TEGAS.CO., KONAWE – Bendungan Ameroro di kabupaten Konawe provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 yang menelan Anggaran 1,6 Triliun Rupiah untuk menambah jumlah tampungan air di Sulawesi Tenggara dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dan ketersediaan air.
Pembangunan Bendungan Ameroro dilaksanakan dalam 2 paket pekerjaan, yakni Paket I oleh kontraktor PT Wijaya Karya – PT Sumber Cahaya Agung – PT Basuki Rahmanta Putra (KSO) dan Paket II PT Hutama Karya – PT Adhi Karya (KSO).
Bendungan ini didesain dengan tipe urugan yang memiliki tinggi puncak mencapai 82 meter, panjang bendungan 324 meter, dan lebar 12 meter.
Berdasarkan hasil investigai Pusat Advokasi Hukum Energi Dan Pertambangan Sulawesi Tenggara (PAHAM-SULTRA), Aan Prasetia. SH Selaku Direktur Eksekutif menyatakan bahwa pembangunan proyek irigasi yang dikerjakan oleh perusahan kontraktor PT Wijaya Karya – PT Sumber Cahaya Agung – PT Basuki Rahmanta Putra (KSO) untuk Paket Tahap I dan PT Hutama Karya – PT Adhi Karya (KSO) Untuk Paket Tahap II, diduga membeli material dari penambangan galian C (pasir) ilegal/tanpa izin di wilayah hukum Kabupaten Konawe.
Sebab, sejauh ini berdasarkan Data dari ESDM Republik Indonesia belum ada Izin Usaha Penambangan (IUP) Galian C di Kabupaten Konawe.
Berdasarkan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 Jo. Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2020 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara (Minerba), maka pelaku baik Penambang tanpa izin maupun pembeli (Pihak Kontraktor) dapat dipidana.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 158 & Pasal 161 itu sudah diatur bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan, dan lain lain. Bagi yang melanggar, maka pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Selain itu, apabila ada indikasi suatu proyek pembangunan menggunakan material dari hasil penambangan tidak berizin, maka kontraktornya juga bisa dipidana.
“Oleh karena itu, mengingat Pembangunan Bendungan Ameroro adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan menopang hajat hidup orang banyak maka pengerjaannya pun jangan menggunakan material abal-abal alias Ilegal,”tegas Aan Prasetya kepada tegas.co., Kamis (3/2/2022).
Dikatakannya, berdasarkan hal tersebut PAHAM SULTRA, Mendesak kepada :
1. PT Wijaya Karya-PT Sumber Cahaya Agung – PT Basuki Rahmanta Putra (KSO) dan PT Hutama Karya – PT Adhi Karya (KSO), untuk segera nenghentikan pembangunan Bendungan Amororo yang menggunakan material Ilegal/tanpa Izin;
2. Aparat Penegak Hukum Untuk segera menindak secara tegas kepada semua pihak yang terlibat dalam Ilegal Mining tidak terbatas pada korporasi yang memanfaatkan material ilegal/tanpa izin sebagaimana ketentuan Pasal 158 & 161 Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 Jo. Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2020 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Dikonfirmasi terpisah, Humas PT Wijaya Karya, Sigit mengatakan, akan mengecek langsung di lokasi penambangan.
“Nama Penambangnya atas nama siapa pak, disini Wika dan HK,” Singkatnya via whatsapp.
Sementara itu, salah seorang pemilik lokasi penambangan warga kelurahan Tundaone Ameroro Konawe membenarkan ikhwal penambangan pasir ilegal tersebut.
“Bukan hanya satu orang tapi banyak penambang ilegal di wilayah ini pak. Ada banyak alat berat disana. kebetulan lokasi ini dekat dengan lokasi pembangunan bendungan ameroro, penambangan di Desa panggulawu. Desa tanggondipo. Kel. Uepai. Semua kecamatan uepai kab. Konawe,” ungkapnya.
Lokasi penambangan pasir ilegal tersebut berada di Ameroro Kabupaten Konawe.
PUBLISHER: REDAKSI
Komentar