Harga Minyak Goreng Melejit, Rakyat Menjerit

Ummu Haura’

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Harga minyak goreng terus mengalami kenaikan. Melejitnya harga minyak goreng membuat ibu rumah tangga juga produsen makanan menjerit. Karena minyak goreng adalah salah satu bahan utama dalam berbagai pengolahan makanan. Harga minyak goreng kemasan 2 liter di pasaran berkisar Rp 38.000 sampai Rp 40.000. Kondisi ekonomi yang sudah membelit rakyat makin terasa berat. Apalagi mendekati akhir tahun, berbagai kebutuhan hidup mulai mengalami kenaikan.

Minyak dari kelapa sawit adalah minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Sebaran perkebunan sawit di Indonesia ada di 26 provinsi. Berdasarkan rilis data dari Badan Pusat Statistik mengenai Statistik kelapa Sawit Indonesia 2019, Riau adalah salah satu provinsi dengan luas perkebunan sawit sekitar 2,82 juta hektar. Dengan luas sebesar itu Riau mampu menghasilkan produksi minyak sawit (CPO) sekitar 9,87 juta ton atau sekitar 20,38 persen dari total produksi Indonesia. Sedangkan produksi keseluruhan CPO Indonesia di tahun 2019 sebesar 48,42 juta ton. Jika Indonesia bisa menghasilkan puluhan juta ton CPO, mengapa harga minyak goreng yang berbahan baku CPO kelapa sawit bisa melejit?

Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak goreng tidak terlepas dari pengaruh pasar global. Ketika harga CPO naik mengikuti harga internasional maka otomatis harga minyak goreng dalam negeri pun mengalami kenaikan. Nurwan menjelaskan lebih lanjut bahwa terjadi penurunan produksi CPO dari Malaysia sekitar 6%. Penurunan produksi sekitar 7% juga dialami Kanada dan Argetina sebagai pemasok minyak nabati untuk Canola Oil. Sehingga bahan baku untuk industri minyak goreng tidak mencukupi.

Faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga minyak goreng dalam negeri karena produsen minyak goreng di Indonesia belum bekerja sama dengan produsen kelapa sawit penghasil CPO. Produsen minyak goreng di Indonesia, sebagian besar bahan bakunya bergantung pada pasokan CPO dunia. Bukan berasal dari CPO produksi dalam negeri. Hanya sebagian kecil produsen saja yang telah melakukan kerja sama.

Solusi yang dilakukan pemerintah

Pemerintah sudah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kenaikan harga minyak goreng. Nurwan menjelaskan upaya-upaya yang diambil diantaranya menyebar minyak goreng kemasan sederhana. Sebanyak 11 juta liter minyak goreng akan didistribusikan ke berbagai wilayah Indonesia. Harga yang ditetapkan adalah Rp 14.000 per liter. Masyarakat yang mau membeli hanya diperbolehkan 1 kemasan per hari.

Pemerintah juga akan memastikan bahwa stok pasokan minyak goreng dalam negeri aman. Stok minyak sawit mentah CPO dipastikan tidak semuanya akan diekspor, sampai stok dalam negeri aman. Akankah upaya yang ditempuh pemeritah mampu meredam kenaikan harga minyak goreng dalam jangka panjang? Atau ini hanya sekadar solusi jangka pendek, dimana akan ada kemungkinan kenaikan harga minyak goreng di masa yang akan datang.

Johan Rosihan, anggota komisi IV dari fraksi PKS mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara penghasil sawit terbesar harus punya power dalam mengambil langkah mengintervensi pasar agar kenaikan harga minyak goreng tidak terus meroket. Pemerintah jangan beralasan bahwa gejolak harga minyak goreng ini akibat harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar dunia yang naik signifikan. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk melindungi rakyat dari gejolak harga pada masa pandemi yang sulit ini.

Solusi Islam mengatasi kenaikan harga bahan pangan

Kenaikan harga bahan pangan bisa disebabkan karena 2 hal yaitu faktor alami dan faktor penyimpangan ekonomi yang tidak sesuai sistem ekonomi Islam. Faktor alami seperti gagal panen, serangan hama dan faktor alam lainnya diluar kuasa manusia. Jika karena faktor ini maka Islam akan mengedukasi rakyat agar bersabar atas ujian ini.

Firman Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 155, “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.

Akan tetapi, Islam juga mendorong negara wajib mengatasi kelangkaan bahan pangan tersebut dengan mencari suplai dari wilayah lain dalam negara Islam. Hal tersebut pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab pada saat Madinah mengalami paceklik yang sangat panjang. Jika ternyata kebutuhan bahan pangan tidak didapat dari wilayah lain maka negara diperbolehkan untuk impor. Negara tidak boleh mendahulukan kepentingan ekspor dengan mengabaikan kebutuhan dalam negeri.

Jika kenaikan harga pangan disebabkan faktor kedua yaitu penyimpangan terhadap sistem ekonomi Islam, maka penguasa harus mengatasi agar hal tersebut tidak terjadi. Rasulullah SAW turun sendiri melakukan pengawasan agar tidak terjadi ghabn (penipuan harga) maupun tadlis (penipuan barang/alat tukar). Beliau juga melarang ihtikar (penimbunan).

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menimbun (bahan makanan) dengan maksud menaikkan harga atas kaum Muslimin, maka ia telah berdosa.” (Musnad Ahmad 8263). Dalam riwayat lainnya Rasulullah kembali bersabda, “Tidak ada yang menimbun, kecuali orang yang salah”. (Sunan Ibnu Majah 2145).

Negara juga harus mengedukasi para pengusaha agar mereka menjalankan usahanya sesuai aturan syariat Islam. Jika para pengusaha tidak memahami bagaimana Islam mengatur tata niaga maka mereka akan dilarang melakukan perniagaan. Negara juga harus mendorong riset dan penemuan baru di bidang pangan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang hal tersebut. Islam akan bertindak tegas terhadap mafia-mafia yang melakukan kecurangan dalam perniagaan tanpa pilih kasih.

Umat Islam di Indonesia harus belajar dari peristiwa kenaikan harga minyak goreng. Sistem neo liberal yang dianut Indonesia hanya memberi solusi yang sifatnya parsial. Keuntungan atas kenaikan harga berbagai bahan pangan termasuk minyak goreng hanya dirasakan para pemodal alias pengusaha kelas kakap. Kenaikan harga berbagai bahan pokok akan terus terjadi. Maka sudah sepatutnya umat Islam kembali menerapkan aturan Islam. Karena Islam memiliki seperangkat aturan dengan penerapan hukum yang tegas mengatasi kenaikan harga pangan dan tata laksana perniagaan.
Wallahu’alam

Penulis: Ummu Haura’

Editor: Yusrif Aryansyah

Komentar