TEGAS.CO,. NUSANTARA – Maraknya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh oknum-oknum abdi negara menunjukkan masih absennya nilai-nilai etika dalam diri seorang penegak hukum.
Polisi, jaksa, pengacara, dan hakim yang merupakan pilar utama dalam penegakan hukum di negeri ini masih tidak terlepas dari berbagai tindakan pelanggaran etik. Bahkan akhir-akhir ini marak terjadi kasus-kasus yang mencoreng nama baik pilar-pilar tersebut, terkhusus di institusi kepolisian.
Pemerkosaan, pelecehan seksual, pengabaian pelayanan publik di institusi seragam abu-abu tersebut membuat wibawa hukum pun melorot.
Bahkan sampai pernah membumi tagar ‘percuma lapor polisi’, ini menunjukkan bahwa trust masyarakat pada institusi ini menurun.
Berdasarkan laporan yang masuk pada Ombudsman, menyebutkan bahwa 11,34% dari 7.204 kasus yang masuk diantaranya menyangkut kinerja instansi kepolisian. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar kedua setelah pemerintah daerah dengan persentase hampir 39,59%. Hal ini menjadikan Polri sebagai institusi yang paling banyak dilaporkan sepanjang tahun 2020.
Berbagai persoalan dalam pelayanan publik dan pelanggaran etika di instansi kepolisian tersebut, apabila tidak ditangani akan berpotensi merusak citra Polri.
Sebelum membahas lebih jauh, terlebih dahulu kita pahami mengenai etika dan kode etik. Zain Badudu(1994), memaknai etika sebagai suatu ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk oleh masyarakat luas. Etika juga menjadi ukuran nilai mengenai yang salah dan yang benar sesuai dengan anggapan umum(anutan) masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, etika publik merupakan refleksi tentang standar/norma dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Sementara, kode etik adalah peraturan tertulis sebagai acuan atau pedoman bagi seseorang/sekelompok orang dalam berperilaku di sebuah organisasi atau perkumpulan yang harus diikuti dan bersifat mengikat.
Pelanggaran Kode Etik di Instansi Kepolisian
Pelanggaran kode etik di instansi kepolisian dapat dilihat dari beberapa aspek yakni pelayanan, integritas, profesionalisme, dan etika perilaku. Salah satu contoh pelanggaran kode etik yang bisa kita yaitu pada kasus Bripda Randy Bagus Hari Sasongko.
Merujuk pada pelanggaran yang dilakukan Bripda Randy Bagus Hari Sasongko yang melakukan tindakan pemerkosaan dan pemaksaan pengguguran kepada korban, Novia Widyasari, Mahasiswa prodi Bahasa Inggris Universitas Brawijaya. Tindakan tersebut dapat digolongkan ke dalam pelanggaran etika perilaku.
Pada kasus ini, berdasarkan Pasal 348 tentang Aborsi Juncto Pasal 55 KUHP, Bripda Randy Bagus Hari Sasongko ditetapkan menjadi tersangka dan terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara. Selain itu, ia juga melakukan pelanggaran etik kepolisian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik, yang mengakibatkan ia diberhentikan secara tidak hormat atau dipecat.
Penegakkan Hukum dan Penanaman Etika di Kepolisian
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo berjanji akan menindak tegas kasus Bripda Randy Bagus Hari Sasongko. Tindakan tegas tersebut yakni dengan melakukan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dan melakukan pemecatan dengan tidak hormat, serta melakukan proses penegakkan hukum sesuai pelanggaran yang dilakukan.
Sementara, untuk mencegah tindakan semacam ini terjadi kembali, upaya-upaya penanaman etika juga dilakukan di instansi kepolisian yaitu dengan mewajibkan anggota kepolisian untuk menghayati dan menjiwai etika profesi Kepolisian yang mencakup etika pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan dalam bersikap dan berperilaku.
Penulis: Rohmat Setiawan (Mahasiswa Universitas Indonesia)
Editor: Yusrif Aryansyah
Komentar