin pertama tanggal 2 Februari, cuma mulai tanggal 29 Januari, beliaunya sudah sakit, tidak menyampaikan yang sebenarnya, mungkin beliau ingin divaksin atau bagaimana, akhirnya menutupilah istilahnya, akhirnya beliau divaksin tetapi setelah itu diobservasi juga tidak apa-apa setelah divaksin. Terus kalau Sinovac ini kan inactivated viruse ya, berarti virusnya sudah dimatikan, jadi sebenarnya tidak menyebabkan infeksi COVID ya, setelah divaksin, karena virusnya sebenarnya sudah mati,” terang Dokter Deny.

Meski memastikan vaksin COVID-19 yang diterima tenaga kesehatan maupun masyarakat selama ini aman, Dokter Deny belum dapat memastikan dimana perawat Erny tertular virus corona. Di RSUD Ngudi Waluyo, Dokter Deny memastikan APD untuk tenaga kesehatan sudah sesuai standard Kementerian Kesehatan.

“Kami lakukan tracing ya, teman-teman satu shift-nya itu tidak ada yang positif, itu kita sudah tracing. Kemudian kalau keluarga itu yang melaksanakan tracingdari dinas kesehatan, kami belum mendapat informasinya. Cuma memang beliau ini bertugas di ruang isolasi COVID, kita tidak bisa memastikan, bisa saja tertular saat bertugas, atau juga karena Kabupaten Blitar kan sudah transmisi lokal, misalnya beliau juga diluar kan juga bisa tertular, bisa dari rumah sakit atau bisa dari luar rumah sakit,” imbuhnya.

Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur, yang membidangi kesehatan, Sri Untari Bisowarno, mengatakan proses distribusi dan vaksinasi COVID-19 di Jawa Timur telah berjalan dengan baik. Prosedur penyaringan perlu lebih diperkuat, agar dapat memastikan penerima vaksin dalam kondisi sehat. Untari mengatakan, kasus kematian tenaga kesehatan di Blitar, perlu disikapi secara bijak, terutama untuk melihat riwayat kesehatan dari tenaga kesehatan yang meninggal pasca menerima vaksin.

“Bagaimana yang bersangkutan juga menceritakan riwayat penyakit itu juga penting, sehingga pada posisi ini terkait dengan prosedur di screening, nanti lebih diperkuat lagi. Tapi yang lebih utama, saya ingin menyampaikan bahwa masyarakat harus percaya pada pemerintah, bahwa vaksin ini adalah jalan yang diberikan oleh pemerintah untuk membuat kita, lebih cepat pemulihan kesehatan di masa pandemi,” kata Sri Untari.

Sumber: www.voaindonesia.com

Publisher: B_Kan

Komentar