Penerapan Hukum Lemah, Mungkinkah Jera

Deassy Umma, (Relawan Opini)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Lemahnya tindakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual kepada anak dianggap menjadi pemicu terus meningkatnya kasus setiap tahun. Vonis ringan 10 tahun terhadap 7 dari 12 pelaku pemerkosa dan pembunuh YY (14) siswi SMPN 5 warga Dusun Lima, Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. (mediaindonesia, 10/5/2021)

Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak, setiap tahun rata-rata hanya 5% dari seluruh kasus hukum terkait kekerasan seksual pada anak yang mendapat hukuman maksimal sesuai UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yakni 15 tahun penjara. Selama ini masih jauh dari kata adil bagi korban karena mayoritas pelaku hanya dihukum tidak mencapai hukuman maksimal. Bahkan tidak jarang hanya diberi hukuman kurang dari 5 tahun.

Demikian menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait. Lemahnya penanganan kasus pun secara langsung berdampak merugikan bagi korban dan keluarga. Karena itu, Arist mendorong agar tindak pidana kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa disetarakan dengan kejahatan korupsi, narkoba, dan terorisme. “Selain itu, juga harus ditetapkan hukuman tambahan dalam bentuk kastrasi atau kebiri suntik kimia dan sanksi sosial,” tambah Arist.

Data Komnas Perlindungan Anak menyebutkan setiap tahun terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual anak di Indonesia (lihat grafik).“Dari total kasus, 16% kasus kekekerasan seksual dilakukan oleh anak berusia di bawah 17 tahun. Pemicunya mayoritas ialah pornografi, miras, dan narkoba,” tutur Arist.

Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu, menguatkan fakta itu dengan memaparkan data survei 5 tahunan pada anak usia 13-17 tahun di Indonesia. Pada akhir 2013, menurut dia, terdapat prevalensi 29,02% pengalaman kekerasan fisik pada anak laki-laki dan 11,76% pada perempuan. Dari data itu, kekerasan seksual tercatat 8,3% pada anak laki-laki dan 4,1% pada anak perempuan. “Itu jumlah yang sangat banyak, mengingat jumlah anak di Indonesia puluhan”, katanya.

Pada 2013, kasus kekerasan di institusi pendidikan juga terjadi pada RW, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Depok, Jawa Barat. Dia diduga diperkosa hingga hamil oleh sastrawan dan dosen Fakultas Ilmu Budaya ketika RW sedang menyelesaikan tugas kuliahnya. Hingga saat ini pun, proses kasus tersebut tidak kunjung usai.

Komisioner Komnas Perempuan, Nurherawati, juga mengatakan hal senada. Bahwa kasus kekerasan seksual yang begitu marak itu menandakan bahwa penanganan hukum untuk tindak pelecehan seksual masih sangat lemah. Bahkan sering dinilai membelit dan tidak adil bagi korban.
(sindonews.com, 15/8/2021)

Banyaknya kasus kejahatan terhadap wanita itu tidak lain akibat sistem Kapitalisme, liberalisme dan gaya hidup bebas yang berlaku di negeri ini
Kapitalisme gagal mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil, dan hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil kapitalis. Penghasilan seorang suami yang menjadi kepala keluarga tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan.

Asas ideologi kapitalisme yang bertumpu pada sekularisme telah memisahkan agama dari kehidupan. Menjadikan akal manusia hanya mengakui “Tuhan” sebagai pencipta saja tanpa menggunakan aturan-Nya dalam kehidupan ini.

Manusia akan membuat aturan sekehendak mereka sendiri. Dalam memandang masyarakat, kapitalis hanya menganggap bahwa kumpulan individu-individu tersebut sudah masuk pada kategori masyarakat walaupun memiliki pemikiran yang berbeda.

Bertolak belakang dengan Islam, politik itu mengatur urusan umat, baik urusan dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan politik juga di lakukan oleh umat dan Al-Hakim (Penguasa). Penguasa menjalankan aturan syariah sedangkan rakyat sebagai pengontrol dan pengoreksi kepada penguasa jika terjadi kesalahan dalam menjalankannya.

Seperti yang pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra, ketika menetapkan mahar seorang calon suami kepada calon istrinya maksimal sebesar 400 dirham, saat itu juga seorang wanita memprotes kebijakan Khalifah Umar dan akhirnya mengubah kebijakan tersebut dengan menetapkan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya yaitu calon suami boleh memberikan mahar yang sangat banyak kepada calon istri tersebut.

Begitulah seharusnya menjadi seorang pemimpin yang adil. Ketika dikontrol dan dikoreksi oleh rakyatnya akan merasa senang bukan malah memusuhi seperti yang terjadi di zaman ini. Ketika rakyat mengoreksi kebijakan penguasa, yang ada malah di kriminalisasi, ada pula yang di tangkap dan di masukkan ke penjara.

Islam adalah risalah basyariyah yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Karena ada yang mengaitkan Islam itu dengan etnis arab. Harusnya, bukan dengan mempersempit maknanya tersebut. Karena Islam itu punya karakter, di mana agama itu untuk semua orang.

Dan dalam Islam tidak ada pengurusan umat (politik) yang dipisah dari agama. Sistem Sekulerisme berasal dari Barat inilah yang menghancurkan semua aturan kehidupan dunia. Maka, marilah kita bersama menerapkan aturan Allah secara Kaffah.

Wallahualam Bissawab

Penulis : Deassy Umma, Relawan Opini

Editor/ Publisher: Yusrif

Komentar