TEGAS.CO,. NUSANTARA – Belum lama ini pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengeluarkan Peraturan Mentri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Permenaker ini menuai banyak protes dan penolakan dari kalangan buruh se Indonesia,
Sebelum kita jauh lebih dalam membahas protes dan penolakan dari pekerja/buruh serta konsep Jaminan Hari Tua (JHT) menurut pemerintah, sebaiknya kita terlebih dahulu melihat konsep JHT dari tahun ke tahun:
- Sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tengaga Kerja (JAMSOSTEK) beserta Aturan Turunannya yakni PP Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaran Progaram Jaminan Sosial Tenaga Kerja, PP terebut dirubah sebanayk 9 kali hingga terkhir keluar dengan PP Nomo 84 tahun 2013.
Konsep Jaminan Hari Tua Berdasarkan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
Menurut undang – undang ini Konsep JHT ada dua Yakni
- Diberikan kepada mereka yang telah berumur 55 Tahun atau cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan Pasal 14 UU nomo 3 tahun 1992
- Diberikan kepada mereka sebelum berumur 55 tahun setelah mencapai kepesertaan tertentu berdasarkan pasal 15 UU Nomor 3 tahun 1992.
Kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh PP nomo 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaran Jaminan Sosial Tenaga Kerja yakni Bahwa Tenaga kerja yang belum mencapai 55 tahun dan waktu kepesertaan serendah-rendahnya 5 tahun dapan meneriam JHT tersbut sekaligus namun dengan waktu tunggu selama 6 bulan.
Kemudian pada 2009 pemerintah merubah kembali waktu tunggu penerimaan JHT yang pekerjanya belum mencapai 55 tahun dengan kepesertaan serendah-rendahnya 5 tahun dapat menerima manfaat JHT Sekaligus dengan waktu tunggu 1 bulan, yakni melalui PP nomor 1 tahun 2009 Tentang perubahan keenam atas Perturan Pemerintah nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Sehingga sejak 2009 hingga medio awal 2015, JHT dapat dicairkan oleh pekerja buruh setiap 5 tahun sekali dengan waktu tunggu 1 bulan.
- Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang sistim jaminan sosial Nasional beserta turunannya yakni PP 46 tentang Jaminan Hari Tua Jo PP Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas PP 46 Tahun 2015 Tentang Jaminan Hari Tua, Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua,
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional dalam Pasal 35 Ayat (2) dijelaskan bahwa Jaminan Hari Tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Dalam undang-undang ini menghapus ketentuan Pembayaran JHT Pekerja/buruh yang berhenti bekerja yang belum mencapai Umur 55 tahun, dan ditegaskan pula dalam PP 46 tahun 2015 tentang Program Jaminan Hari Tua.
Namun ditahun yang sama Pemerintah Kembali merubah Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2015 Tentang Program Jaminan Hari Tua melalu PP Nomor 60 Tahun 2015 Tentang perubahan atas PP 46 tahun 2015 Tentang Program Jaminan Hari Tua, menghapus pasal 26 ayat (3) serta memasukan pengertian mencapai usia pensiun dalam lampiran Penjelasan pasal 26 yakni mencapai usia Pensiun adalah termasuk peserta yang berhenti bekerja.
Kementrian Tenaga kerja kemudian mengeluarkan peraturan teknis terkait Program Jaminan Hari tua sebagai Amanah PP 60 Tahun 2015 tentang perubahan atas PP 46 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, dalam pasal 5 dan pasal 6 permenaker nomor 19 tahun 2015 itu djelaskan bahwa, pemberian manfaat jaminan Hari Tua baik Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atau yang mengalami pemutusan hubungan kerja dibayarkan sekaligus dengan waktu tunggu 1 bulan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sejak tahun 1993 hingga awal tahun 2022 sebelum lahirnya permenaker nomor 2 tahun 2022, walupun konsepnya telah berbeda (ada masa kepsertaan dan tidak ada masa kepsertaan) namun pekerja/buruh dapat merasakan manfaat jaminan Hari Tua tersebut setelah mengundurkan diri ataupun mengalami pemutusan hubungan kerja.
- Konsep Jaminan Hari Tua (JHT) Sesuai Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua
Berdasarkan Permenaker nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari tua yang termuat dalam pasal 5 dijelaskan bahwa Manfaat JHT bagi Peserta yang mengundurkan diri sebagaimana yang dimaksud pasal 4 ayat (2) huruf a dan Peserta yang terkena PHK sebagaimna yang dimaksud pasal 4 ayat (2) huruf diberikan pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Pasal 5 Permenaker nomor 2 tahun 2022 Inilah yang mendapatkan Protes dan penolakan dari Sebagian kaum pekerja/buruh dan serikat pekerja/buruh se Indonesia.
Menurut saya penolakan ini masih dinilai secara wajar karena dari histori JHT dari medio tahun 1993 hingga awal tahun 2022 dengan konsep berbeda namun pekerja buruh masih bisa merasakan manfaat Jaminan Hari Tua Tersebut, apalagi masih dalam kondisi ekonomi yang merong-rong Republik Indonesia akibat Covid 19, dan dengan semakin bertambahnya kasus Covid 19 varian omicron yang dikhawatirkan akan mengganggu Kembali kelangsungan ekonomi RI yang berimbas kepada pekerja/buruh.
Namun jika dilihat dari konsep JHT berdasarkan UU nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN bahwa JHT itu adalah Program Jaminan Hari Tua dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia, maka telah tepat jika JHT diberikan pada saat umur 56 tahun, usia 56 tahun in adalah rata rata pekerja telah memasuki masa pensiun.
Dari materi yang disampaikan oleh kementrian ketenga kerjaan bahwan Manfaat JHT sebelum 56 tahun.
- Dengan adanya PP 37 tahun 2021 Tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan menjadi payung hukum dan perlindungan bagi karyawan yang resign ataupun yang terkena PHK
- Kalaim Sebelum 56 tahun dapat mencairkan 10 persen dengan syarat dengan Masa 10 tahun
- 30 % untuk kepemilikan rumah dengan masa kepsertaan 10 Tahun
Manfaat lainnya yakni
- Kredit kepemilikan rumah maksimal harga 500 juta
- Renovasi rumah Maksimal 200 juta
- DP Rumah maksimal 150 Juta
- Kredit Konstruksi
Namun jika ditelaah lebih jauh, menurut saya permenaker nomor 2 tahun 2022 kurang tepat dan keliru dan berpotensi untuk dilakukan judical review di mahakamah agung.
Sesuai dengan Hirarki perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratruan Pemerintah nomor 46 Tahun 2015 Tentang Program Jaminan Hari Tua dalam Pasal 26 yakni:
- Manfaat JHT wajib dibayarkan kepada Peserta apabila:
- Peserta mencapai usia pensiun;
- Peserta mengalami cacat total tetap; atau
- Peserta meninggal dunia.
- Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan kepada Peserta.
- Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada Peserta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sebelum mencapai usia pensiun diberikan kepada ahli waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Manfaat JHT wajib dibayarkan kepada peserta apabila peserta mencapai usia pensiun. Maksud dari kata “usia pensiun” di jelaskan dalam lampiran penjelasan PP tersebut yang berbunyi : “Pasal 26 Ayat (1) huruf a yang dimaksud dengan “mencapai usia pensiun” termasuk Peserta yang berhenti bekerja”.
Dilihat dari ketentuan pasal 26 beserta lampiran penjelasannya tentang frasa “mencapai Usia Pensiun” dalam PP Nomor 60 tahun 2015 tentang Program Jaminan Hari Tua, berdasarkan pasal 26 dan lampiran penjelasannya tidak ada yang berubah dari peraturan tersebut, sehingga apakah Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua bertentangan dengan peraturan diatasnya yakni Peratruan Pemerintah Nomor 60 tahun 2015 Tentang Perubahan atas Perarturan Pemerintah nomor 46 Tahun 2015 tentang Program Jaminan Haritua telah sesuai dengan ketentuan Hiaraki Perundang-undangan sebagaimana dalam Pasal 7 dan pasal 8 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan
Hak pekerja yang dijamin oleh Konstitusi melalui UUD tahun 1945 yakni pasal 28 H ayat (4)
Skema Jaminan Hari Tua yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Program Jaminan Hari Tua sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atasa Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Program Jaminan Hari Tua, yang termuat dalam pasal 16 ayat (1) “Iuran JHT bagi penerima Upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara sebesar 5,7% (lima Koma Tujuh Persen) dari Upah, dengan ketentuan a. 2% (dua Persen) ditanggung oleh pekerja dan b. 3,7 Persen (tiga koma tujuh persen) ditangguh oleh pemberi kerja.
Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf a, bahwa JHT tersebut sebagaian merupakan hak dari pekerja sehingga dalam hal ini Konstitusi Republik Indonesia memberikan perlindungan atas hak warga negaranya yang dituangkan dalam Ketentuan Pasal 28 H ayat (4) Undang-undang dasar 1945 yakni “Hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”
Makna dari pasal 28 H ini adalah bahwa yang menjadi hak warga negara tidak boleh diambil sewenang-wenang oleh siapapun waluapun itu negara sekalipun.
Sehingga menurut hemat saya, kepada pemerintah dalam hal ini kementrian Ketanagakerjaan karena sistim pembayaran JHT tersebut sebahagian diambil dari pekerja melalui potingan 2% dari upah dan dalam hal ini adalah menjadi Hak Pekerja maka wajar jika pekerja ingin merasakan manfaat dari jaminan hari Tua tersebut setalah ia tidak bekerja. Disamping itu pula dengan adanya program manfaat JHT tersebut dapat memberikan perlindungan kepada Pekeraj/buruh peserta Program JHT setelah berhenti bekerja dapat bisa mempertahankan hidup dan kehidupannya dimana ini sejalan dengan Konstitusi Republik Indonesia Yakni Pasal 28 A Undang-Undang dasar 1945.
Dan Jika Pemerintah tetap ingin memberlakukan Konsep sesuai dengan Pasal 35 ayat (2) Undang – Undang SJSN, maka perlu memperhatikan apa yang menjadi hak pekerja/buruh. Misal :
- Selama Mengikuti Program JHT yang pembayarannya dipotong sebesar 2% atas upah pekeja dapat dicairkan setelah berehenti bekerja (baik resign, ataupun PHK), sisanya yang 3,7% dibayarkan setelah memasuki usia pensiun, atau
- Kembali kepada aturan terdahulu dapat dicairkan dengan sayarat masa kepesertaan sebaiamana yang terdahulu pernah dilaksnakan.
Penulis: La Ode Syafril Hanafi, SKM., SH (Pemerhati Ketenagakerjaan)
Publisher: Yusrif Aryansyah
Komentar