TEGAS.CO,. WAKATOBI – Hadir dalam sarasehan 52 orang, dari latar belakang pelaku dan pemerhati Pendidikan seperti guru, kepala sekolah, dosen dan kelompok masyarakat Wakatobi lain seperti WWF/TNC, beberapa aktivis lokal dan pendatang di Wakatobi.
Peserta pendatang adalah dari Makasar,
Baubau serta Muna bahkan ada yang datang dari Papua. Beberapa OPD Pemda Wakatobi
diundang dalam sarasehan, Bupati dan Wakil Bupati Wakatobi, termasuk kepala Balai Taman
Nasional Wakatobi diundang, namun yang sempat hadir Kepala Dinas Pertanian Ir. Tamrin.Banyak peserta mengungkap bahwa sarasehan cukup bagus karena tema menarik “Pendidikan Lingkungan Anak untuk anak-anak siswa Wakatobi”
Sahirsan sebagai penggagas ide sarasehan mengungkapkan bahwa Sarasehan ini sebagai
wujud support kepada 200 kepala negara termasuk Jokowi (Presiden Republik Indonesia) yang sementara ini sedang melakukan pertemuan global di Glasgow Inggris tgl 1-12 November 2021, untuk mencari solusi dan kesepakatan global dalam mengurangi (mitigasi) perubahan iklim global.
“Bumi kita panas diakibatkan oleh Gas Rumah Kaca (GRK) yang terus mengalami pertambahan
di atmosfir bumi dari tahun ke tahun sejak Revolusi Industri di Eropa (tahun 1800), daya tampung atmosfer bumi terhadap GRK (CO2) terbatas, normalnya atmosfer bumi hanya mampu menampung 300 part per million (300 ppm) kini angka itu sudah jauh melampui di atas 400 ppm lebih”, kata dia. Sabtu (6/11)
Kelebihan diatas (300 ppm) inilah, kata Sahirsan, yang membuat bumi panas, rasa gerah, panas tidak nyaman akibat bumi mengalami kenaikan suhu.
“Bahkan saya duga COVID-19 itu asalnya dari Cina, Cina itu paling tinggi emisi GRK-nya di bumi, bisa jadi Corona merupakan dampak dari pemanasan global, pemanasan global harus dikendalikan, kita harus bergandengan tangan untuk mengurangi pemanasan global, tua-muda atau anak, karena tanpa upaya-upaya pengendalian maka bumi tempat kita hidup akan selalu mengalami bencana, bahkan 100 tahun mendatang permukaan air laut bisa naik sampai 2 (dua) meter dan Wakatobi akan tenggelam”, ucapnya.
Di Kota Jakarta, Gubernurnya Anis Baswedan cukup terpesona membuat kagum Sekjen PBB dengan pernyataannya bahwa di 2030 Kota Jakarta akan zero karbon, namun sebagai pemerhati lingkungan tidak sepakat apabila pepohonan di Monas Jakarta harus ditebang untuk kegiatan sirkuit mobil dan membangun trotoar jalanan lalu dilengkapi dengan bunga-bunga plastik.
“Ini sangat tidak relevan karena sangat bertentangan dengan hukum-hukum fotosintesis dimana fungsi utamanya adalah menyerap Gas Rumah Kaca (CO2) lalu menjadikannya biomassa yang memiliki nilai ekonomi bagi penduduk bumi”, jelasnya.
“Hari ini kita akan resah-resah semua peserta akan menjadi nara sumber, bertanya jawab
dan kalau ada pertanyaan yang sulit silahkan cari di Mr. google, karena cara termudah untuk
mengendalikan panas bumi hanya dengan proses fotosintesa oleh tumbuhan atau hutan, karena di Wakatobi hutannya kurang, maka fotosintesa akan dilakukan oleh tumbuhan laut dan terumbu karang yang cukup luas di dunia 1,3 juta hektar”, ujarnya.
“1 cm persegi karang wakatobi bisa
tumbuh 40 gram/hari akibat hasil-hasil proses fotosintesis, kekuatan daya serap laut untuk
mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer bisa sampai 30%, Selamat bersarasehan Pendidikan”, tukasnya.
Muhaimin, dosen senior Universitas Muhammadiyah Makasar mengungkapkan bahwa Wakatobi cukup indah dan sangat bersih, sangat layak untuk menjadi destinasi wisata selama dua hari berkeliling di Pulau Wanci.
Serasehan ditutup setelah dialog panjang, ada peserta (Kepala Sekolah SD) mengundang beberapa nara sumber untuk melatih siswa kelas 5 di SDN 1 Pongo.
“Senin mendatang ini, bagaimana anak sekolah paham proses fotosintesa dalam kaitannya
dengan pemanasan global yang sangat menghawatirkan banyak pemimpin dunia saat ini”, tandasnya.
Publisher: Yusrif
Komentar