TEGAS.CO.,KOLUT – Di tengah ekonomi Negara sedang merosot, hutang menumpuk. Namun, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) tetap optimis bangun bandara.
Seperti dilansir dari salah satu media online, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra) optimis proyek pembangunan Bandar Udara (Bandara) di Desa Lametuna Kecamatan Kodeoha akan selesai sesuai perencanaan setelah adanya kucuran dana APBN sebesar Rp400 miliar, rencananya akan digelontorkan di 2023 mendatang.
Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan Kolut, Junus mengatakan, pembangunan bandara yang ditempatkan di bagian utara Kota Lasusua tersebut menunjukkan kemajuan yang signifikan setelah dianggarakan melalui APBD sebesar Rp56 miliar 2021 lalu.
Kata dia, bandara tersebut nantinya akan menjadi akses transportasi cepat yang memang dibutuhkan masyarakat saat ini.
“Pembangunan bandara ini masuk dalam rencana strategis nasional, sehingga anggarannya baru bisa turun nanti di Tahun 2023,” kata Djunus, Selasa (11/1/2022).
Bangun Bandara, Dalam Paradigma Kapitalistik
Pembangunan bandara Kolut ini rencananya akan dihibahkan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk selanjutnya menjadi aset Kemenhub. Rencananya di 2022 ini aset tersebut akan diserahkan ke pusat.
Sayangnya di tengah utang yang menumpuk, terlebih anggaran APBN defisit di bawah 3 persen dari PDB PADA 2023, sehingga dianggap kebijakan pembangunan bandara ini kurang stategis dan belum mendesak.
Menjadikan proyek ini pada akhirnya prakteknya akan terjadi tarik menarik antara kepentingan pemerintah dan korporasi. Namun demikian, tarik menariknya kepentingan kedua pihak tersebut, nyatanya tidak mengalir pada rakyat, mengapa?
Inilah paradigma pembangunan yang kapitalistik. Begitupun pertumbuhan ekonomi nyatanya tidak berkorelasi positif dengan kesejahteraan masyarakat.
Karena jika memang pembangunan infrastruktur seperti bandara, pelabuhan, dan jalan tol, semua itu untuk rakyat. Mengapa pembangunan infrastruktur lainnya seperti jembatan di pedesaan, jalan arteri antar desa tidak terperhatikan? Sangat terlihat fokus pembangunan pada sektor dan wilayah yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Meski alasan dibangunnya bandara, bahwa keuntungan dibuatnya infrastruktur akan mengalir nantinya pada kepentingan rakyat. Namun, realitasnya selalu menunjukkan berbeda. Itulah mengapa kebijakan ini sama sekali tidak menguntungkan rakyat. Lalu, siapa yang diuntungkan?
Sangat jelas bahwa kebijakan pemerintah ini tidak pro terhadap rakyat.
Islam Punya Solusi
Islam adalah agama yang sempurna memiliki seperangkat aturan, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Hari ini di era modern kapitalisme telah menjadi petaka bagi kehidupan manusia.
Berbeda secara diametral dengan paradigma pembangunan kapitalistik yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Paradigma pembangunan dalam Islam berangkat dari kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan asasi rakyatnya. Jika kapitalisme memandulkan fungsi negara yang hanya sebatas regulator.
Islam dengan sistem khilafahnya, menjadikan peran negara sebagai sentral dalam upaya pembangunannya.
Sehingga Pemerintahannya independen akan menjadikan pembangunannya fokus pada kemaslahatan umat. Yakni, prioritas pembangunan pun bukan dilihat apakah bernilai ekonomi atau tidak. Tapi berdasarkan kemaslahatan bagi umat.
Jika masih banyak sarana prasarana yang umat butuhkan untuk bisa hidup dengan layak, maka pembangunan pemerintah akan fokus ke sana.
Khilafah akan fokus membangun jembatan antar desa, membuat bendungan untuk kemaslahatan rakyat, memperbaiki jalan rusak.
Pemerintah tidak akan tergoda oleh kucuran utang untuk membangun bandara atau pelabuhan yang kebutuhannya tidak mendesak, terlebih masih dalam kondisi pandemi.
Kondisi ini berbanding terbalik dan jauh berbeda dengan cara Islam mensejahterakan rakyat. Dalam Islam menjadi seorang pemimpin memiliki tanggungjawab yang sangat besar, tak hanya dari sudut pandang duniawi tetapi juga akhirat kelak dan harus mempunyai kapabilitas untuk memimpin.
Bahkan, pelayanan publik khususnya transportasi umum dan infrastruktur lainnya akan dipenuhi tanpa dipungut biaya.
Disisi lain, Paradigma Islam dalam mengurus dan melindungi umat sudah menjadi hal yang mutlak. Islam juga memiliki prinsip dalam pembangunan.
Pertama, pembangunan infrastruktur termasuk penerbangan menjadi tanggungjawab penuh negara, tidak boleh diserahkan ke pihak swasta. Kedua, sebelum melakukan pembangunan terlebih dahulu dilihat wilayah yang cocok dan strategis. Seperti yang ada di kota Baghdad sebagai ibu kota kekhilafahan, setiap bagian pembangunan dalam kota diproyeksikan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. Semua tertata dengan baik tanpa ada saling menganggu antara satu area bangunan dengan yang lainnya.
Sistem Islam mewujudkan pembangunan yang mampu mensejahterakan rakyat secara merata melalui penerapan sistem ekonomi islam. Hal ini juga secara otomatis akan mencegah terjadinya praktek bisnis layanan publik yang merugikan rakyat.
Pembangunan infrastruktur juga tidak boleh dijadikan lahan bisnis. Negara tetap konsisten mengurusi rakyat, tak lupa pula penerapan hukum-hukum Allah Swt. yang lain wajib ditegakan.
Hal inilah yang menjadi kunci keberhasilan Islam dalam mengurusi umat selama kurun waktu 1400 tahun yang lalu.
Namun, pada dasarnya semua pencapaian Islam pada masa khilafah tidaklah mungkin bisa diterapkan dalam sistem kapitalisme neoliberal kecuali dengan perubahan secara total kepada sistem Islam.
Oleh karena itu, jika kita menginginkan pembangunan yang fokus pada kemaslahatan umat, urgen sekiranya Islam dengan Khilafahnya menjadi sistem yang menaungi negeri ini. Wallahu a’lam bishowab
Penulis: Risnawati, STP. (Pegiat Opini Muslimah)
Editor: H5P
Komentar