Perusahaan dan Korban PHK Melapor ke Dinas Tenaga Kerja Kendari

Hasria S.Pd
(Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Indonesia mengkonfirmasi kasus pertama infeksi virus corona atau Covid-19 pada awal Maret 2020. Sejak itu, berbagai upaya penanggulangan dilakukan pemerintah untuk meredam dampak dari pandemi Covid-19 di berbagai sektor. Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan. Sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus corona. Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berimbas pada perekonomian.

Kinerja ekonomi yang melemah ini turut pula berdampak pada situasi ketenagakerjaan di Indonesia. SMERU Research Institute, lembaga independen yang melakukan penelitian dan kajian publik, pada Agustus 2020 merilis catatan kebijakan mereka yang berjudul “Mengantisipasi Potensi Dampak Krisis Akibat Pandemi COVID-19 terhadap Sektor Ketenagakerjaan”.

Dalam catatan itu, tim riset SMERU menggarisbawahi setidaknya ada dua implikasi krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada sektor ketenagakerjaan. Pertama, peningkatan jumlah pengangguran, dan kedua, perubahan lanskap pasar tenaga kerja pasca-krisis. Pengangguran meningkat Terhambatnya aktivitas perekonomian secara otomatis membuat pelaku usaha melakukan efisiensi untuk menekan kerugian, Akibatnya, banyak pekerja yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan (PHK).

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya. Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini. Rinciannya, 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. Sementara itu, jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal adalah sebanyak 34.453 perusahaan dan 189.452 orang pekerja. Namun, dalam catatan kebijakannya, tim riset SMERU menyebut bahwa angka ini belum menggambarkan tingkat pengangguran secara keseluruhan karena belum memasukkan pengangguran dari sektor informal dan angkatan kerja baru yang masih menganggur.

Perusahaan besar seperti Ramayana pun terkena imbas dari pandemi , PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS)  pihak manajemen melakukan PHK kepada 421 karyawannya sejak Januari 2020 hingga Juni 2020. Sementara, sebanyak 2.100 karyawan mengalami pemotongan gaji dan penyesuaian jam kerja (https://www.cnnindonesia.com/daftar-perusahaan-yang-phk-karyawan-gegara-covid-19/2021). Selain itu juga toko swalan Giant yang memiliki banyak cabang di Indonesia juga melakukan PHK kepada karyawannya, lini usaha dari PT Hero Supermarket Tbk itu menutup seluruh gerai Giant mulai Juli 2021 lalu total gerai yang ditutup sebanyak 395 gerai diperkirakan 7.000 karyawan Giant akan kena PHK (https://finance.detik.com/7000-pegawai-giant-terancam-phk/2021).

Dikendari sendiri ibukota dari Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pembinaan Industri dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra, Muhammad Amir Taslim pada 17 April 2020 silam, tercatat 1.018 yang di rumahkan dan 42 orang di-PHK. Rata-rata dari sektor perhotelan dan rumah makan total perusahaan yang mengambil tindakan merumahkan karyawannya, yakni Kota Kendari 23 perusahaan, Kabupaten Wakatobi 11 perusahaan, Kolaka 1 perusahaan, dan Konawe Utara 1 perusahaan (https://news.detik.com/lebih-dari-1000-pekerja-di-sultra-dirumahkan/2020)
Ditahun 2021 ini kembali sekitar tujuh perusahaan telah mengadukan nasib karyawannya kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Kendari, juga telah menerima laporan karyawan yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kepala Bidang PHI dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Kendari, Susianti Hafid mengatakan, sampai saat ini sekira ada tujuh perusahaan telah melapor kepada instansinya. (https://telisik.id/7-perusahaan-dan-korban-phk-melapor-ke-dinas-tenaga-kerja-kendari/2021).

Terjadinya PHK bukannya tanpa sebab, Covid 19 memang tidak hanya berdampak pada kesehatan tapi juga kepada sisi yang mempengaruhi ekonomi, dalam sektor perdagangan pandemi ini mempengaruhi ekspor dan impor, bahan baku dan barang modal. Produksi turun, barang menjadi langka dan harga barang terus meningkat sehingga terjadi inflasi. Kenaikan harga barang yang disertai penghasilan yang menurun merupakan kondisi fatal bagi daya beli masyarakat Indonesia. Penurunan daya beli ini akbat  kepanikan yang timbul terhadap gejala buruk dari Covid 19 sendiri, sehingga para konsumen banyak mengurangi aktivitas diluar rumah. Dipihak produsen sendiri pasokan bahan yang mereka perlukan mengalami kenaikan sehingga harga jual terpaksa dinaikan.  Ini juga yang mempengaruhi daya beli pihak konsumen. Sehingga berbuntut pada merosotnya omzet perusahaan akibat kondisi COVID-19 ditambah diterapkannya PPKM Mikro.

Pemerintah Indonesia lebih memprioritaskan penyelesaian efek ikutan dari pandemi ini ketimbang pencegahan penularan Covid itu padahal Covid 19 yang telah ikut mempengaruhi krisis ekonomi negara Indonesia. ini akibat dari tidak adanya langkah tegas untuk melakukan penguncian (lockdown) di saat kasus terus meningkat pesat . Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan bahwa Komite penanganan covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) yang dipimpin oeh  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian  Airlangga Hartarto tidak berhasil menangani pandemi covid-19 melainkan hanya fokus pada pemulihan ekonomi.Padahal kata Pandu ,ekonomi tidak akan pulih jika pandemi covid tidak selesai.
Peran negara dalam sistem islam
Siapa pun paham, wabah tak akan mengglobal jika sejak awal si sakit segera diisolasi. Begitu pun dengan pintu-pintu penyebarannya, baik di negara atau wilayah asal maupun di wilayah penularan, semuanya juga harus segera dikunci.Strategi mengunci ini dalam Islam justru merupakan tuntunan syar’i. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasukinya, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu ada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).

Hanya saja, bersamaan dengan proses ini, negara tentu wajib men-support segala hal yang dibutuhkan agar wabah segera dieliminasi. Mulai dari dukungan logistik, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, obat-obatan, alat test, vaksin, dan lain-lain. Bahkan negara wajib memastikan kebutuhan masyarakat selama wabah tetap tercukupi. Negara atau penguasa tak boleh membiarkan masyarakat menantang bahaya hanya karena alasan ekonomi. Di sinilah negara akan mengelola sumber-sumber keuangan yang ada, termasuk harta milik umum di kas negara untuk memenuhi hajat hidup masyarakat, khususnya mereka yang terdampak agar kesehatan mereka terjaga dan imunitasnya tinggi. Tentu tanpa iming-iming syarat atau prosedural yang memberatkan. Dan ini semua, lagi-lagi niscaya. Karena negara global Islam ini merangkum seluruh sumber daya yang ada di berbagai wilayah dunia, termasuk kekayaan alam yang jumlahnya sangat luar biasa.

Seorang kepala negara dalam sistem politik dan ekonomi islam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat,sebagaimana sabda rasulullah SAW. “ Imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengaur urusan (rakyat) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Demikianlah gambaran singkat sistem Islam dalam mengatasi pandemi. Tampak solusi Islam adalah solusi hakiki yang justru sangat dibutuhkan hari ini. Hal ini sejalan dengan hakikat syariat Islam sebagai solusi kehidupan. Yang hanya mungkin diimplementasikan dalam sistem politik global bernama Khilafah Islamiyah. Bukan yang lain. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman. Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.” (TQS Al-Anfal: 24).

Wallahu A’lam

Penulis : Hasria S.Pd (Pemerhati Sosial)

Editor/Publisher : YUSRIF

Komentar