Tahun Kesedihan, Tanda Ujian

Yusriani Rini Lapeo, S. Pd
(Anggota Media Muslimah Jakarta dan Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Hai sobat, apa kabarmu hari ini? Semoga Allah selalu menjagaku, menjagamu, menjaganya, dan menjaga kita semua, aamiin.

Sebagai warga yang berdomisili di Jakarta, tentunya tidak terlepas dari kepadatan penduduk setiap waktunya, tatkala di masa setelah pandemi melanda seluruh dunia khususnya di Indonesia.

Iklan KPU Sultra

Bisa kita lihat, hampir setiap harinya TPU (tempat pemakaman umum) selalu dipadati dengan jasad manusia. Iring-iringan warga pengantar jenazah selalu kita temukan tumpah ruah di tepi jalan.

Pernah sekali waktu saya berhenti di jembatan penyeberangan hanya untuk memperhatikan jalur khusus di jalan tol, dan itu nyata.

Kalau dulu kita sering mendengar angka kelahiran lebih banyak daripada angka kematian, maka sekarang justru sebaliknya.

Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag) per 7 Juli 2021, sejauh ini terdapat 605 orang kiai dan ulama yang meninggal dunia akibat Covid-19, dan sudah termasuk pengasuh pesantren di dalamnya.

Bukan hanya itu saja, bahkan sudah ada cendekiawan dan ilmuwan Indonesia yang meninggal dunia.

Sebagai muslim yang mencintai saudaranya dan ukhuwah karena Allah, pasti akan merasa kehilangan para Guru, Ulama dan Kiai yang telah menjadi panutannya.

Nabi SAW bersabda, “Aku tidak melarang orang berduka cita, tapi yang aku larang menangis dengan suara keras. Apa yang kamu lihat dalam diriku sekarang adalah pengaruh cinta kasih di dalam hati. Orang yang tiada menunjukkan kasih sayang, maka orang lain pun tidak akan menunjukkan kasih sayang kepadanya.”

Sabda tersebut menunjukkan bahwa kita sah-sah saja menangis karena kehilangan saudara atau keluarga yang kita cintai. Tidak ada larangan bagi kita dalam perkara tersebut, ini semata karena rasa cinta dan sayang kita terhadap orang-orang yang kita sayangi, selagi tidak melanggar hukum Islam.

Tidak jarang air mata jatuh membasahi pipi, menyayangkan para guru-guru kita yang telah menghadap sang ilahi terlebih dahulu. Padahal kita masih sangat membutuhkan mereka dan ilmu mereka, untuk menggurui kita yang masih fakir ilmu.

Bayangkan hampir setiap membuka medsos, setiap harinya beranda selalu dipenuhi dengan notifikasi kabar duka, baik dari orang yang kita kenal ataupun saudara yang hanya teman kita di medsos saja. Ya Robb, sungguh tahun ini adalah tahun kesedihan.

Covid bukan fatamorgana, meski ia tak terlihat secara kasat mata tetapi ia bisa menyebabkan kematian, ia juga adalah makhluk Allah sama seperti kita. Maka tetap sabar dengan qadha Allah merupakan cara untuk membuat kita berpikir bahwa kematian sangatlah dekat dengan kita.

Ini juga merupakan ujian setiap kaum muslimin, dimana kita diuji saat sakit kita ridho tidak dengan ketetapan Allah, apakah ketika malaikat mencabut nyawa kita, kita benar-benar dalam keadaan husnul khotimah atau sebaliknya.

Namun dalam ajaran Islam tidaklah terlepas dari berbagai aturan yang telah ditetapkan Allah melalui Rasulullah, hal ini termasuk ikhtiar kita dalam menjaga kesehatan jasmani dan rohani kita.

Dengan cara menjauhi kerumunan, menerapkan pola hidup sehat, mematuhi protokol kesehatan, serta perbanyak suplemen makanan baik sayuran maupun buah-buahan yang akan membantu memenuhi nutrisi dan vitamin dalam tubuh kita. Pun ketakwaan kepada Allah menjadi point utama dalam menghadapi ujian ini.

Setidaknya itu dilakukan dalam skala individu, adapun dalam skala negara, maka Islam pun telah menetapkan suatu aturan yang tak kala efektif dalam menekan kasus pandemi di sebuah negara.

Dalam menghadapi wabah penyakit, Rasulullah memberikan konsep karantina untuk menyelamatkan nyawa manusia dari ancaman kematian akibat wabah penyakit menular.

Sebagai tindakan pencegahan, Rasulullah memerintahkan untuk tidak berdekatan dengan penderitanya maupun wilayah yang terkena wabah. Konsep karantina wilayah ini seperti diungkapkannya dalam HR Bukhari yang artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.”

Maa syaa Allah, sungguh sempurna agama yang diturunkan Allah hingga perkara virus saja Islam telah menetapkan aturannya dengan sebaik-baik aturan yang ada dimuka bumi ini.

Sebab covid tak mengenal status sosial, baik ia kaya atau miskin, tua dan mudah, pejabat atau rakyat jelata, juga orang waras dan orang gila. Pun muslim dan non-muslim.

Olehnya, meski kematian adalah ketetapan dari Allah akan tetapi perlu ada ikhtiar dari individu dan pemerintah dalam hal mencegah wabah tersebut, agar orang-orang yang kita sayangi selalu dijaga dan dilindungi oleh yang maha menghidupkan.

“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS.Al-Mukmin ayat: 60)

“Ya Allah, ampunilah guru-guru kami dan orang yang telah mengajar kami. Sayangilah mereka, muliakanlah mereka dengan keridhaan-Mu yang agung, di tempat yang disenangi di sisi-Mu, wahai Yang Maha Penyayang diantara penyayang.”

Wallahu ‘alam

Penulis : Yusriani Rini Lapeo, S. Pd
(Anggota Media Muslimah Jakarta dan Pemerhati Sosial)

Editor/Publisher : YUSRIF

Komentar