TEGAS.CO,. MUNA – Perkara dugaan tindak pidana persetubuhan dan atau perbuatan cabul terhadap anak yang dipersangkakan terhadap LR (40) yang terjadi pada, Jumat (27/11/2020) di Kecamatan Parigi Kabupaten Muna menuai protes dari Pendamping Hukum (PH) tersangka. Kasus tersebut berdasarkan surat dari Kejaksaan Negeri Muna terkait surat perintah penahanan tingkat penuntutan. Pada kasus tersebut PH menilai pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Muna telah merampas kemerdekaan terhadap kliennya.
Kasus yang menimpa LR sesuai prosedur telah masuk ke tahap P-21 masih belum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Raha hingga berakhirnya perintah penahanan.
Farlin SH selaku PH LR menyampaikan, perintah penahanan yang telah diterbitkan oleh pihak Kejari Muna dinilai aneh karena hingga saat ini belum ada pelimpahan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke PN Raha.
“Klien kami berdasarkan surat Kejari Muna mulai ditahan terhitung selama 20 hari mula 10 Juni 2021 telah berakhir 29 Juni 2021 pukul 00.00 wita kemarin. Anehnya sampai saat ini masih ditahan di Polres Muna dengan status penahanan tapi tidak dilindungi dengan Undang-Undang (UU),” ujarnya pada awak media di Pelataran PN Raha, Rabu sore (30/6).
“Seharusnya jika telah P-21 berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan dan masuk di tahanan pengadilan kami seharusnya diberikan surat dakwaan. Nyatanya sampai hari ini kami belum dikabari dan menerima,” sambungnya
“Penahan klien kami ini tidak jelas dan tentu saja cacat secara hukum,” terangnya.
Farlin menambahkan hasil pengecekan kliennya belum ada di Rutan Kelas IIB Raha, kemudian di PN Raha berkasnya belum dilimpahkan. Ia melihat telah terjadi pelanggaran KUHP oleh pihak Kejari Muna, sehingga berupaya untuk memperjuangkan kliennya sampai bebas demi hukum.
“Dakwaan yang akan terbit nantinya kami yakin bakal cacat dimata hukum. Begitu pula surat perintah penahanan tingkat penuntutan (T-7) kami nilai cacat secara hukum,” katanya.
Farlin melanjutkan penempatan penahanan kliennya ada yang ganjal dan tidak jelas. Dalam surat T-7 menyebutkan penahanan kliennya di Rutan Resor Muna.
“Tidak ada itu Rutan Resor Muna, tolong tunjukan jikalau itu ada. Seharunya Kejari Muna menyampaikan di Rutan Polres Muna atau Rutan Kelas IIB Raha. Ini kan kesalahan fatal. Oleh karena itu kami akan terus berjuang hingga klien kami bebas demi keadilan hukum,” bebernya.
Ditempat yang sama, PH LR lainnya, Dirk Willem Jonas SH mengatakan, kliennya ditahan dengan status tidak dilindungi UU sehingga dengan nyata terjadi perampasan kemerdekaan.
“Status penahanan tidak jelas, secara fisik masih tahanan kejaksaan tapi secara prosedural menyalahi ketentuan KUHP,” ujarnya.
“Ada pelanggaran terhadap pasal 333 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disini dimana telah terjadi perampasan kemerdekaan seseorang,” sambungnya.
“Klien kami sudah tahap P-21 itu artinya secara formiil dan materiil sudah lengkap dan tak perlu lagi adanya perpanjangan penahanan,” tegasnya.
Ia menilai jika perpanjangan dilakukan seharusnya ada kepentingan pemeriksaan tapi kenyataannya pemeriksaan sudah tidak ada karena sudah tahap P-21.
“Ini tidak logis. Harusnya berkas sudah di pengadilan, tapi saat kita tanyakan ternyata belum ada. Ini secara nyata telah terjadi pelanggaran,” ungkapnya.
Menurut Dirk Willem dalam pelaksanaan pelimpahan, seminggu sebelum berakhir perintah penahanan, dan paling lambat tiga hari sebelum berakhirnya perintah penahanan
“UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana telah mengatur. Aturan inilah membuat kami menganggap status penahanan cacat hukum dan harus bebas demi keadilan hukum juga,” ujarnya.
Dirk juga mengatakan jika P-21 telah terbit, maka seyogyanya JPU menyiapkan surat dakwaan untuk disidangkan di pengadilan sehingga tidak perlu lagi perpanjangan penahanan.
“Seharusnya sekarang JPU telah menyerahkan BB dan tersangka ke PN Raha. Bukan menahan dengan tak berdasar”. Tutup Dirk Willem mantan JPU di Kejari Muna itu
Kepala Kejaksaan Negeri Muna, Agustinus Baka Tangdililing melalui Kepala Seksi Intelijen, Arif Andiono menyampaikan bahwa jika penahanan dianggap tidak sah, silahkan gunakan instrumen hukum.
“Sampaikan apabila penahanan dianggap tidak sah, gunakan instrumen hukum “pra peradilan ttg sah tidaknya penahanan”, ujarnya via pesan singkat WhatsApp
FAISAL / YA
Komentar