Tuntut Keadilan Kematian Pegawai Bapas Baubau, Keluarga Desak Polisi Autopsi Jenazah

Kakak almarhumah Israwati, Yawaluddin (kiri) bersama kuasa hukummya Anselmus AR. Masiku (tengah) saat memberikan keterangan dihadapan awak media, Rabu, 31 Maret 2021. Foto: Madan

TEGAS.CO,. KENDARI – Penyebab kematian pegawai Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Kota Baubau, Israwati (30), masih menjadi misteri. Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menangani kasus ini belum juga menyimpulkan penyebab kematian ibu dua anak itu.

Keluarga pun mendesak polisi agar segera melakukan autopsi terhadap jenazah Israwati, sebab kematiannya diduga tidak wajar.

Iklan Pemkot Baubau

Anselmus AR. Masiku selaku kuasa hukum keluarga korban menilai pihak Polda Sultra bekerja lamban dalam menangani kasus kematian Israwati yang dianggap keluarga banyak kejanggalan.

“Korban meninggal pada 8 Oktober 2020, keluarga mengadukan laporan di Polda Sultra tanggal 12 November 2020 dengan dugaan tindak pidana pembunuhan. Hampir berjalan lima bulan kasus ini belum ada hasil,” kata Ansel saat dihadapan awak media, Rabu, 31 Maret 2021.

Ansel bilang, keluarga sudah mengajukan permintaan autopsi sejak 28 Desember 2020 lalu untuk mengetahui kematian Israwati. Sebab berdasarkan resume medis Israwati yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit (RS) Siloam Baubau, sebelum meninggal pasien Israwati mengalami perdarahan subdural, perdarahan intraventrikel, dan perdarahan subarachnoid.

Dikutip dari laman halodoc.com, pendarahan subdural atau hematoma subdural biasanya terjadi karena cedera kepala, baik dari kontak fisik olahraga, kecelakaan bermotor maupun terjatuh, terjadi hantaman atau benturan yang cukup kuat mengenai kepala, dan dapat membuat otak bergetar dan terbentur dinding tengkorak, sehingga terjadi perdarahan dalam. Sementara perdarahan intraventrikel bisa terjadi akibat trauma fisik, sedangkan perdarahan subarachnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak karena aneurisma, gangguan pembekuan darah atau cedera kepala berat.

Selain itu juga, kata Ansel, saat jenazah dimandikan, keluarga melihat sejumlah keganjilan pada tubuh Israwati. Dimana belakang telinga kanan dan bahu bagian kiri serta bagian lainnya mengalami lebam. Sehingga keluarga mencurigai sebelum dilarikan ke rumah sakit, Israwati diduga terlebih dahulu mendapat tindak kekerasan fisik.

“Nah dugaan itu butuh kepastian, apakah itu dugaan kekerasan atau ada penyebab lain. Dan untuk mengungkap kematian itu, kita tidak bisa hanya mengamati dari luar. Itu yang harus dilakukan adalah autopsi,” jelasnya.

Ansel juga mempertanyakan mengapa pihak Polda Sultra belum mengambulkan permintaan autopsi dari keluarga terhadap jenazah Israwati. Padahal dengan dilakukannya autopsi dapat mengetahui dan menentukan apakah Israwati meninggal wajar atau tidak wajar.

“Jadi penyidik Polda tidak melakukan autopsi atau berlama-lama dengan autopsi ini maka menjadi pertanyaan bagi kita selaku kuasa hukum, itu ada apa sebenarnya. Supaya tidak menjadi tanda tanya silahkan Polda Sultra melakukan autopsi, karena keluarga juga sudah mengiyakan,” pungkasnya.

Israwati menghembuskan napas terakhir di RS Siloam Baubau pada 8 Oktober 2020 lalu. Nyawanya tak tertolong setelah sepekan dirawat di ruang ICU. Jenazahnya kemudian dibawa ke rumah duka di Kelurahan Lalodati, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari. Namun, saat jenazah dimandikan, keluarga melihat sejumlah keganjilan pada tubuh almarhumah. Pada belakang telinga kanan dan bahu bagian kiri serta bagian lainnya mengalami lebam.

Atas kejanggalan-kejanggalan itu, kakak Israwati, Yawaluddin membuat laporan ke Polda Sultra atas dugaan tindak kekerasan yang menyebabkan kematian pada 12 November 2020 lalu. Dalam laporannya, Yawaluddin juga melampirkan foto-foto dugaan kekerasan fisik almarhumah Israwati

Laporan itu ditindaklanjuti oleh Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditrekreskrimum) dengan menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) pada 23 November 2020. Kemudian dalam prosesnya, Yawaluddin sudah dua kali diminta oleh penyidik untuk membuat surat permohonan autopsi untuk membongkar kuburan Israwati.

Sementara itu, Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Sultra Kompol Dolfi Kumaseh mengatakan, penyidik sudah dua kali melakukan gelar perkara atas dugaan kasus pembunuhan itu.

Dari hasil gelar perkara kedua penyelidikan dihentikan. Sehingga pihaknya sementara melengkapi berkas penghentian penyelidikan tersebut. Dengan dasar almarhum meninggal secara wajar.

“Dan itu berdasarkan keterangan dari dokter ahli yang memeriksa almarhumah pada saat di bawa di rumah sakit,” kata Dolfi saar dikonfirmasi, Senin, 29 Maret 2021.

Saat ditanya terkait permintaan keluarga korban agar Polda Sultra melakukan autopsi terhadap jenazah Israwati, Dolfi menyampaikan agar keluarga datang langsung ke Ditreskrimum.

Reporter : LRA11

Editor : YA

Komentar