Minyak Goreng Langkah, Bukti Kapitalis Tidak pro Rakyat

Ummu Abiyyu (Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO.,NUSANTARA – Tim Satgas Pangan Sumatera Utara mengungkap keberadaan 1,1 juta kilogram minyak goreng yang diduga ditimbun di sebuah gudang salah satu produsen di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (18/2/2022).

Temuan ini bermula dari sidak yang dilakukan oleh Satgas Pangan karena sejak sepekan terakhir terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran, terutama di wilayah Sumatera Utara. Saat sidak, 1,1 juta kilogram minyak yang ditemukan di Deli Serdang ternyata minyak yang siap edar.

Iklan KPU Sultra

Ini Kronologi Penemuan 1,1 Juta Kg Minyak Goreng di Deli Serdang Padahal saat ini kondisi masyarakat tengah kesulitan mendapatkan minyak goreng karena langka di pasaran. Hasil sidak itu langsung disampaikan ke Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.

Belakangan diketahui, pemilik dari timbunan minyak goreng di gudang tersebut adalah anak perusahaan dari Grup Salim milik konglomerat Anthony Salim, yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP). Ancaman hukuman bagi penimbun minyak goreng sebenarnya untuk mengantisipasi penimbunan minyak goreng, polisi telah memperingatkan adanya sanksi berupa hukuman pidana dan denda bagi pelaku penimbunan.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan. Ia menyatakan pelaku penimbunan minyak goreng akan dijerat Pasal 107 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan hukuman penjara 5 tahun atau denda Rp 50 miliar.

Apakah hanya karena penimbunan minyak goreng sehingga menyebabkan kelangkaan karena disinyalir hampir di seluruh Indonesia minyak goreng langkah.Apakah ada udang di balik batu dari kelangkaan minyak goreng ini?.

Ekonom senior Faisal Basri menyebut kisruh minyak goreng yang terjadi saat ini hingga membuat kelangkaan ketersediaannya terjadi lantaran kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Adanya kebijakan yang kurang tepat membuat penyerapan CPO yang tadinya didominasi oleh industri pangan termasuk minyak goreng, kini bergeser ke industri biodiesel.

Hal tersebut lantaran adanya kebijakan B20. Produsen CPO dinilai akan lebih memilih menjual CPO mereka ke perusahaan biodiesel ketimbang perusahaan minyak goreng, lantaran harga jual CPO ke pasar biodiesel domestik lebih tinggi dari dijual ke perusahaan minyak goreng.

“CPO jual ke perusahaan minyak goreng harganya menggunakan harga domestik tapi kalau jual ke perusahaan biodiesel dapatnya harga internasional. Otomatis pilih (menjual ke) biodiesel, dan siapa itu yang buat seperti itu? Ya pemerintah. Jadi biang keladi yang bikin kisruh minyak goreng ini adalah pemerintah karena meninabobokan pabrik biodiesel,” tegas Faisal Basri dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (16/2/2022).

Faisal menerangkan, pemerintah seharusnya dapat melakukan segala cara untuk mengatasi lonjakan harga CPO, misalnya dengan dana stabilisasi minyak goreng. Namun pemerintah disayangkan tidak melakukan hal tersebut. Berbeda dengan industri biodiesel yang memperoleh subsidi yang berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS).

“Masa tidak rela Rp 20 triliun untuk stabilisasi harga minyak goreng, mengapa yang namanya perusahaan biodiesel dapat ratusan triliun dari tahun 2015 sampai 2021. Rp 7 triliun dana subsidi minyak habis tidak dilanjutkan. Pelit ke rakyat,” kata Faisal (Kompas.com).

Bagaimana dengan Islam.Bicara tentang minyak goreng?! Di dalam ekonomi Islam, Hatta menegaskan, seluruh transaksi spekulatif di dalam sistem keuangan atau moneter yang diterapkan sekarang, haram hukumnya.

“Orang-orang yang bertransaksi di sana mencari selisih harga beli dan harga jual di pasar bursa komoditas, tidak boleh. Karena itu adalah spekulatif, tidak boleh,” tegasnya.

Terlebih, berkaitan dengan kepemilikan harta kekayaan dalam konteks yang ia bahas juga termasuk lahan sawit, yang justru menurut data BPS, seluas 8,8 juta hektare merupakan perkebunan besar yang dimiliki perusahaan-perusahaan.“Tidak hanya mempertimbangkan untung dan rugi, profit or loss, untung rugi, tidak itu. Tetapi halal haram juga,” tukasnya.

Dengan demikian, seorang pengusaha semestinya mengikatkan bisnisnya dengan akidah dan keimanan. “Dari situ nanti insyaAllah pemerintah tidak akan kerepotan untuk mengatur masalah minyak goreng,” pungkasnya. (media ummat).

Allah Swt telah membuat seperangkat aturan yang sempurna di semua aspek kehidupan, termasuk ekonomi ini. Dalam ekonomi Islam, para produsen tidak boleh berlaku curang dalam perdagangan atau memonopolinya.

Sedangkan peran pemerintah sebagai pengatur kebijakan sekaligus pengontrol pelaksanan kebijakan, jika terjadi pelanggaran maka sanksi siap dijatuhkan kepada yang melanggar dengan tegas dan adil.

Sanksi dalam Islam bersifat jawabir dan jawazir, akan memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Orang yang beriman pasti menginginkan diterapkannya sistem Islam ini yang berasal dari Allah Swt, karena memang sistem Islam merupakan sistem terbaik. Wallahu A’lam.

Penulis: Ummu Abiyyu (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P

Komentar