Aroma Kolusi Gaji PNS dalam Birokrasi?

Yusriani Rini Lapeo, S.Pd, (Anggota Muslimah Media Jakarta dan Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO.,NUSANTARA – Apa kabar negeri suka-suka. Sering dengar kata PNS kan? Iya singkatan dari Pegawai Negeri Sipil, atau yang saat ini kita kenal dengan sebutan aparatur sipil negara. Siapa sih yang tidak mau menjadi bagian dari abdi Negara?

Dengar-dengar hampir ada 100 ribu PNS misterius yang baru diketahui oleh oknum tertentu, wow. Salah satu media mensinyalir adanya data hampir 100 ribu PNS fiktif, tak tanggung-tanggung rugikan negara.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ikut mengomentari temuan Badan Kepegawaian Negara soal 97.000 data pegawai negeri sipil atau PNS misterius. BKN menyebut pemerintah tetap membayar gaji untuk nama-nama PNS di data tersebut, namun orangnya tidak ada.

“Saya percaya,” cuit Susi dalam akun @susipudjiastuti menanggapi berita mengenai temuan tersebut, Senin 24 Mei 2021. Cuitan Susi itu diretweet oleh 147 warganet dan disukai 620 warga net. Cuitan itu juga menuai komentar warga net yang mempertanyakan adanya data PNS fiktif tersebut. (Tempo.co, Selasa, 25/5/21)

Kecerobohan yang kerap kali dilakukan oknum tertentu sebenarnya bukan tanpa disengaja, semua sudah terstruktur karena memasukkan hampir 100 ribu data PNS fiktif itu bukan perkara yang mudah.

Wajar saja jika ada praduga adanya praktik-praktik kolusi dengan birokrasi yang memanfaatkan sistem saat ini. Padahal ada berapa ribu manusia yang berbondong-bondong mendaftarkan dirinya untuk menjadi calon abdi negara. Mereka bukannya bodoh dan tidak punya talenta, justru kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang pintar.

Belum lagi para guru honorer yang sudah bertahun-tahun menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, tak kunjung terangkat juga, padahal mereka bekerja secara real dan lebih berpengalaman di bidangnya, tapi sayang sistem kapitalis hanya dapat memberi harapan palsu.

Pemufakatan jahat yang dilakukan secara bersama-sama dengan tujuan meraup keuntungan, tindakan ini tentu saja tidak dibenarkan dan sudah masuk ke dalam kategori tindak pidana sehingga siapa saja yang tertangkap tangan melakukannya harus diproses secara hukum.

Biasanya hal ini dilakukan oleh broker nakal, kolusi jenis ini umumnya berkaitan dengan pengadaan barang atau jasa, di mana proses tersebut yang selayaknya dapat dilakukan dengan mekanisme Government to Government atau Government to Producer, harus terlebih dahulu ‘melewati’ seorang perantara yang hendak mengambil keuntungan. Perantara atau broker ini pun biasanya terdiri dari oknum-oknum yang memiliki jabatan atau wewenang tertentu di lembaga Pemerintahan atau perusahaan yang terlibat.

Dalam pandangan demokrasi, selain menghambat pertumbuhan ekonomi,  kolusi juga menghambat pengembangan sistem pemerintahan demokratis. Kolusi memupuk tradisi yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan demikian kolusi semacam ini menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik.

Lagi-lagi sistem saat ini menunjukkan kelemahannya dalam mengelola sistem politik dan ekonomi negara. Sebagai contoh lainnya, lihat saja berapa banyak kasus korupsi setiap tahunnya, ada berapa triliun uang negara yang habis dirampok.

Ini menunjukkan adanya kelalaian yang disengaja oleh tangan-tangan tertentu, sistem saat ini pun yang berlaku di negara demokrasi takkan mampu memberikan efek jerah bagi para pelaku korupsi dan kolusi, bahkan akan terus menjamur dan melekat kepada para pelaku yang kebal hukum. Akibatnya negara akan terus-terusan membayar SDM tanpa memberi kontribusi kerja.

Islam Memandang

Islam menetapkan mekanisme rekrutmen dan pembinaan pegawai negara sesuai profesionalitas dan mereka digaji karena kinerjanya, bukan hanya karena ada datanya. Hak-hak pegawai dilindungi Khilafah yang  tentunya bekerja sesuai dengan bidangnya.

Mekanisme kepegawaian dalam Islam seluruh pegawai yang bekerja pada sistem pemerintahan Khilafah diatur sepenuhnya di bawah hukum-hukum ijarah (kontrak kerja). Mereka mendapatkan perlakuan adil sejalan dengan hukum syariat.

Dalam rekrutmen kepegawaian pun, deskripsi dan pembagian tugas, serta pemaparan hak dan kewajiban, telah tergambar jelas pada setiap pegawai negara. Hak-hak mereka sebagai pekerja dipenuhi dan dilindungi Khilafah.

Dalam Khilafah, pasti seluruh rakyat akan merasakan kesejahteraan, karena seluruh pegawai Khilafah bekerja tidak sekadar karena mendapatkan gaji, melainkan mereka bekerja melayani urusan rakyat karena dorongan keimanan, bagian dari ibadah pada Allah Swt.

Hal ini karena mereka sadar akan sabda Nabi saw., “Siapa saja yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim, maka Allah makan menghilangkan salah satu kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di Hari Kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dengan ini,  tidak akan ada peluang bagi siapa pun yang bekerja sebagai pegawai Khilafah  untuk melakukan kecurangan serta penipuan yang dilakukan oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.

Selain itu pula, ada kontrol dan evaluasi ketat yang dilakukan setiap kepala pada masing-masing jurusan. Semua terpusat dalam kendali Khalifah. Khalifah tak akan segan-segan memecat siapapun dari pegawai negara yang melanggar aturan serta menyusahkan urusan rakyatnya. (Muslimahnesw.com)

Khalifah pun tak ragu memberikan gaji dan tunjangan yang menyejahterakan para pegawai negara. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, misalnya, menggaji pegawai negaranya sebesar 300 dinar.

Saat beliau ditanya mengapa begitu besar menggaji pegawainya, ia menjawab, “Aku ingin membuat mereka kaya dan menghindarkan mereka dari pengkhianatan.” (Abdullah bin Abdul Hakam, Biografi Umar bin Abdul Aziz)

Wallahu ‘alam

 

Penulis: Yusriani Rini Lapeo, S.Pd, (Anggota Muslimah Media Jakarta dan Pemerhati Sosial)

Editor: H5P

 

Komentar