Gegara Sangkola Satu Keluarga di Buton Jadi Tersangka

IPTU Busrol Kamal, Kasat Reskrim Polres Buton

TEGAS.CO,.  BUTON – Nasib apes dialami sekeluarga yang bermukim di lingkungan Lepeka, Desa Kombeli, Kecamatan Pasarwajo, Buton, Sulawei Tenggara (Sultra). Berawal dari masalah sepele, Wa Samundi (80) yang adu mulut di pasar Kombeli, hingga kedua anak dan menantunya jadi tersangka.

“Kami ini miris sekali sebagai masyarakat yang tidak paham hukum dan tidak pernah berurusan dengan hukum tapi pada akhirnya dijadikan sebagai tersangka kasus penganiayaan oleh Polres Buton tepatnya 10 November 2021 lalu, dibuktikan dengan adanya surat penangkapan yang ditandatangani oleh AKP Aslim S.H selaku Kasat Reskrim polres Buton saat itu,” kata Sanatia, selaku perwakilan keluarga Wa Samundi kepada awak media ini, Selasa (22/3/2022)

Sanatia mejelaskan, pasal yang disangkakan kepada kedua saudara dan iparnya tersebut terkait dugaan perkara Tindak Pidana (TP) Dimuka Umum yang secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap terhadap orang tua dan atau penganiayaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Ayat (2) ke-1 Subs Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana, berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP 8/91 I IX 2021/ SPKT RES BUTON / POLDA SULTRA, tanggal 16 September 2021.

“Kasus ini telah berjalan kurang lebih enam bulan sejak penetapan tersangka, dan saudara saya sempat ditahan selama dua minggu. Lalu kami pihak keluarga bersama pendamping hukum ajukan penangguhan penahanan ke Polres Buton dan sekarang masih melakukan wajib lapor,” jelasnya.

“Selama proses hukum berlangsung, berkas perkara keluarga kami telah dua kali di SP-19 oleh pihak kejaksaan Negeri (Kejari) Buton ke pihak penyidik,” sambungnya.

Kondisi Rumah Keluarga Pasca Didatangi Korban S.M alias K Kamis (16/9/21) lalu

Lebih lanjut wanita yang akrab disapa Mama Rehan itu mengatakan, kasus ini bermula dari adu mulut antara Wa Samundi dengan orang tua S.M alias K yang diduga korban penganiayaan oleh keluarganya di pasar Kombeli Kecamatan Pasarwajo. Kamis (16/9/21) lalu.

“Saat itu ibu saya yang berjualan Sangkola (Kasuami/olahan ubi kayu yang menjadi makanan tradisional untuk wilayah kepulauan Buton) hendak menitipkan jualan kepada ibu korban yang melaporkan kami sehingga menjadi tersangka,” ujarnya.

“Namun ibu korban menolak dengan agak kasar sampai menyiramkan sayur panas ke tubuh ibu kami dan ibu kami melempar batu dan jatuh di sayur yang dijual ibu korban setelah itu keributan pun terjadi yang akhirnya dilerai oleh warga sekitar,” sambungnya lagi

Saat malam hari, anak dari ibu yang berseteru dengan Wa Samundi sekitar pukul 22.15 WITA datang ke rumah anaknya yang bernama La Bahari yang menjadi salah satu  tersangka dalam kasus ini.

“Saat datang ia langsung menunjuk dan hendak mengklarifikasi kejadian yang terjadi di pasar namun adek saya Wa Dama yang suaminya juga ikut menjadi tersangka dalam laporan korban mencoba melerai S.M alias K akibatnya ia ditampar dan ditendang di pinggang kiri rusuknya,” ungkapnya.

Sanatia juga menyampaikan bahwa selain melakukan penganiayaan kepada saudaranya (Wa Dama), SM juga menendang meja kaca di ruang tamu, sehingga menyebabkan kaki iparnya atas nama La Jati yang juga tersangka dalam kasus penganiayaan mengalami luka robek akibat pecahan kaca.

Setelah kejadian itu SM yang mengaku korban langsung melarikan diri namun ada saksi dari tetangga di samping rumah yang juga keluarga melihat bahwa saat mencoba melarikan diri ia sempat terjatuh dua kali dan terkena motor yang parkir di depan rumah.

“Singkat cerita, setelah kejadian itu kami masih kaget dan langsung mengobati luka yang dialami oleh saudara saya,” katanya lagi

Surat Penetapan Tersangka

Saksi yang melihat SM melarikan diri bersama rekannya mengambil gambar sebagai bukti untuk melapor ke Poles Buton. Namun saat tiba di kantor polisi, mereka (Sanatia) melihat SM sedang membuat laporan juga.

“Sehingga kami saling lapor polisi,” ujarnya singkat.

“Yang menjadi keluhan kami hari ini dari pihak keluarga adalah mengapa proses hukum yang berlangsung cukup lama dan tidak jelas. Kami merasa ada diskriminasi hukum. Sedangkan laporan yang kami masukan justru di arahkan ke Tipiring sedangkan kami ini didatangi dan ada pernyataan Kepala Desa dan Babinsa yang bertandatangan bahwa kedatangan mereka itu tidak diketahui. Kami merasa sebagai korban dari keributan yang terjadi Kamis lalu namun hari ini kami malah menjadi tersangka,” kesalnya.

Menanggapi hal itu Kasat Reskrim Polres Buton IPTU Busrol Kamal, SH,. MH mengatakan bahwa kasus tersebut terjadi saat dirinya belum menjadi Kasat Reskrim di Polres Buton.

“Kasus ini terjadi di masa kepemimpinan sebelum saya menjabat sebagai Kasat Reskrim karena saya baru seminggu di sini,” ujarnya.

IPTU Busrol menegaskan, pihak kepolisian akan tetap memegang prinsip bahwa semua orang sama di mata hukum. Untuk penetapan tersangka, lanjut mantan Kapolsek Mawasangka tengah Polres Baubau itu, minimal harus melalui proses lidik – sidik dan gelar perkara . Dia juga memastikan, saat ini pihaknya telah mengantongi dua alat bukti sesuai dengan pasal 184 KUHAP

“Untuk selanjutnya kami akan menyerahkan ke pihak kejaksaan karena kami hanya melakukan proses penyidikan dan itu tentunya telah melalui proses pemeriksaan terhadap para saksi-saksi termasuk tersangka, Sehingga kesimpulannya, karena ini masih dalam proses dan menunggu penelitian berkas perkara oleh kejaksaan untuk dinyatakan lengkap p.21 baru kasus ini ke tahap dua,” ( penyerahan tersangka dan barang bukti )katanya.

Magister Ilmu Hukum itu membantah ada dugaan diskriminasi dalam kasus tersebut. Menurutnya, semua itu merupakan proses hukum yang berimbang dan perlu disikapi dengan bijak.

“Dan ini bukan pendapat, melainkan merujuk pada KUHAP dan tahapan Lidik – sidik yang dilakukan pihak kepolisian. Finalisasinya atau kepastian hukum nanti tetap di pengadilan karena kepolisian hanya berwenang melakukan penyidikan dan mengumpulkan alat bukti pemenuhan unsur pasal sangkaan, yang memutuskan bersalah atau tidak bersalah itu putusan Majelis Hakim,” lanjutnya

Ia berharap seharusnya semua pihak harus lebih mengedepankan musyawarah mufakat di masyarakat karena dalam proses hukum itu hanya akan merugikan diri sendiri, yang menang jadi arang dan yang kalah malah akan menjadi abu.

“Kita hanya akan habis di waktu, pikiran dan materi sebaiknya masyarakat harus lebih bijak dalam bertindak untuk tidak melanggar hukum,” ujarnya.

Laporan: JSR

Editor: YUSRIF

Komentar