Pencabutan Lampiran Perpres Investasi Miras dan Harapan Negeri Bebas Miras

Farah Sari, A.Md (Aktivitas Dakwah)
Farah Sari, A.Md (Aktivitas Dakwah)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Keimanan seorang muslim akan menuntut dia untuk tunduk pada semua  aturan Allah Swt. Termasuk meninggalkan khamr atau minuman keras (miras). Tidak cukup sampai di situ, Muslim juga harus berupaya agar lingkungan bahkan negeri yang dicintainya juga terhindar dari miras dan dampak buruk yang dihasilkannya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam beleid tersebut, poin yang menjadi sorotan sejumlah pihak adalah soal investasi miras. Keputusan ini diambil Jokowi setelah menerima masukan dari berbagai pihak. Mulai dari ormas keagamaan hingga pemerintah daerah (Okezone.com, 7/3/21).

Lantas, mampukah pencabutan lampiran Perpres tentang investasi miras memberikan jaminan untuk terhindar dari miras? Atau kebijakan ini hanya harapan kosong yang tak berarti apa-apa karena miras tetap saja legal di negeri ini. Lalu bagaimana penerapan sistem Islam mampu menjamin dan menutup pintu peredaran miras?

Apa jadinya jika masyarakat muslim negeri ini memilih diam tak bereaksi ketika wacana investasi miras diterbitkan? Ya, kebijakan tersebut tentu akan dilaksanakan karena tidak ada yang menolak. Inilah pentingnya ada dakwah Islam ditengah-tengah masyarakat. Sehingga sebuah kemungkaran dapat dihentikan. Artinya, protes dari masyarakat bisa memaksa penguasa mencabut lampiran Perpres tentang investasi miras. Meski kebijakan ini tidak akan menjadikan peredaran miras steril di negeri dengan mayoritas  muslim.

Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan Shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (TQS. al-Maidah : 91).

Rasulullah saw. juga pernah bersabda, yang artinya: “Rasulullah saw. mengutuk sepuluh orang yang karena khamr; pembuatannya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan hasil penjualannya, pembelinya dan pemesannya.”(HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Masyarakat harus memiliki pemahaman yang utuh bahwa, pencabutan lampiran Perpres Miras tidak menjamin hilangnya pengaruh buruk miras di tengah masyarakat. Karena aturan tersebut tidak diikuti dengan penghapusan regulasi yang lain. Regulasi yang mengatur tentang ijin produksi, distribusi dan konsumsi miras.

Padahal negeri ini adalah negeri mayoritas muslim. Bukankah sudah seharusnya muslim diberikan jaminan terbebas dari perkara yang dilarang oleh syariat Islam? Salah satunya miras. Karena jelas keharamannya dan berdampak buruk bagi peminumnya.

Upaya setengah hati pemberantasan miras ini tidak aneh. Pro dan kontra beredarnya miras sudah terjadi sejak lama. Tapi miras tetap saja beredar bebas.

Dikutip dari Okezone.com (7/3/21). Perizinan investasi miras di Indonesia bukan hal baru. Karena pemberian izin ini sudah berlangsung sejak lama. Menurut Bahlil, perizinan tentang miras atau minuman beralkohol (minol) tidak hanya terjadi pada periode ini. Sebab, investasi mengenai minuman beralkohol sudah terjadi sejak era sebelum kemerdekaan tepatnya 1931.

BKPM mencatat, sampai saat ini sudah ada 109 izin investasi miras yang dikeluarkan. Izin yang diberikan tersebut bahkan terjadi di 13 Provinsi di Indonesia.

Aturan yang diterapkan di negeri ini tidak  berdasarkan  pada tuntunan syariat. Tapi aturan yang lahir dari akal manusia yang memakai standar manfaat. Sehingga miras legal beredar bebas. Inilah buah dari penerapan sistem demokrasi kapitalis sekuler. Sistem batil yang bukan berasal dari Allah Swt. Miris, miras bahkan menjadi salah satu sumber pendapatan bagi negara.

Dikutip dari Beritasatu.com (22/9/16) Wacana pelarangan minuman beralkohol (minol) yang saat ini tengah digulirkan, berpotensi mengurangi pemasukan pendapatan pemerintah hingga Rp 6 triliun pada tahun depan. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana mengatakan Sebab, cukai minol pada APBN 2017 dipatok Rp 6 triliun dan di tahun 2019 akan dipatok Rp 9 triliun.

Jangan sampai ada pelarangan, karena dampaknya sangat luas. Baik produksi, distribusi, konsumsi, tenaga kerja dan sebagainya sehingga tidak ada kepastian hukum. Itulah yang akan menjadi ancaman bagi investor.

Jika sesuatu menghasilkan manfaat, meski melanggar syariat tetap akan diambil. Bagaimana keberkahan dari Allah akan hadir jika, perkara yang jelas keharamannya masih dilakukan? Adakah cara yang bisa dilakukan meniadakan peredaran miras ditengah kaum muslim? Adakah sistem kehidupan yang mampu mewujudkan itu semua? Ada. Yaitu penerapan sistem Islam dalam tataran negara (Khilafah).

Khilafah memiliki cara efektif untuk mencegah beredarnya miras di antaranya:

Pertama, adanya pembinaan terhadap masyarakat, baik pendidikan formal maupun kajian keislaman. Hal ini dilakukan dalam rangka membentuk akidah dan kepribadian Islam. Akidah yang kuat akan mengontrol tingkah laku. Sehingga tidak akan melakukan tindakan yang melanggar syariat Islam. Tidak akan terlibat dalam produksi, distribusi dan konsumsi miras.

Kedua, membentuk lingkungan yang kondusif dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah Swt. dengan cara mendorong  amar ma’ruf nahi munkar saat ada indikasi produksi, distribusi dan konsumsi miras.

Oleh karena itu, negara Islam (khilafah) bertugas untuk menjadikan masyarakat muslim menjadi masyarakat yang baik sekaligus mampu menjadi pengontrol.

Ketiga, penerapan hukum-hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Termasuk pemberlakuan sistem persaksikan bagi pelaku pelanggaran. Islam akan menerapkan sanksi tegas bagi yang mengonsumsi, mengedarkan dan memproduksinya. Karena semua itu termasuk tindak kriminal yang layak diberlakukan sanksi ta’zir atasnya. Bentuk dan jenis sanksinya ditetapkan sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukan.

Sanksi bagi pelakunya bisa berupa diekspos di depan umum, dipenjara, dikenakan denda, dijilid, bahkan sampai dihukum mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahaya bagi masyarakat.

Keempat, meningkatkan aktivitas penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan Jihad oleh negara. Sehingga Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh alam bisa dirasakan.

Maka solusi mendasar dan menyeluruh terhadap masalah miras adalah dengan kembali kepada Islam dan menerapkan aturannya secara menyeluruh dalam kehidupan. Sekaligus mencampakkan sistem rusak dan merusak  demokrasi  kapitalis yang sedang diterapkan saat ini.

Penulis: Farah Sari, A.Md (Aktivitas Dakwah)

Editor: H5P

Komentar