TEGAS.CO,. NUSANTARA – Negeri Cendrawasih menyimpan sejuta potensi didalamnya. Mulai dari tambang dan energi, bahkan Papua menjadi produsen emas terbesar di dunia, serta terdapat uranium yang merupakan bahan baku pembuatan nuklir. Tak hanya itu, potensi pariwisata, hingga kekayaan lautnya pun tak bisa dipandang sebelah mata.
Ironisnya, kekayaan sumber daya alam di tanah Papua seharusnya mampu menyejahterakan masyarakat yang tinggal didalamnya. Namun nihil, kehidupan masyarakat Papua masih masuk kateogori terbelakang.
Sebagaimana diungkap dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan LIPI, masyarakat Papua menghadapi sederet permasalahan, diantaranya peminggiran, diskriminasi, rasisme, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa Papua bagi Indonesia.
Ketidakoptimalan pembangunan ingrastruktur sosial, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pelanggaran HAM hingga siklus kekerasan politik yang belum tertangani.
Kondisi inilah yang menyebabkan timbulnya emosi akibat kesenjangan sosial yang dihadapi, berujung isu pemisahan diri. Puncaknya, tuntutan Papua Merdeka kian membara bahkan tuntutan referendum ini sudah dibawa ke kancah internasional/PBB oleh ULMWP (cnnindoensia.com).
Tuntutan referendum di kancah Internasional diikuti sejumlah aksi demonstrasi, pengibaran bendera Bintang Kejora, teror kepada masyarakat sekitar, aparat penegak hukum, bahkan relawan, bahkan pembunuhan dan penganiayaan.
Baru-baru ini kelompok separatis dan teroris itu kembali agresif menebar teror. Seperti terjadi Jumat, 3 Desember lalu, tepatnya pada siang hari, Pos Koramil Persiapan Distrik Suru-suru ditembaki KKB. Dua prajurit TNI yang sedang mengambil air di bak penampungan mendadak diberondong tembakan. (sindonews.com)
Mencermati lebih jauh lagi, aksi ini ditunggangi oleh para kapitalis asing, terbuki dengan adanya intervensi AS, Australia dan Inggris pada dukungan persenjataannya.(tribunjambi.com)
Kondisi kesenjangan Papua diduga kuat dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk mengadu domba masyarakat, agar masyarakat Papua menuntut desintegrasi. Ini dilakukan untuk memuluskan rencana menjarah kekayaan Papua lewat tuntutan referendum.
Desintegrasi pun akhirnya dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan diskriminasi di Papua, padahal ini justru akan menambah persoalan baru, yakni semakin memudahkan kapitalis asing mencengkram, menguasai dan menjajah Papua tanpa ada penghalang dari siapapun, termasuk Indonesia. Dan tentunya Persatuan Indonesia dalam sila ke-3 Pancasila telah tercabik-cabik dengan lepasnya salah satu wilayah Indonesia.
Berbagai persoalan di Papua baik persoalan ekonomi maupun persoalan rasisme juga tidak lepas dari sikap abai pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran serta pengaturan negara dijalankan dalam mekanisme sistem kapitalis-sekuler.
Akibatnya kapitalis melalui UU sebagai payung hukum dengan seluas luasnya mengakses dan mengeksploitasi kekayaan alam bahkan dibidang pendidikan. Pendidikan didesain sedemikian rupa agar masyarakat tidak terdidik sehingga tidak mampu mengelola SDA sendiri.
Dengan fakta seperti ini, maka persoalan Papua tidak akan pernah bisa terselesaikan jika negeri ini masih menerapkan sistem Kapitalisme.
Solusi terhadap Papua
Disintegrasi adalah upaya sebuah wilayah untuk memisahkan diri. Padahal menjaga keutuhan wilayah dalam pandangan Islam adalah wajib dan haram memisahkan diri. Hal ini didasarkan pada hadis. Dari Arfajah, ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Jika ada orang yang datang kepada kalian, ketika kalian telah sepakat terhadap satu orang (sebagai pemimpin), lalu dia ingin merusak persatuan kalian atau memecah jamaah kalian, maka perangilah ia. (HR. Imam Muslim, nomor 1852).
Pemerintah pusat harus menerapkan hukum yang adil tanpa diskriminasi kepada seluruh rakyat, termasuk rakyat di Papua. Juga memberlakukan Politik ekonomi dengan menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya terpenuhi. Pengelolaan keuangan terpusat. Seluruh harta benda milik umum dan milik negara menjadi pemasukan Baitul Mal.
Seluruh anggaran belanja baik untuk keperluan pemerintahan pusat maupun daerah, akan dipenuhi tanpa melihat pemasukan daerahnya kecil atau besar. Baik daerahnya miskin atau tidak, desa atau kota, maka pembangunan tidak berdasarkan pendapatan daerah, tapi sesuai kebutuhan. Termasuk di sini pembangunan infrastruktur. (Sistem Keuangan dalam Negara Khilafah, Abdul Qadim Zallum, hlm 65).
Karenanya, solusi yang terbaik untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang tersistem ini termasuk permasalahan di Papua, yakni dengan mencampakkan sistem sekuler kapitalis, lalu mengadopsi sistem terbaik dan benar yaitu sistem Islam.
Sistem Islam yang diterapkan dalam sebuah negara khilafah akan menghasilkan pemimpin yang bertanggung jawab penuh terhadap amanahnya sebagai pelayan rakyat, mengurusi seluruh urusan rakyat, secara maksimal dan profesional sesuai hukum-hukum Islam dalam mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan keamanan yang menjadi hak rakyat, tanpa adanya diskriminasi.
Negara akan menerapkan peraturan dan sanksi yang tegas terhadap masyarakat yang memberontak dan memprovokasi untuk memisahkan diri. Kekhilafahan juga akan menjaga dengan ketat wilayahnya dari masuknya para penjajah beserta tsaqafahnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga pemikiran rakyat dalam kekhilafahan dari pemikiran sesat yang disebarkan oleh para penjajah.
Wallahu a’lam..
Penulis: St. Hartanti (Aktivis Dakwah Kampus)
Editor: Yusrif Aryansyah
Komentar