TEGAS.CO,. NUSANTARA – Lagi-lagi slogan “air kubeli” terus meneriaki bumi pertiwi. Indonesia yang terkenal kaya akan SDA (Sumber Daya Alam) ternyata tak menyulutkan kekrisisan air untuk menimpa negeri ini. Masih banyak dipelosok-pelosok negeri yang kurang mendapatkan suplay air bersih yang menjadi sumber kehidupan. Termasuk di bumi anoah.
Pada 30 Desember, 2021 lalu. Telisik.id menginformasikan bahwa Warga Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari mengeluhkan suplai air bersih. PDAM Tirta Anoa lebih dari sepekan macet.
Salah seorang warga Tobuuha, Kecamatan Puuwatu, Ahmad mengatakan, akibat tidak tersuplai ia terpaksa membeli air tandon. “Sudah ada 1 minggu air tidak mengalir. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih kita terpaksa beli air Rp.50.000 per tandon, Tolong Wali Kota Kendari lebih serius tangani persoalan air bersih ini,” katanya.
Ternyata, masalah air macet sudah sering dikeluhkan oleh warga setempat. Untuk itu, mereka meminta agar Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir lebih serius menangani persoalan air bersih.
Di hubungi terpisah, Dirut PDAM Kota Kendari, Damin mengatakan, berhentinya suplai air dikarenakan pipa transmisi di Intake Pohara bocor. Selama masa perbaikan pipa suplai air bersih di 6 Kecamatan terhenti. 6 Kecamatan itu yakni Kecamatan Kadia, Puuwatu, Mandonga, Kendari, Kendari Barat dan Kecamatan Wua-wua.
Dari informasi ini, jelas masalahnya sangat luas dan butuh solusi mendesak dan cepat, karena air adalah masalah hidup dan mati.
Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia dan Timor Leste Hedi Santoso mengatakan, pada tahun 2030 masyarakat dunia akan menghadapi defisit air yang mencapai 40 persen dalam kondisi iklim yang sama atau bahkan lebih buruk daripada yang terjadi saat ini. (kompas.com, 16/3/2021).
Sementara itu, untuk Indonesia sendiri, menurut pimpinan Indonesia Water Institute (IWI) Firdaus Ali, tercatat penyediaan air perpipaan di Indonesia hanya mampu melayani sebesar 21,8 persen dari total populasi masyarakat Indonesia sebanyak 270,2 juta jiwa. Angka tersebut masih sangat rendah dan menjadi tantangan bersama untuk menambah stok penyediaan air dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sementara, pengisian kembali air tawar ke dalam lapisan aquifer menurun karena meningkatnya pembabatan hutan. Juga akibat konversi lahan produktif menjadi pemukiman dan industri, serta kondisi cuaca yang tidak menentu (kemarau yang berkepanjangan), pencemaran lingkungan, dan pemanasan global.
Penelitian terkini para ahli iklim dan lingkungan menunjukan laju deforestasi yang sangat cepat adalah yang paling bertanggungjawab terhadap darurat kekeringan dan krisis air bersih, di samping iklim ekstrim dan pemanasan global. Keduanya, baik deforestasi maupun iklim ekstrim faktor penghambat sangat keberlangsungan daur air.
Penting diingat, laju deforestasi yakni alih fungsi hutan yang begitu pesat selama beberapa dekade terakhir bukan karena tekanan populasi manusia sebagaimana yang banyak disangkakan. Akan tetapi lebih karena tekanan politik globalisasi dengan sejumlah agenda neoliberal yang hegemoni. Berupa liberalisasi sumber daya alam kehutanan, pertambangan, hingga pembangunan kawasan ekonomi khusus dan energi baru terbarukan.
Kondisi ini diperparah dengan eksploitasi mata air oleh pebisnis air minum kemasan, pencemaran sungai dan liberalisasi air bersih perpipaan.
Semuanya, yakni deforestasi, eksploitasi mata air, pencemaran sungai dan liberalisasi air bersih perpipaan memiliki ruang yang subur dan luas dalam sistem kehidupan sekuler. Khususnya sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi yang melegalkan kelalaian negara.
Sementara itu, penanggulangan dan pencegahan dalam bingkai neoliberal telah gagal. Karena begitu banyak peraturan perundang-undangan dan program yang telah dijalankan pemerintah. Hasilnya, puluhan juta jiwa tetap tidak ada akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik.
Bila ditelaah secara mendalam semua aspek yang berkontribusi terhadap darurat kekeringan dan krisis air bersih, baik itu aspek deforestasi, liberalisasi mata air oleh pebisnis AMDK dan liberalisasi air bersih, semuanya memiliki ruang subur dan lapang dalam sistem kehidupan sekuler, khususnya sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi.
Berikut dengan paradigma dan logika-logika yang batil yang menjadikan air, hutan sebagai barang komersial.
Padahal Allah swt menciptakan kadar, karakter alamiah pada setiap makhluk ciptaan-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam QS Al A’la ayat 3, yang artinya, “Dan yang menentukan kadar (masing-masing ciptaan-Nya) dan memberi petunjuk)”. Pada semua ciptaan-Nya Allah SWT ciptakan pula keseimbangan, “Dia ciptakan keseimbangan” (TQS Al A’la: 7 ). Sungguh Allah telah mengingatkan agar keseimbangan itu jangan dirusak, “Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu” (TQS Al A’la: 8). Artinya, kesejahteraan di seluruh penjuru alam hanya akan terwujud, termasuk bebas dari darurat kekeringan dan krisis air bersih manakala syariat Allah swt sajalah yang diterapkan.
Padahal tata aturan syariat Islam sudah mengatur dalam mengatasi aspek-aspek yang berkontribusi pada deforestasi, eksploitasi mata air dan liberalisasi air bersih perpipaan. Semuanya berlangsung di atas prinsip-prinsip yang benar, di antaranya adalah:
Pertama, faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang di Indonesia bahkan dunia. Demikian sumber-sumber mata air yang berpengaruh luas terhadap kehidupan masyarakat. Karena itu pada hutan dan sumber-sumber mata air, sungai danau dan alutan secara umum melekat karakter harta milik umum sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw yang artinya, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api”(HR Abu Dawud dan Ahmad).
Kedua, negara wajib hadir secara benar. Negara tidak berwenang memberikan hak konsesi (pemanfaatan secara istimewa khusus) terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau dan laut, karena konsep ini tidak dikenal dalam Islam. Negara wajib hadir sebagai pihak yang diamanahi Allah swt, yakni bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya terhadap pengelolaan harta milik umum.
Rasulullah saw menegaskan, artinya, ”Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggungjawa terhadap gembalaannya (rakyatnya),” (HR Muslim).
Ketiga, negara berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapanpun dan dimanapun berada. Dan status kepemilikannya adalah harta milik umum dan atau milik negara. Dikelola pemerintah untuk kemashlahatan Islam dan kaum muslimin.
Hal ini kembali pada kaedah bahwa status hukum industri dikembalikan pada apa yang dihasilkannnya. Untuk semua itu, Negara harus memanfaatkan berbagai kemajuan sain dan tekhnologi, memberdayakan para pakar yang terkait berbagai upaya tersebut, seperti pakar ekologi, pakar hidrologi, pakar tekhnik kimia, tekhnik industri, dan ahli kesehatan lingkungan. Sehingga terjamin akses setup orang terhadap air bersih gratis atau murah secara memadai, kapanpun dan dimanapun ia berada.
Keempat, bebas dari agenda penjajahan apapun bentuknya termasuk agenda hegemoni climate change dan global warming, karena Islam telah mengharamkan penjajahan apapun bentuknya. Allah SWT berfirman dalam QS Al Maaidah (4): 141, artinya, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin”.
Inilah sejumlah prinsip sohih untuk mengakhiri krisis akut air bersih dan darurat kekeringan. Keseluruhan konsep ini adalah aspek yang terintegrasi dengan sistem kehidupan Islam. Sistem politik yang didesain Allah swt sesuai dengan fitrah, karakter alamiah makhluk cipataan-Nya.
Penulis: Fhya N (Aktivis Dakwah Kampus)
Publisher: Yusrif Aryansyah
Komentar