TEGAS.CO,. MUNA – Kesetaraan Gender menjadi isu menarik untuk diperbincangkan, bukan saja tentang laki-laki dan perempuan secara jenis kelamin tapi memfokuskan pada akses-akses kehidupan yang bisa terjangkau tanpa adanya diskriminasi secara proporsional.
Program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) Site Pasi Kolaga yang mencakup tiga Kecamatan di Kabupaten Muna Provinsi Sulaweai Tenggara (Sultra) yakni Pasir Putih, Pasi Kolaga dan Tongkuno berupaya menjawab tantangan kesetaraan gender dengan menghadirkan sejumlah program dan kegiatan.
Program yang dimotori oleh LSM/NGO RARE itu berupaya menghadirkan aksi perubahan yang salah satunya mendorong perempuan-perempuan pesisir dapat memiliki akses yang sama dengan para lelaki.
Perempuan pesisir asal Desa Kolese Kecamatan Pasi Kolaga Kabupaten Muna, Juliana (42) menyebut selain sebagai ibu rumah tangga juga mengambil peran untuk menjadi pekerja rumput laut. Kata dia dengan aktivitas sampingannya selain mengisi waktu kosong juga memberikan tambahan pendapatan.
“Selesai pekerjaan di rumah, saya langsung kerja memilah rumput laut yang akan dijemur. Sekali-kali anakku ikut membantu juga kalau tidak ada kerjaannya atau dia datang bantu kalau sudah pulang sekolah,” katanya saat ditemui sedang memilah rumput laut, Selasa (25/1/2).
Pendamping Teknis Program PAAP Sultra Site Pasi Kolaga, Laode Muhammad Ramadan menyebut Kesetaraan gender di PAAP Site Pasi Kolaga diwujudkan dengan memberikan akses kepada ibu ibu nelayan untuk aktif di berbagai kegiatan.
“Perempuan (ibu-ibu nelayan) harus dilihat dan diakui, harus mendapatkan hak dan akses yg sama terhadap sumberdaya, keuangan, pasar, dan tekhnologi, serta suara (pendapat) mereka harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan dan proses kebijakan kelompok PAAP. Mengingat pentingnya peran perempuan (ibu-ibu nelayan) dalam perikanan skala kecil, maka keberadaan mereka tidak bisa diabaikan,” ucap Ramadan, Rabu (26/1/22).
lanjut Ramadan, ibu ibu nelayan memiliki peran penting dalam perikanan skala kecil, mulai dari pra penangkapan ikan, penangkapan ikan, dan pasca penangkapan ikan. Pra penangkapan ikan, ibu-ibu nelayan berperan dalam menyiapkan makanan/bekal melaut ut suaminya, mempersiapkan umpan, dan menjahit jaring. Di penangkapan, ibu-ibu nelayan juga ikut memancing utk kebutuhan sendiri, menangkap gurita dan meti-meti saat air laut surut. Pasca penangkapan, ibu-ibu nelayan berperan dalam mengelompokkan ikan, membuat produk olahan ikan, menjual ikan, mencatat pembukuan.
“Peran itu bukanlah pekerjaan baru bagi ibu-ibu nelayan. Semua kegiatan tersebut merupakan rutinatas ibu-ibu nelayan dalam membantu suaminya. Karena hal itu merupakan peran penting ibu-ibu nelayan, maka dalam PAAP peran tersebut diakomodir dan diberikan ruang untuk menjadi bagian dari rencana PAAP dan program pemberdayaan ibu-ibu nelayan,” terangnya.
Pria yang berkantor di Dinas Perikanan Kabupaten Muna itu juga menyampaikan dalam kepengurusan kelompok PAAP, keterwakilan perempuan/ibu-ibu mencapai 30 persen.
Ada 6 akses yg menjadi tangga partisipasi ibu-ibu dalam kegiatan PAAP yakni: Hadir dalam kegiatan/pertemuan, mendapatkan akses informasi yang sama sehingga dapat memahami maksud pertemuan, diberi ruang untuk memberikan pendapat, pendapat mereka didengar dan dihargai dalam setiap kegiatan atau pertemuan, dalam pengambilan keputusan juga dilibatkan dan dipertimbangkan serta memiliki hak yg sama dalam hal akuntabilitas dan mereview rencana PAAP.
Tentu setelah berproses di PAAP dengan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, maka balasannya adalah alam akan memberikan hasilnya untuk dinikmati.
“Ketika alam lestari, ikan melimpah, nelayan insyaa Allah akan sejahtera. Mereka tdk perlu pergi jauh mencari ikan jika habitat ikan di dekat kampung mereka sehat terjaga dan banyak ikannya,” tutup pria yang menjabat Kepala Seksi Data Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Muna.
Laporan: Faisal
Editor: Yusrif
Komentar