Kejahatan Seksual Pada Anak, Tontonan atau Tuntunan

Juwita Rasnur Ummu Kariim, S.T. (Pemerhati Sosial)
Juwita Rasnur Ummu Kariim, S.T. (Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Anak-anak yang polos kini dalam bahaya setelah bayang-bayang kejahatan seksual terus mengintai mereka. Belum lama ini, Satuan Bakti Pekerja Sosial Perlindungan Anak Kementerian Sosial wilayah Konawe Selatan (Konsel) mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2021, sudah menangani 35 kasus. Angka ini sangat tinggi dibandingkan 2020 lalu. Dimana, tahun lalu hanya 25 kasus yang menyasar anak-anak. (Telisik.id, 04/Juni/2021).

Lebih jauh dikatakan, bahwa motif pelaku ada yang sama-sama suka, ada bujuk rayu, ada juga modus kenalan melalui media sosial. Kemudian diajak ketemuan lalu melakukan pemerkosaan. Kasus pelaku ada yang di bawah umur dan dewasa. korbannya ada anak usia SD, SMP dan SMA. Untuk menangani kasus ini upaya pencegahan terus dilakukan dengan penyuluhan dan sosialisasi, menggalakan pendidikan bahaya kejahatan seksual di lingkungan masyarakat yang masih dianggap tabu.

Iklan KPU Sultra

Cukup mencengangkan melihat berita ini. Bagaimana tidak, jika anak-anak harusnya menikmati masa kanak-kanak mereka dengan penuh kebahagiaan, kini harus dihantui bayang-bayang kejahatan seksual.

Namun demikian pemerintah telah berupaya untuk mengatasi hal ini. Hal itu terlihat dari antusiasme pemerintah. Presiden telah mensahkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 pada 7 Desember 2020 yang mengatur mengenai tata cara kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Di sisi lain pemerintah juga melakukan upaya preventif dengan menggalakan penyuluhan dan sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat termasuk pada di tingkat sekolah.

Namun seakan upaya ini tidak kunjung memberangus kejahatan seksual pada anak. Para pelaku memilih anak-anak sebagai korban karena mereka masih lemah dan gampang diiming-imingi. Kekerasan seksual pada anak memang bisa terjadi karena banyak faktor, salah satunya adalah anak berpotensi menjadi korban kekerasan, dan faktor berikutnya adalah ada anak atau orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan. Hal ini bisa terjadi akibat pengaruh atau meniru perilaku dari orang tua, tayangan televisi, dan film.

Tayangan televisi dan film (red: tontonan) bukan semata-mata menjadi peran individu untuk menyaring mana yang boleh ditonton dan mana yang tidak. Tapi tak terlepas pula dari peran negara untuk menjaga dan mencegah dari konten tidak senonoh. Ditambah lagi, keberadaan internet saat ini, semakin memudahkan untuk mengakses tontonan apa saja termasuk konten tidak senonoh.

Tontonan saat ini seolah menjadi tuntunan. konten yang ditonton seakan menjadi panduan dalam melakukan suatu perbuatan. sehingga konten tontonan seperti dua sisi mata uang. Bisa berdampak positif dan bisa berdampak negatif.

Saat ini tontonan yang hadir di tengah-tengah masyarakat seperti sinetron, FTV dan film, sebagian besar tidak lepas dari propaganda pacaran yang merupakan perilaku liberal, bahkan bisa menjadi celah kekerasan seksual pada anak.

Padahal jika pemerintah menaruh perhatian yang sungguh-sungguh, memberantas kekerasan seksual pada anak bukanlah hal mustahil. Contohnya, terlihat ketika pemerintah serius dalam menangani isu radikalisme maka konten-konten yang dianggap mengandung isu radikalisme ini di-banded- oleh pemerintah. Seharusnya hal sama juga bisa diberlakukan pada konten-konten dan tontonan yang memberikan pengaruh pada perilaku tidak senonoh, dan menggantinya dengan menghadirkan konten dan tontonan yang positif, mengedukasi dan menumbuhkan serta menghadirkan ketakwaan di tengah-tengah masyarakat.

Sepertinya saat ini pemerintah seakan kehilangan peran dalam mengawasi konten tanyangan televisi, film dan internet atas nama karya seni dan kebebasan berprilaku yang merupakan salah satu tiang demokrasi dalam kehidupan kapitalis sekuler.

Islam adalah agama yang mengatur seluruh lini kehidupan manusia, termasuk bagaimana negara mengurusi urusan umat dalam hal ini negara Islam mencegah konten dan tanyangan televisi serta film atau informasi yang mengarah pada hal-hal yang menjerumuskan pada dosa.

Strategi pengaturan informasi dalam islam dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Juga dalam rangka membangun masyarakat Islami yang kuat dan selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah SWT serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat Islam tersebut.

Di dalam masyarakat Islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak, juga ruang bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat Islami yang akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan dan memurnikan serta menjelaskan kebaikannya dan senantiasa memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wallhu A’lam bishshawab

Penulis : Juwita Rasnur Ummu Kariim, S.T. (Pemerhati Sosial)

Editor : YUSRIF

Komentar