Kajian Regulasi dan Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Rakyat

Kajian Regulasi dan Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Rakyat
Foto Arsip

Saat ini pelaksanaan pengelolaan pertambangan rakyat belum memiliki pedoman dan kebijakan yang tepat untuk memberikan kontribusi yang besar bagi negara dan perekonomian domestik. Hal ini penting untuk mendukung peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor Minerba dan membangun kedaulatan Energi dan Sumber Daya Mineral melalui kemandirian ekonomi pada sektor strategis ekonomi domestik, yaitu peningkatan peran pertambangan rakyat.

Kajian ini dilakukan untuk memetakan dan mereviu pelaksanaan regulasi dan kebijakan pengelolaan pertambangan rakyat untuk membuat rekomendasi dalam menyusun pedoman pelaksanaan kegiatan pertambangan rakyat nasional. Definisi dan kriteria pertambangan rakyat di dalam Undang-undang No. 3 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No.3/2020) telah ada,

Iklan ARS

Namun demikian perlu diperjelas dalam peraturan turunannya. Dalam Undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah Izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. Namun demikian, kriteria mengenai besaran investasi untuk pertambangan rakyat sendiri belum disebutkan secara spesifik sebagai dasar pelaksanaannya sehingga perlu kajian lebih lanjut dalam penentuan kriteria-kriteria tersebut.

Dalam UU No.3/2020, Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) merupakan bagian dari Wilayah Pertambangan (WP). WP merupakan bagian dari Wilayah Hukum Pertambangan. Dari 34 Provinsi di Indonesia, baru terdapat 25 Provinsi (sekitar 73.6%) yang sudah menetapkan WPR dan beberapa daerah masih mengusulkan untuk dilakukan penetapan WPR, misalnya dari Provinsi Jawa Barat dan Papua. Sesuai data yang diperoleh, WPR di Indonesia mempunyai total luas 580.712 hektar dengan total blok sebanyak 3.329 blok.

Data IPR di seluruh Indonesia yang tercatat pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara per November 2020 sebanyak 16 IPR. Jumlah ini sangatlah minim dibandingkan dengan Jumlah blok WPR dan total luas Wilayah WPR di Indonesia. Beberapa permasalahan dalam pengelolaan pertambangan rakyat antara lain: kewenangan penetapan WP setiap 5 tahun sekali, tumpang tindih wilayah dengan sektor lain, wilayah yang ditetapkan tidak mengandung sumberdaya dan cadangan serta keterbatasan dari Pemerintah Daerah untuk menyiapkan dokumen pendukung dalam rangka penerbitan IPR.

Dalam hal pembinaan dan pengawasan pertambangan rakyat, Pemerintah dapat melakukan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan amanat UU No.3/2020 pasal 73 bahwasanya Menteri melakukan pembinaan di bidang pengusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan pemasaran dalam usaha meningkatkan kemampuan IPR serta bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keselamatan pertambangan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pemerintah selama ini banyak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan aktivitas pertambangan ilegal di dalam IUP aktif, hal ini tentunya diperlukan suatu terobosan bagaimana menata dan melakukan formalisasi dan legalisasi kegiatan pertambangan rakyat yang sebelumnya ilegal menjadi legal sehingga dapat memberikan pemasukan bagi negara, menumbuhkan ekonomi lokal dan tidak merusak lingkungan.

Kajian ini memberikan gambaran konsep pengelolaan pertambangan rakyat yang baik dengan mencakup 4 (empat) aspek utama yaitu: a. Wilayah dan Perizinan, b. Kelembagaan Penambang rakyat, c. Pendampingan, Pelatihan dan Pembinaan, dan d. Pengawasan dan Pencegahan.

Konsep pengelolaan pertambangan rakyat ini perlu dibuat ke dalam suatu rencana strategis sebagai dasar pelaksanaan konsep tersebut. Salah satu langkah strategis terkait pertambangan rakyat adalah pembentukan regulasi mengenai pengawasan terintegrasi dalam rangka pencegahan dan penegakan hukum pertambangan ilegal serta Percepatan Formalisasi atau Legalisasi bagi penambang rakyat yang melakukan kegiatan sesuai dengan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No.4/2009) pasal 24 yaitu Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR dengan mekanisme penilaian kriteria tertentu.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dirjen Mineral dan Batubara, Direktorat Pembinaan Program Minerba

No. Arsip : LIPI-20210120

Penulis: Andri Wijayanto, S.T. Imam Fadli, S.T. Shofa Amalia, S.H. Marsen Alimano S.T., M.T. Deni Firmansyah, S.T., M.E, David Kurniawan, S.T., Ilham Gani, S.T., Daddy Amin, S.T, M.T.

SUMBER:

 

 

 

Komentar