TEGAS.CO,. BAUBAU – Kepolisian Sektor (Polsek) Murhum bersama LBH HAMI Baubau melakukan upaya Restorative Justice terhadap perkara tindak pidana penganiayaan dengan laporan polisi nomor :LP /12 /V/2021/Res.Baubau/sek Murhum tanggal 10 Mei 2021 lalu.
Penganiayaan secara bersama-sama yang terjadi pada 8 Mei 2021 lalu tersebut sebelumnya telah berproses, namun kemudian para pihak berhasil dimediasi dan pada Selasa (22/6/21) para pihak sepakat untuk berdamai dengan membuat surat pernyataan.
Disaksikan Perwakilan Kelurahan Sulaa Babinkamtibmas Sulaa Marsoni, Kapolsek Murhum Ipda Helga Deatama S.Tr.K yang diwakili Kanit Reskrim Polsek Murhum Bripka Supriadi Beni dan Perwakilan LBH HAMI Baubau selaku kuasa hukum korban Adv.Wahyu Saputra S.H bersama partner serta para pelaku kemudian dilakukan kesepakatan bersama sebagai bentuk pernyataan pelaku untuk tidak melakukan tindakan yang sama dikemudian hari.
Dalam kesempatan itu, Kapolsek Murhum mengungkapkan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi, dan tersangka, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan.
“Kami dari pihak kepolisian sesuai instruksi Kapolri, untuk mengedepankan Restorative Justice dalam menyelesaikan tindak pindana”, ungkapnya.
“Kedua belah pihak masih keluarga dekat serta dari pihak keluarga tersangka memberikan santunan pengobatan terhadap korban”, ucapnya menambahkan.
Ditempat yang sama, kuasa hukum korban, Wahyu Saputra, SH menjelaskan penerapan Restorative Justice terhadap penyelesaian kasus tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 351 Ayat (1) Jo pasal 55,56 KUHPidana Jo Pasal 352 KUHP di wilayah Polsek Murhum dinilai cukup efektif (berdayaguna) dan efisien, yang mana di mungkinkan untuk perkara seperti ini di lakukan penyelesaian di luar pengadilan.
“Apalagi di kasus ini antara korban dan pelaku masih ada hubungan kekeluargaan yang sangat dekat makanya dengan adanya Perkap Polri No 19 tahun 2019 tersebut cukup membantu agar masalah seperti ini diselesaikan secara kekeluargaan dengan jalur mediasi”, jelasnya.
Sehingga, kata Wahyu, hal tersebut tidak perlu sampai ke ranah persidangan dalam hal membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakat unyuk menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana ringan.
“Menempatkan pelaku, korban, dan masyarakat sebagai ”stakeholders” yang bekerja bersama dan langsung berusaha menemukan penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak (win-win solutions)”, lanjutnya menjelaskan.
Ia juga menyebut, solusi terbaik adalah adalah dengan mendorong menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana dengan cara-cara yang lebih informal dan personal, daripada penyelesaian dengan ber-acara yang formal (kaku) dan impersonal.
“Memprevensi pelaku penganiayaan untuk tidak mengulangi perbuatannya dan senantiasa menjalin hubungan personal dan sosial dengan korban secara damai adalah langkah terbaik”, terangnya.
“Selain itu, juga bersesuaian dengan teori hukum progresif yang menegaskan bahwa hukum itu sejatinya untuk manusia, bukan sebaliknya manusia untuk hukum”, katanya menutup.
JSR / YA
Komentar