Bocornya Data Pribadi, Bukti Abainya Negara Melindungi Keamanan Privasi

Siti Juni Mastiah, SE (Anggota Menulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah)

TEGAS.CO.,NUSANTARA – Rasa tidak aman dan hilang kepercayaan kepada penguasa di negeri ini akan dialami oleh warga negara Indonesia. Hal ini terjadi terkait kasus dugaan kebocoran data 279 juta warga negara Indonesia, yang menunjukkan bahwa Indonesia belum serius untuk melindungi data pribadi warga negaranya.

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai, perlindungan data pribadi di Indonesia belum disikapi secara serius. Sebab kasus kebocoran data pribadi penduduk ini bukan yang pertama kali terjadi, karena sebelumnya sudah muncul isu kebocoran data pasien covid. (kompas.com, 21/05/2021)

Sangat disayangkan, kebocoran data pribadi seharusnya ditangani dengan serius, karena merupakan persoalan yang mengkhawatirkan menyangkut data sensitif. Jika benar terjadi kebocoran, berarti data sensitif dan data penting dari warga Indonesia dengan mudahnya jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Bocornya data 279 penduduk Indonesia itu, dikabarkan di jual di situs surface web raid forum. Situs tersebut dapat diakses siapa saja dengan mudah karena bukan merupakan situs gelap atau rahasia (deep web). Ratusan data itu dijual oleh seorang anggota forum dengan akun “Kotz”.

Dalam keterangannya, Kotz menuturkan bahwa data tersebut berisi NIK, nomor ponsel, email, alamat, dan gaji. Data itu termasuk data penduduk Indonesia yang telah meninggal dunia. Unggahan itu juga menyebutkan bahwa data tersebut bersumber dari BPJS Kesehatan.

Rentannya dunia digital Indonesia terhadap peretasan tentu mengkhawatirkan. Sebab kebocoran data berpotensi disalahgunakan untuk tindak kejahatan seperti penipuan, pemalsuan, serta kejahatan digital lainnya.

Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kominfo, Mariam F Barata menjelaskan kebocoran data akibat serangan siber, human error, out sourching data ke pihak ketiga, unsur kesengajaan orang dalam, kegagalan sistem, rendahnya awareness, dan ketidakpedulian dengan kewajiban regulasi.

Ada yang mengatakan kebocoran data tanggung jawab Kemenkominfo karena keluhan tersebut banyak dilayangkan ke sana. Namun pihak Kemenkominfo mengatakan sebaliknya. Menurut mereka, keamanan data digital adalah kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara. Pernyataan tersebut membuktikan pihak yang berkewajiban saling lempar tanggung jawab. Lalu manakah yang benar ? Rakyat dibuat menjadi bingung.

Kebocoran data yang berulang kali tentu merugikan warga. Selain dari kebobolan data kependudukan seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat, nomor telepon hingga email, juga memberi ancaman yang berpotensi terjadinya scam dan phising.

Scam adalah tindakan penipuan dengan berusaha meyakinkan pengguna, misal memberitahu pengguna jika mereka memenangkan hadiah yang akan didapat jika memberikan sejumlah uang tertentu. Sementara phising adalah teknik penipuan yang memancing pengguna, misal untuk memberikan data pribadi mereka tanpa disadari dengan mengarahkan mereka ke situs palsu. (Solopos, 21/05/2021)

Diantara bahaya yang terjadi bila data pribadi bocor, antara lain sebagai berikut :

  1. Bongkar password. Biasanya password yang dipakai adalah tanggal lahir pemilik akun. Jika peretas mengetahuinya, mudah saja bagi mereka untuk membajak dan membobol akun korban.
  2. Dibuat untuk mengakses pinjaman online. Sering kali kita baru sadar menjadi korban setelah muncul tagihan.
  3. Profil ling untuk target politik atau iklan di media sosial.
  4. Bobol layanan keuangan.
  5. Telemarketing.

 

Betapa masyarakat butuh tata kelola dunia digital yang baik. Negara bertanggung jawab penuh melindungi dan menjaga data pribadi warga negaranya. Negara juga harus memastikan jaminan keamanan data warganya agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu. Sebab melindungi data privasi warga negara adalah kewajiban negara. Sehingga tugas antar lembaga yang bersangkutan saling bersinergi, bukan malah tumpang tindih dan saling lempar tanggung jawab.

Kasus ini mendesak untuk membuat RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Anggota DPR Komisi I Sukamta meminta pemerintah segera menginvestigasi kasus dan mengambil langkah mitigasi agar data yang bocor segera disetop dan dimusnahkan.

Memang benar, salah satu langkah untuk melindungi data warga negara dengan membuat aturan penetapan undang-undang. Hanya saja ketika kita berada dalam sistem kehidupan saat ini, fenomena fakta yang terjadi adalah pelanggaran terhadap aturan yang dibuat. Semua akibat penerapan sekuler kapitalis yang menjadi paradigma kepemimpinan saat ini. Dimana tolak ukur materi dan meraup keuntungan yang paling di kedepankan, sekalipun menghalalkan segala cara.

Maka kepemimpinan Shohih yang sangat dibutuhkan saat ini oleh masyarakat. Dan itu hanya ada dalam sistem pemerintahan Islam. Negara akan bertanggung jawab penuh menjamin keamanan dan kenyamanan warganya termasuk dalam hal melindungi data pribadinya.

Secara praktis, negara dalam Islam akan mengerahkan infrastruktur dan instrumen terkait yang menunjang pelaksanaan keamanan data pribadi setiap warga. Ditambah dengan mengerahkan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dibidang teknologi dan informasi.

Perlindungan data pribadi haruslah memiliki prinsip sebagai berikut :

1.)          Proaktif bukan reaktif. Artinya negara fokus pada antisipasi dan pencegahan, bukan baru bergerak pada saat muncul masalah.

2.)          Mengutamakan perlindungan data pribadi warga. Negara harus memastikan data pribadi warga benar-benar terjaga keamanannya secara maksimal dalam sistem IT yang hebat.

3.)          Perlindungan yang diintegrasikan ke dalam desain teknologi secara holistik dan komprehensif, regulasi dan sinergis antar lembaga untuk saling menyempurnakan bukan saling menyalahkan.

4.)          Sistem keamanan total. Seluruh lembaga informasi harus bersinergi dengan baik, yakni melakukan tugas pokoknya dan fungsinya dengan jelas. Tidak adanya aturan yang tumpang tindih atau bertentangan antara satu dengan yang lainnya.

Sehingga dengan infrastruktur, instrumen hukum, serta tata kelola yang terintegrasi dengan baik maka keamanan data pribadi warga akan terjamin. Dengan demikian negara akan menjadi power full dalam mengurusi keamanan rakyatnya tanpa harus melibatkan pihak luar, yakni swasta maupun asing untuk menangani keamanan data pribadi penduduknya.

Inilah tugas dan wewenang negara sesungguhnya, yang hanya bisa direalisasikan dengan penerapan Islam secara Kaffah atau menyeluruh. Wallahu a’alam bishowab.

 

Penulis: Siti Juni Mastiah, SE (Anggota Menulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah)

Editor: H5P

 

Komentar