Demi Investasi, Antam UPBN Konut Siap Beroperasi

Risnawati, STP. (Pegiat Opini Muslimah Kolaka)

TEGAS.CO.,SULTRA – Pemuda lingkar tambang 4 desa di Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mendukung penuh rencana beroperasinya kembali PT Antam Tbk UPBN Konut dan KSO Mandiodo sebagai mitra.

Pasalnya, kehadiran perusahaan tersebut dinilai bisa mendongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah setempat dan sekitar perusahaan.

Iklan Pemkot Baubau

Pemuda dari 4 desa itu masuk wilayah konsesi PT Antam di Desa Tapunggeaya, Mandiodo, Tapumea, dan Mowundo.

Salah seorang pemuda lingkar tambang di Desa Mandiodo, Leo mendorong PT Antam UPBN Konut untuk segera beroperasi.

Saat ini pihaknya tengah merangkul pemuda dan masyarakat lingkar tambang untuk sama-sama mendukung beroperasinya PT Antam UPBN Konut.

“Jujur, kami ingin bekerja, tidak bisa dipungkiri, PT Antam di beberapa wilayah, bisa menyejahterakan masyarakat lingkar tambang,” kata Leo saat dihubungi melalui telepon, Sabtu (20/11/2021).

Makanya, lanjut Leo, untuk bisa merasakan hal yang sama, dirinya mengajak masyarakat untuk mendukung PT Antam UPBN Konut agar segera beroperasi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan seluruh dunia saat ini memang sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, dia optimis jika dana asing tak akan keluar dari Indonesia. Hal tersebut karena pemerintah berupaya penuh untuk mengeluarkan kebijakan agar Indonesia tetap menarik di mata internasional.

Dia mengungkapkan, pemerintah juga perlu bersikap aktif untuk melihat kebutuhan investor. Hal ini agar investor tak hanya menyatakan minat untuk investasi tetapi juga harus direalisasikan.

“Kita harus aktif melihat kebutuhan (investor) supaya mereka bisa betul-betul menerjemahkan minat menjadi aktivasi investasi, jadi tidak berhenti di minat saja,” imbuh dia ( Detik.com ).

 

Demi Kepentingan Investor

Dalam sistem kapitalisme sekuler memang memfokuskan pertambangan nikel sangat penting bagi hilirisasi industri dan penguatan struktur industri. Investasi memang merupakan fokus kebijakan rezim Jokowi. Sehingga kebijakan selalu sarat kepentingan korporasi asing, dan aseng ini pada akhirnya menggeser kepentingan masyarakat.

Selain itu, terbukanya investasi asing selalu menimbulkan konflik sosial antara pekerja lokal dengan tenaga kerja asing bukan hanya terjadi di satu tempat, tapi nyaris di semua wilayah. Ini tak lain merupakan sinyal kekecewaan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang cenderung berpihak pada tenaga kerja asing.

Di Sulawesi Tenggara sendiri, tenaga kerja asing asal Cina membanjiri lahan-lahan tambang. Penolakan demi penolakan melalui unjuk rasa yang dilakukan masyarakat seolah menemui jalan buntu.

Kongkalikong pemerintah pusat dan daerah telah berhasil meloloskan ribuan TKA ke Sultra. Lihat saja, ratusan TKA asal Cina yang didatangkan beberapa waktu lalu. Di tengah pandemi, pemerintah Sultra yang sebelumnya menolak kehadiran TKA, pada akhirnya melunak dan mengizinkan TKA masuk secara bergelombang dengan alasan pemerintah pusat telah memberi izin kerja para TKA tersebut. Penolakan masyarakat lokal sama sekali tak direspons.

Ketergantungan pemerintah pusat maupun daerah terhadap investor pada akhirnya telah membuat pemerintah lupa untuk siapa pengelolaan SDA yang melimpah di negeri ini. Rakyat yang seharusnya menikmati hasil pengelolaan SDA justru menjadi buruh yang diupah murah di negeri sendiri.

Ironisnya, para korporasi saat ini difasilitasi pemerintah mereka sendiri, saat negeri yang berjuluk gemah ripah loh jinawi ini sudah tergadai, rakyatnya harus bertaruh dengan pekerja asing yang justru diupah mahal. Tidak adanya tenaga ahli dalam negeri yang menjadi alasan didatangkannya para TKA hanyalah akal-akalan. Begitu banyak tenaga ahli yang bisa dioptimalkan pemerintah agar mandiri dalam mengelola SDA negeri.

Negara hanya sebagai regulator dalam sistem kapitalistisme, bukan pengurus rakyat. Alih-alih pemerintah justru bangga menghadirkan tenaga kerja asing. Jadilah, peran mereka sebagai pengurus rakyat diserahkan kepada korporasi. Kerja pemerintah hanya merumuskan regulasi yang berpihak pada korporasi. Alhasil, nyaris seluruh SDA negeri ini tergadaikan, sementara rakyat harus mengemis dan menengadahkan tangan pada korporasi. Sungguh menyedihkan!

Sehingga wajarlah, negara kita sangat bergantung pada investasi. Sangat ketagihan dengan investasi. Begitu kecanduan terhadap investasi. Sehingga ketika kondisi ekonomi merosot, maka investasi dipandang sebagai solusi utama yang harus digenjot. Padahal kita tahu bahwa prinsip ekonomi kapitalis adalah dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Harusnya kita paham bahwa investasi adalah cara imperialisme  untuk dapat menguasai kemudian mengeksploitasi kekayaan negara kita demi keuntungan mereka.

Akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis neolit yang tegak di atas asas sekularisme dan pilar-pilar ekonomi yang batil (riba, kebebasan kepemilikan dan lain-lain) serta ditopang oleh sistem politik demokrasi yang memberi kesempatan kepada kapitalis untuk berkuasa. Sehingga timbullah berbagai problem ekonomi seperti ketimpangan, kemiskinan, dan pengangguran.

Oleh karena itu, sudah saatnya umat ini menengok pada sistem ekonomi yang sudah pernah berhasil menyejahterakan rakyatnya selama sekitar 13 abad yakni sistem ekonomi Islam yang tegak di atas Aqidah yang Shahih. Sistem ekonomi real yang bersih tanpa riba. Jadi tak perlu bergantung pada investor.

 

Pengelolaan SDA Menurut Syariah

Islam mengatur harta milik umum sebagai harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah Swt. untuk seluruh kaum muslimin. Allah membolehkan setiap individu untuk mengambil manfaatnya, tetapi tidak untuk memilikinya.

Harta milik umum dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pertama, sarana umum yang diperlukan oleh seluruh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari; kedua, harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu memilikinya; ketiga, barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas. Harta ini merupakan salah satu sumber pendapatan Baitul Mal/kas negara. Khalifahlah yang membagi-bagikan harta tersebut demi kemaslahatan Islam dan kaum muslimin.

Harta milik umum jenis pertama didasarkan pada sabda Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan oleh Abu Khurasyi dari sebagian sahabat, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu: air, padang rumput, dan api.”

Harta milik umum jenis kedua seperti jalan umum, saluran-saluran air, pipa-pipa penyalur air, tiang-tiang listrik, rel kereta, yang berada di jalan umum. Semuanya merupakan milik umum sesuai dengan status jalan itu sendiri sehingga tidak boleh menjadi milik pribadi.

Rasulullah bersabda: “Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.

Kepemilikan umum jenis ketiga adalah barang tambang yang jumlah tidak terbatas. Dalil yang dijadikan dasar untuk barang tambang yang jumlahnya banyak dan tidak terbatas sebagai bagian dari kepemilikan umum adalah Hadits yang dituturkan oleh Abidh bin Humal al-Mazani: “Sesungguhnya dia telah bermaksud meminta tambang garam kepada Rasulullah. Lalu beliau memberikannya. Ketika dia telah pergi, dikatakan kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah Anda berikan? Anda telah memberikan kepadanya sumber air yang besar!” Rasul bersabda ”Suruh dia mengembalikannya!”

Dengan demikian, barang-barang tambang seperti minyak bumi beserta turunannya seperti bensin, gas, dan lain-lain, termasuk juga listrik, hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai, dan laut semuanya telah ditetapkan syara’ sebagai kepemilikan umum. Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat. Karena, barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas merupakan milik umum seluruh rakyat, negara tidak boleh memberikan izin kepada perorangan atau perusahaan swasta untuk memilikinya.

Akan tetapi negara wajib melakukan upaya mengeluarkan barang tersebut atas nama kaum muslimin, kemudian hasilnya digunakan untuk memelihara urusan-urusan rakyat. Untuk biaya kesehatan, pendidikan, pemenuhan kebutuhan pokok bagi rakyat miskin seperti sandang, pangan, dan papan.

Walhasil, dalam Islam setiap aset negara dikelola sendiri oleh negara sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Bukan malah diserahkan pada swasta apalagi pada asing. Negara bertanggung jawab penuh dalam proyek-proyek pengelolaan sektor strategis atau layanan publik, termasuk pengelolaan tambang. Swasta hanya dilibatkan dalam aspek teknis, itu pun jika diperlukan dan dipastikan tidak akan merugikan kepentingan rakyat dan Negara.

Dengan begitu maka negara dapat melepaskan diri dari jeratan investasi dan hutang riba. Kebutuhan masyarakat terpenuhi. Tentu semua rakyat akan merasakan kesejahteraan yang sesungguhnya. Begitulah ketika Islam diterapkan, urusan dan kebutuhan rakyat akan terpenuhi dengan baik karena semua berjalan sesuai aturan dari sang pencipta dan sang pengatur yakni Allah SWT.

Oleh karena itu, umat dan penguasa negeri ini harus terus diupayakan agar paham dan sadar bahwa satu-satunya solusi yang dapat memecahkan berbagai permasalahan kehidupan dan wajib diterapkan adalah Islam. Wallahu a’lam.

 

Penulis: Risnawati, STP. (Pegiat Opini Muslimah Kolaka)

Editor: H5P

Komentar