Terkait Sengketa Lahan Eks Pasar Matakidi, Begini Penjelasan Kesbangpol Mubar

Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Mubar, La Ode Andi Muna, S.Sos, M.Si
Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Mubar, La Ode Andi Muna, S.Sos, M.Si

TEGAS.CO,. MUNA BARAT – Pencegahan dan penyelesaian konflik sosial akibat sengketa tanah eks pasar Matakidi antara pemerintah Kecamatan Barangka, desa Bungkolo dan beberapa warga desa dengan keluarga La Ode Oke bin La Ode Ntahe oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Muna Barat (Mubar) menemui jalan buntu tanpa penyelesaian.

Pihak-pihak yang berseteru saling bersikukuh dengan pendirian masing-masing, bahkan imbas dari perseteruan tersebut memicu dampak yang lebih besar, salah satunya di duga adanya pernyataan atau ujaran penghinaan dan merendahkan kehormatan serta martabat RAS atas sebuah identitas kedaerahan.

Sebelumnya telah diadakan dua kali rapat pertemuan, yaitu pada 5 dan 19 April 2021 dengan menghadirkan kedua belah pihak yang berselisih dengan disaksikan Kapolsek dan Danramil Lawa, tetapi hasilnya tidak menemukan kesepakatan bahkan pada dua pertemuan tersebut Camat Barangka tidak pernah hadir.

La Ode Oke dengan sejumlah saksinya mengklaim lahan tersebut milik orang tuanya yang sudah dikuasai sejak 1973. Pada 1974, Kades Barangka saat itu La Daese gelar Mieno Lawa datang meminta pinjam pakai untuk pasar sementara dan diberikan dengan kesepakatan hanya untuk pinjam pakai sebagai pasar sementara.

Namun selang waktu kemudian La Daese datang lagi meminta tanah untuk dipinjam pakaikan kepada dua orang warga, yaitu sebelah barat untuk La Panai dan sebelah timur diperuntukan untuk La Liwati (Diakui saksi dari anak La Panai).

Pada 2006 pasar Matakidi dipindahkan tempatnya diseberang jalan kurang lebih berhadapan. Setelah pemindahan tersebut La Ode Ntahe kembali memiliki dan menguasai dengan tetap membayar pajak sebagai kewajiban kepada negara melalui pemerintah desa. Namun pada 2020 mereka kaget setelah pemerintah desa Bungkolo mengklaim sebagai aset atau tanah milik desa.

Kades Bungkolo sendiri mengakui lahan tersebut merupakan milik desa yang diperoleh dari hibah Camat dan Kepala desa pada 2007, awalnya ia tidak mengetahui berhubung masih kepala desa baru.

Kapolsek dan Danramil Lawa meminta kedua belah pihak untuk melakukan musyawarah dan tetap menjaga Kamtibmas.

Yang lebih ironis, adanya ujaran warga tertentu yang melontarkan bahasa “Adjonomo La Odjehi Pata Mepandahaono Ghuluha (Memang sudah seperti itu para La Ode atau bangsawan yang tidak tahu aturan)” yang ditujukan kepada La Ode Oke. Tentu saja ucapan itu dianggap sebagai bentuk penghinaan/merendahkan kehormatan dan martabat terhadap RAS, dimana itu disaksikan oleh La Puhu, La Ode Ito, La Iwa dan kawan-kawan.

Menanggapi polemik tersebut Kepala Badan Kesbangpol Mubar, La Ode Andi Muna, S.Sos, M.Si menyampaikan, bahwa instansinya menjadi mediator dalam perselisihan itu dengan adanya permintaan dari warga masyarakat yang bertikai, melalui surat permohonan yang masuk pada 6 Maret 2021 dan memperhatikan konflik sosial yang akan terjadi.

“Upaya mediasi ini kita lakukan sebagai tugas dan fungsi pokok kami di Kesbangpol yang sudah sesuai aturan-aturan yang berlaku. Apalagi kami melihat dampak yang ditimbulkan dapat melahirkan sebuah konflik ditengah masyarakat. Jadi kami hadir untuk mencegah konflik itu supaya tidak merembes kemana-mana,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (28/4).

“Kami dalam melihat perselisihan ini tidak karena kepentingan atau kelompok tertentu tetapi karena ada aturan mengikat yang mengharuskan Kesbangpol untuk hadir dan menjadi juru damai dalam sebuah perselisihan, apalagi ini ada kaitannya dengan kemanan dan ketertiban masyarakat. Kami punya Bidang Penanganan Konflik dan Kewaspadaan Nasional jadi tidak ada yang keluar dari koridor Tugas dan Fungsi Pokok,”
sambungnya.

Kesbangpol, lanjutnya, telah meminta semua pihak untuk bermusyawarah, namun hasilnya menemui jalan buntu.

Ia juga menyebut bahwa, ada sejumlah pernyataan yang telah dilaporkan kepada Bupati Mubar serta pihak terkait sebagai untuk pertimbangan untuk proses penyelesaian masalah.

La Ode Andi Muna menjelaskan, bahwa berdasarkan keterangan dan informasi serta penjelasan yang dikumpulkan melahirkan sejumlah kesimpulan. Pihaknya sudah dua kali melakukan mediasi tetapi masih belum melahirkan solusi penyelesaian masalah.

“Pertikaian tersebut berpotensi menimbulkan konflik sosial ditengah masyarakat karena pernyataan yang merendahkan kehormatan dan martabat suatu Ras”, katanya.

Lebih jauh dijelaskannya, dengan mencermati dan menganalisa penjelasan kedua belah pihak yang bersengketa serta melihat kondisi sosial masyarakat, maka upaya mediasi tidak dapat memberikan solusi penyelesaian masalah.

“Pada rapat pertama, yaitu 5 April kami minta kedua belah pihak untuk menyerahkan bukti kepemilikan, dokumen pendukung serta dokumen hibah dalam waktu 2 x 24 jam sebagai bahan analisa dan verifikasi. Namun saat akan ditanda tangani keputusan rapat, Kades dan ketua BPD Bungkolo menolak walaupun kami meminta beberaoa kali”, terangnya.

“Kedua Rapat tanggal 19 April Pihak Camat Barangka, Kades dan Ketua BPD bungkolo tidak memenuhi undangan rapat. Tetap kami lanjutkan dengan sejumlah poin-poin untuk kami teruskan kejenjang yang lebih atas dalam hal ini Pak Bupati Mubar dan pihak kepolisian,” lanjutnya.

Atas dasar sebuah kesimpulan, pihaknya menyarankan kedua belah pihak untuk kiranya bersepakat agar tanah dengan luas kurang lebih 2 Ha (20.000 M2) dibagi dua, masing-masing 1 Ha. Dengan catatan pihak pemerintah kecamatan dan desa dapat mengembalikan biaya pajak bumi bangunan (PBB/SPPT) selama ini.

Kedua belah pihak agar melakukan langkah secara kekeluargaan untuk mencapai jalan damai. Pihak yang bersengketa agar senantiasa menjaga keamanan, ketentraman, ketertiban dan kenyamanan daerah serta kedamaian jangan sampai terjadi konflik ditengah-tengah masyarakat dan menjaga agar tidak melontarkan kalimat atau kata-kata yang bernuansa mengandung provokasi SARA. Apabila tidak mendapt titik temu maka diharapkan kepada masing-masing pihak agar menempuh atau mengambil penyelesaian jalur hukum (pengadilan).

Berdasarkan fakta, data dan informasi yang berhasil dikumpulkan, pihaknya mengeluarkan rekomendasi dengan beberapa catatan.

“Kami meminta pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Mubar dimohonkan agar kiranya dapat melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap kinerja Kepala Badan Kesbangpol, Camat Barangka, Kepala Desa Bungkolo, dan Ketua BPD Bungkolo sekiranya terdapat kesalahan atau pelanggaran dalam langkah mediasi penyelesaian konflik sengketa lahan Eks Pasar Matakidi”, harapnya.

“Kepada Pihak Kepolisian RI melalui Kapolres Muna agar dapat melakukan langkah penegakan atau proses hukum kepada pihak yang telah dengan sengaja menghalang-halangi langkah mediasi penyelesaian konflik sosial atau dengan sengaja melakukan perbuatan pemalsuan dokumen dan informasi, dengan sengaja melakukan perbuatan penghinaan, provokasi, ujaran kebencian dan/atau perbuatan merendahkan kehormatan dan martabat Pemda Kabupaten Mubar dan manusia baik di depan umum maupun melalui media sosial termasuk apabila terdapat adanya pelanggaran terhadapa UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik,” tutupnya.

FAISAL

Komentar