TEGAS.CO,. NUSANTARA – Pada 10-11 Agustus 2021, Direktorat Kordinator Wilayah (Korwil) IV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan fisik di lokasi tambang PT Toshida di Kecamatan Tanggetada Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara (Sultra). Pemeriksaan tersebut digelar bersama Penyidik Kejati Sultra, Auditor BPKP Sultra, dan Ahli Planologi KLHK, sebagai tindak lanjut koordinasi dan sinergi antara Direktorat Korwil IV KPK dengan Penyidik Kejati Sultra dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan IPPKH dan RKAB PT Toshida.
Dalam perkara tersebut diduga kerugian negara mencapai lebih dari Rp168 miliar. Di antaranya yakni dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tidak dibayarkan PT Toshida sejak perusahaan tersebut mulai beroperasi pada 2009 hingga 2020. Selama aktivitasnya dalam kurun waktu tersebut, PT Toshida tidak membayar PNBP Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), sehingga KLHK mencabut IPPKH PT Toshida.
Sumber Daya Alam Dirampas Kapitalis
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi sumber daya yang terkandung di dalam bumi, air maupun udara. Pengelolaan Sumber Daya Alam khususnya bidang pertambangan sejatinya bertujuan demi kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat undang-undang Dasar tahun 1945, yang mana semestinya kekayaan alam tersebut dikuasa oleh Negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Namun yang terjadi hari ini, sumber daya alam kita tidak dikelolah oleh Negara tetapi diserahkan kepada pihak perorangan atau swasta yang memiliki modal. Sementara Negara hanya berperan sebagai regulator yang dapat memuluskan jalan sang pemilik modal dengan membuat berbagai aturan yang tentunya berpihak kepada mereka.
Hal inilah yang terjadi dalam sistem kapitalis, Upaya untuk meningkatkan keutungan dan kekayaan menjadi kebebasan individu atau kelompok. Mereka yang memiliki modal yang akan bermain. Para pemilik modal akan menguasai sektor-sektor penting termasuk sumber daya alam yang tentunya bertujuan untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Amat disayangkan tentunya, Negara kita yang kaya akan sumber daya alam tidak dapat dinikmati oleh semua rakyat dan tidak menjadi sumber pemasukan negara, melainkan hanya menjadi penonton ketika dirampok secara terang-terangan di depan mata.
Sistem kapitalisme yang dianut sekrang ini hanya menjadikan harta publik menjadi keuntungan bagi sebagian orang, Negara seakan berbisnis kepada mereka sang pemiliki modal, negara seakan memberikan mereka keuntungan yang besar dengan memberikan jalan kepada pihak-pihak swasta untuk mengeksploitasi kekayaan alam negara kita, tanpa melihat kerugian yang makin parah yang dialami oleh negeri.
SDA Dikelola untuk Kesejahteraan Umat
Berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam Islam segala bentuk kekayaan Sumber Daya Alam adalah milik umum. Artinya bahwa barang tambang tersebut hanya boleh dimiliki secara bersama oleh umat Islam sehingga tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara individu. Kepengelolaan milik umum oleh negara dengan tetap berorientasi kepada pemanfaatan bagi kemakmuran seluruh rakyat dan pelestarian sumber daya alam untuk lingkungan hidup. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.: “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).
Rasul saw. juga bersabda: “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).
Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing.
Pengelola barang tambang dalam perspektif Islam sejatinya adalah negara melalui pemerintah hanya diberikan hak penguasaan saja (tidak memiliki) atas bahan galian tersebut untuk selanjutnya dilakukan pengelolaan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta berkeadilan agar memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dalam jangka waktu yang panjang. Sudah saatnya umat islam kembali kepada sistem islam dan meninggalkan sistem kapitalis yang saat ini hanya mengantarkan pada keterpurukan yang nyata, kita yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah namun hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Wallahu ‘alam
Penulis : Rufaidah Al-Ansariyyah
Editor : YUSRIF
Komentar