Undang Investor Asing untuk Vaksin Baru, Apa Bahayanya?

Undang Investor Asing untuk Vaksin Baru, Apa Bahayanya?

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Keberadaan investor asing di industri kesehatan akan membuat negara makin bergantung pada asing. Hal ini justru sangat kontradiktif dengan pernyataan awal Menkes terkait tujuan investasi sektor kesehatan ini, yaitu agar Indonesia bisa berdaya secara mandiri. Jika yang mengambil alih adalah perusahaan asing, bukankah malah menjadi bukti bangsa ini memang tidak mandiri?

Dilansir dari kumparanNews, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengundang investor asing untuk memproduksi vaksin RNA di Indonesia. Hal ini karena ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku obat-obatan hingga teknologi di bidang kesehatan dari luar negeri.

Ia pun mengungkapkan saat ini ada sekitar 14 jenis vaksin buatan lokal yang sedang dikembangkan. Di antaranya Japanese Enchepalitis (JE), Human Papillomavirus (HPV), Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV), dan Rotavirus.

Budi juga membuka peluang bagi investor dalam pengembangan 14 jenis vaksin tersebut. Ia berjanji Indonesia bakal memberi keringanan baik dari segi regulasi hingga insentif pajak dalam kerja sama pengembangan vaksin tersebut.

Bahayanya Investor Asing

Menghadapi varian baru Omicron, tawaran Menkes untuk mengajak perusahaan vaksin jenis viral-vectordan nucleid-acid based ini tampaknya kurang tepat. Pasalnya, beberapa perusahaan vaksin telah menyatakan vaksin yang mereka produksi kemungkinan besar mengalami penurunan efektivitas untuk melawan varian Omicron, salah satunya adalah Moderna.

CEO Moderna Stephane Bancel telah memperingatkan bahwa efektivitas vaksin yang ada sekarang kemungkinan besar akan menurun melawan varian Omicron daripada varian sebelumnya.

Ketika efektivitas vaksin dalam menghadapi tantangan baru pandemi—varian Omicron—masih dipertanyakan, Indonesia justru membuka penawaran khusus untuk perusahaan vaksin jenis tersebut. Hal ini menunjukkan kesalahan membaca peta pergerakan pandemi sehingga Indonesia mengambil jalan keluar yang tidak pasti.

Bukankah lebih baik jika memberdayakan biaya penawaran insentif tersebut untuk penelitian pengembangan vaksin teknologi terbaru yang mampu melawan varian Omicron? Memang tidak akan mudah, tetapi bukan berarti mustahil. Sejauh ini saja, Indonesia telah mampu membuat vaksin berteknologi virus vaccine danprotein-based vaccine.

Jika pengembangan vaksin teknologi baru yang dapat melawan varian Omicron ini dapat berkembang di Indonesia secara mandiri, hal ini justru akan menjadikan Indonesia pusat ekspor vaksin secara global yang nantinya akan mendatangkan keuntungan lebih bagi negara.

Sikap pemerintah yang menyerahkan pengembangan dan pengadaan vaksin kepada investor asing dengan membangun perusahaannya di Indonesia merupakan bentuk lepas tanggung jawab atas kepentingan hajat hidup orang banyak.

Keberadaan investor asing di industri kesehatan akan membuat negara makin ketergantungan terhadap pihak asing. Hal ini pun sangat kontradiktif dengan pernyataan awal Menkes terkait tujuan investasi sektor kesehatan ini, yaitu agar Indonesia bisa berdaya secara mandiri.

Dengan dasar itulah, sektor kesehatan masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) karena berkaitan dengan ketahanan suatu negara. Jika asing menguasai sektor kesehatan suatu negara, sementara sektor ini menyangkut hajat hidup warga negaranya sendiri, hal ini membuktikan pemerintah berlepas tangan dalam tanggung jawab tersebut.

Islam Solusinya

Berbicara tentang penyakit infeksi, termasuk Covid-19 yang sedang kita hadapi sekarang, sejarah membuktikan bahwa ilmuwan muslim adalah pelopor dalam penemuannya. Sekitar 1020 M pada masa kejayaan dunia Islam, Ibnu Sina ‘Bapak Kedokteran Modern Dunia’ dalam bukunya The Canon of Medicine telah menjelaskan konsep penting seperti metode karantina dalam membatasi penyebaran penyakit menular, serta menjelaskan tentang analisis faktor risiko.

Pada abad ke-14, wabah The Black Death bubonic plague menyerang Andalusia. Dokter muslim bernama Ibnu Khatima menjadi yang pertama menemukan bahwa penyebab penyakit infeksi tersebut adalah mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh manusia.

Masih pada abad ke-14, dokter muslim keturunan Andalusia-Arab bernama Ibnu al-Khatib (1313—1374) menulis jurnal “On the Plague” yang mampu menjelaskan teori dasar bahwa penyakit infeksi dapat tertular melalui kontak tubuh atau pakaian, persis seperti penyebaran Covid-19 saat ini.

Dengan sistem pendidikan kesehatan Islam era Khilafah tersebut, cendekiawan muslim menjadi pelopor teknologi dan temuan penting dalam bidang kedokteran. Tidak seperti saat ini, ketika sistem kehidupan Islam tidak terterapkan, umat muslim menjadi pengekor pihak asing saja.

Dengan kembali pada aturan Islam dalam bidang politik dan ekonomi, negara dengan sistem kehidupan Islam (Khilafah) akan mengelola dan mengatur sepenuhnya sektor kesehatan yang menjadi hajat hidup orang banyak secara profesional demi kemakmuran rakyat. Semua itu demi memenuhi kewajiban negara dalam riayah suunil ummah dan mewujudkan kemuliaan umat muslim. Wallahualam

Penulis : Fhya N (Aktivis Dakwah Kampus)

Publisher: Yusrif Aryansyah

Komentar