“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”
(Penggalan Teks Pembukaan UUD 1945)
TEGAS.CO,. NUSANTARA – Di hari ulang tahun kemerdekaan bulan lalu, kalimat tersebut seolah mengingatkan bangsa ini bahwa lepasnya penjajahan dari bumi Nusantara tidak semata-mata kemampuan yang dimiliki para pejuang dan founding father. Ada kuasa Allah SWT yang terlibat.
Masih lekat dalam ingatan, untuk mengingat kembali perjuangan yang dilakukan para pahlawan, nenek moyang bangsa ini, yang telah ratusan tahun berkorban demi terbebas dari penjajah. Imbauan mengajak seluruh masyarakat untuk menghentikan kegiatan sejenak dan mengambil sikap sempurna, berdiri tegak, untuk menghormati peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan RI. (merdeka.com, 15/8/2021)
Jika, pengorbanan para pejuang saja dihargai sedemikian rupa. Maka, yang menjadi pertanyaan berikutnya, apa yang sudah dilakukan bangsa ini sebagai wujud terima kasih kepada Sang Maha Kuasa? Sudahkah mengisi kemerdekaan dengan melibatkan Allah SWT?
Masih Menderita dalam Kubangan Kapitalisme
Usia 76 (tujuh puluh enam) tahun Indonesia merdeka, bukanlah umur yang pendek. Ibarat manusia, di usia itu semestinya sudah banyak yang dilakukan, asam garam kehidupan sudah banyak dirasakan dan biasanya tinggal menikmati masa tua.
Sayangnya, di usia tersebut, rakyat masih menderita dan bangsa ini nyatanya kian hari menghadapi masalah yang sengkarut marut. Tema ‘Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh’ sebagai tema yang dipilih dalam HUT RI kemarin setidaknya mewakili kondisi tersebut.
Realita pandemi covid-19 yang memukul ekonomi sehingga dalam kondisi terpuruk adalah realita yang tak terelakkan. Gelombang pandemi covid-19 yang terus bersusulan menambah deretan panjang yang memperberat masalah. Dampaknya, krisis multidimensi tak bisa dihindari. Angka pengangguran bertambah berdampak pula pada tingkat konsumsi, kemiskinan, angka putus sekolah/kuliah, kriminalitas dan seterusnya.
Menelisik akar persoalan dari semua persoalan yang melanda negeri ini tidak lain akibat diterapkannya sistem demokrasi kapitalisme. Kebijakan-kebijakan yang diambil nyata terpampang di depan mata mengikuti arahan dari negara adidaya meskipun terkadang lewat tangan panjangnya seperti PBB, WHO, IMF dll.
Solusi pandemi misalnya, dari awal lambatnya respon adanya virus corona tidak terlepas lambannya pula WHO menyatakan dunia dalam situasi pandemi. Kebijakan new normal dan kompromi antara penanganan pandemi dengan penyelamatan ekonomi juga tidak terlepas mengikuti arahan dari barat.
Belum lagi terkait masalah ekonomi. Tanpa disadari roda ekonomi dijalankan dengan nahkoda kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme yang bertumpu pada pasar bebas, perbankan, pasar modal dan dolar mengakibatkan iklim ekonomi yang tidak sehat. Secara siklik memunculkan krisis, tidak hanya pada negara berkembang bahkan negara adidaya pun mengalami krisis. Mengekornya solusi kapitalisme yakni dengan utang dan pajak semakin memperdalam persoalan.
Negeri ini semakin terperosok pada jebakan utang, hingga akhir Mei 2021, jumlah utang Indonesia mencapai Rp6,418 triliun. Sedangkan rakyat semakin menderita dengan pajak yang mencekik.
Padahal, jika dikembalikan makna merdeka itu sendiri, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), merdeka artinya bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya) atau berdiri sendiri. Semestinya saat Indonesia merdeka dari belenggu penjajah juga diikuti dengan terbebasnya negeri ini dari segala bentuk tekanan dan intervensi dari pihak manapun.
Harapan Baru di Tangan Islam
Di lain pihak, rakyat semakin dibuat menderita dengan adanya bencana alam yang menimpa negeri ini. Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), akumulasi peristiwa bencana alam dari awal Januari hingga akhir Agustus 2021 mencapai 1.805 kejadian. (antarnews, 4/9/2021)
Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari melalui pernyataan tertulis merinci akumulasi bencana tersebut, yakni peristiwa banjir sebanyak 733 kejadian, cuaca ekstrem 475, tanah longsor 342, karhutla 205, gempa bumi 23, gelombang pasang dan abrasi 22 dan kekeringan sebanyak lima kejadian.
Adanya bencana yang terus menerus, menjadi penting untuk bahan evaluasi. Mungkinkah menjadi pertanda, bangsa ini tidak memanfaatkan nafas kemerdekaan dengan baik? Atau inikah teguran dari Sang Maha Kuasa akibat tida taat pada aturan-Nya?
Menelisik terjadinya bencana seperti yang disebutkan BNPB, kebanyakan bencana yang terjadi karena akibat ulah tangan manusia. Terjadinya banjir, tanah longsor, karhutla dan kekeringan realitasnya dapat dilihat akibat adanya kerusakan alam. Sedangkan rusaknya alam akibat dari ulah kapitalis yang rakus membuka lahan untuk pertambangan maupun perkebunan kelapa sawit. Sehingga lahan hutan semakin habis. Keberadaan Undang-udang sebagai regulasi nyatanya semakin memperlihatkan keberpihakannya kepada para korporasi. UU Omnibus law dan UU Minerba contohnya.
Berbeda dengan Islam. Kehadirannya di muka bumi untuk membawa rahmat bagi semesta alam. Tidak hanya manusia yang sejahtera, alam pun terjaga kelestariannya. Hal ini tidak lain karena Islam merupakan agama sempurna dan paripurna. Segala persoalan mampu diselesaikan dengan baik dan adil.
Islam pula yang membuat manusia menjadi merdeka. Merdeka tentu tidak dalam artian “bebas semau gue”. Namun dalam pengertian tidak dalam tekanan orang lain, satu-satunya sandaran hanyalah Allah SWT. Sehingga tidak ada namanya aturan buat manusia yang sarat dengan kepentingan tertentu.
Jika Islam diterapkan dalam sistem kenegaraan, maka no kaleng-kaleng bila kehidupan sejahtera penuh keberkahan akan terwujud. Bahkan, sistem Islam mampu mewujudkan peradaban yang gemilang.
Sejarah telah mencatat, sistem Islam yakni kekhilafahan pernah diterapkan lebih dari 13 abad lamanya. Dan selama itu pula Islam berada pada puncak kejayaan. Banyak penemuan berharga yang dilahirkan saat itu. Salah satunya adalah Ibn Sina atau orang barat biasa menyebut Aveciena. Beliau meninggalkan sekitar 267 buku karyanya dan buku yang paling terkenal adalah Al-Qânûn fi al-Thibb hingga saat ini dipakai dalam kedokteran.
Will Durant dalam bukunya The Story of Civilization mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka.
Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.”
Oleh karenanya harapan baru bagi negeri ini dan juga umat Islam di seluruh dunia hanyalah dengan kembali kepada Islam. Sejarah sudah membuktikannya, sekarang tinggal kita. Mau apa mau?
Wallahu a’lam bi showab.
Penulis : Dhevy Hakim
Editor : Yusrif Aryansyah
Komentar