Kebocoran Data Berulang, Bukti Lemahnya Keamanan Data Dalam Negeri

Dewi Sartika (Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO.,NUSANTARA – Kebocoran data milik orang nomor satu di negeri ini beredar luas di sosial media, salah satunya adalah nomor induk kependudukan. Hal ini diketahui dari sertifikat Vaksinasi covid-19. Kebocoran data ini bukan hanya menimpa presiden RI saja, tetapi juga dialami oleh pejabat negara lainnya.

Dilansir dari republika.co.id_ Data pribadi nomor induk kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo (Jokowi) bocor dan beredar di dunia maya. NIK Jokowi diketahui dari sertifikat vaksinasi di aplikasi Peduli Lindungi yang bisa diakses oleh orang lain.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sebenarnya kebocoran NIK bukan hanya terjadi pada Presiden Jokowi, tetapi juga dialami oleh pejabat-pejabat penting lainnya. Karena itu jajarannya sedang bergerak untuk melindungi data-data tersebut sehingga di tidak kembali terulang.

“Memang bukan hanya bapak Presiden saja, tapi banyak pejabat juga yang NIK-nya sudah tersebar informasinya keluar,” ungkap Budi saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (3/9).

“Pemerintah pun, kata Budi, segera menutup akses data milik kepala negara Indonesia di aplikasi PeduliLindungi“.

Kembali Terulang

Kembali terulangnya, kebocoran data bukan kali ini saja terjadi, pada tahun 2020 banyak rentetan terjadi tentang kebocoran data.

Bocor 230 Ribu Data Pasien Covid-19 di Indonesia. Pada 20 Mei 2020, data warga terkait Covid-19 di Indonesia diduga telah dicuri oleh peretas (hacker). Mereka diduga menjual data pasien terinfeksi virus corona tersebut di forum dari web RapidForums.

Data-data warga yang dijual itu terbilang lengkap. Beberapa informasi tersebut, antara lain nama, status kewarganegaraan, tanggal lahir, umur, nomor telepon, alamat rumah, Nomor Identitas Kependudukan (NIK), dan alamat hasil tes corona.

2,3 Juta Data KPU Diduga Bocor. Pada 21 Mei, data 2,3 juta warga dan pemilih Indonesia diduga bocor di forum Rapid Forums. Hal ini diungkap oleh akun @underthebreach yang sebelumnya mengungkap soal penjualan data 91 juta pengguna Tokopedia.

Penjual data mengaku mendapat data ini secara resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Data tersebut dijual dalam bentuk PDF.(CNN Indonesia, 20,06,2020).

Kebocoran data yang kembali berulang tentu memberikan kerugian bagi warga, karena data pribadi masyarakat dapat dengan mudah disalahgunakan. Ancaman yang mungkin terjadi akibat bobolnya data masyarakat adalah scam, yakni penipuan yang meyakinkan pengguna mendapatkan hadiah tertentu jika memberikan sejumlah uang. Kebocoran data pada dasarnya telah ada sejak arus perkembangan teknologi kian pesat. Berulangnya kasus kebocoran data lagi-lagi menjadi alarm sekaligus gambaran buruk dan lemahnya sistem perlindungan data dalam negeri ini.

Padahal, negeri ini memiliki perangkat yang hebat untuk menjaga keamanan teknologi informasi kementerian komunikasi dan Informatika yang ada, mulai dari kementerian komunikasi dan informasi (Kemenkominfo), cybercrime mabes Polri, pusat pertahanan siber Kementerian Pertahanan (Kemhan), dan kementerian koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan (Kemenko Polhukam). Sehingga, sepatutnya perlindungan data bukan hal yang rumit dan susah diusahakan oleh negara, sebab negara memiliki perangkat yang dapat diberdayakan untuk mengatasi kebocoran data yang berulang terjadi. Dan tentunya bukan hanya data para pejabat negara saja yang mendapat perlindungan istimewa, tapi semua rakyat juga memiliki hak yang sama dalam hal perlindungan data pribadi. Sebab, jaminan keamanan adalah hak setiap warga negara.

Islam Menjamin Perlindungan secara Sistematis

Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi digital, menjadikan kita semakin khawatir akan keamanan data pribadi yang kita miliki. Kekhawatiran akan keamanan data pribadi dapat diredam tidak hanya melalui keamanan data dengan sejumlah aturan maupun perundang-undangan semata. Namun, lebih dari itu, negara harus hadir untuk mengurai masalah keamanan data dengan mekanisme yang khas dan mendasar untuk kemaslahatan dan menjauhkan masyarakat dari kekhawatiran akan kebocoran data. Dan selayaknya pula, ada ketegasan terhadap tindak kejahatan kebocoran data, kepada siapa pun bukan hanya kepada data pejabat negara yang mendapatkan gangguan, semua rakyat juga berhak mendapatkan keadilan yang sama.

Untuk merealisasikan keamanan data masyarakat dibutuhkan visi negara yang berparadigma sebagai Junnah atau pelindung, bukan negara yang bermental bisnis. Dalam menjamin keamanan data masyarakat negara harus memiliki prinsip sebagai berikut.

Pertama: Proaktif bukan reaktif, artinya negara fokus pada antisipasi dan pencegahan, bukan baru bertindak ketika sudah terjadi kebocoran.

Kedua: Mengutamakan perlindungan data pribadi warga negara terjaga secara maksimal dalam sistem IT yang hebat.

Ketiga: Sistem keamanan total seluruh lembaga informasi harus bersinergi dengan baik yakni melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan jelas, tidak ada aturan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. sehingga, keamanan data pribadi rakyat dapat terjaga.

Jika kekuatan negara mengalami peralihan ke ranah digital, maka, negara Khilafah wajib menunjukkan kapasitasnya sebagai negara yang menguasai teknologi digital. Berkaca pada masa Rasulullah pada masa bangsa Romawi menguasai teknologi perang maka Rasulullah mengutus beberapa sahabat untuk mempelajari teknologi Perang pada masanya.

Untuk itu, penting bagi suatu negara untuk melakukan berbagai motivasi teknologi dalam rangka mencegah keamanan data untuk kepentingan imperialisme digital. Jika saat ini menjadikan dunia digital sebagai ajang perang dan manuver antarnegara, Maka, negara Khilafah juga akan melakukannya. Sebagaimana firman Allah “siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuh-musuh selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya sedangkan Allah Maha Mengetahui.

Demikianlah mekanisme yang akan ditempuh oleh Khilafah dalam mewujudkan keamanan data warga negara di era digital seperti saat ini. Wallahu A’lam Bishawab

 

Penulis: Dewi Sartika (Pemerhati Sosial)

Editor: H5P

Komentar