Prahara Minyak Goreng : Rakyat Merana, Kapitalis Berjaya

Prahara Minyak Goreng : Rakyat Merana, Kapitalis Berjaya
Ummu Rasyid

Perbincangan seputar minyak goreng seperti tidak pernah ada habisnya. Berhubung minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pangan yang mesti tersedia di dapur, terlebih lagi banyak usaha gorengan yang mengantungkan jalannya usaha mereka dari ketersediaan minyak goreng tersebut.

Ketika harga melambung tinggi stoknya melimpah, sementara disaat harga murah, stoknya langka, hingga ibu-ibu berburu minyak goreng murah mengantri dengan barisan panjang sampai-sampai ada yang meninggal akibat kecapean mengantri.

Iklan Pemkot Baubau

Sebuah ironi di negeri penghasil sawit terbesar di dunia, rakyat merana demi mendapat minyak goreng sementara kaum kapitalis terlihat berjaya karena meraup keuntungan yang fantastis dengan memanfaatkan situasi ini.

Mirisnya lagi negara tidak berdaya menghadapi kartel dan kapitalis yang memainkan harga pasaran minyak goreng.

Mendag M Lutfi melontarkan pernyataan yang kontradiktif, dalam rapat kerja dengan DPR pada kamis (17/3), Beliau mengakui bahwa pemerintah tidak bisa mengontrol pasar akibat dari sifat manusia yang rakus dan jahat, tetapi menolak anggapan bahwa pemerintah menyerah terhadap pengusaha. Apapun dalih penguasa, bagi DPR pemerintah ibarat ‘macan ompong’ yang sudah jatuh wibawanya lantaran kartel dengan gampangnya mendikte harga pasar. Terlebih lagi pemerintah mencabut penetapan HET minyak goreng kemasan yang semula Rp.14.000/liter. Setelah HET dicabut, harga minyak goreng kemasan mencapai Rp.25.000/liter.

Sebelumnya, Mendag berencana mengumumkan nama mafia minyak goreng pada Senin (21/3/2022), namun nama-nama tersebut belum juga dirilis, sehingga rencana tinggallah rencana. Satgas pangan Polri belum mengetahui informasi terkait pengumuman tersangka dugaan mafia minyak goring. Publik terus mendesak dan menagih janji Menag agar segera merilis nama-nama tersebut, tapi nyatanya pemerintah belum juga merealisasikan janjinya sehingga publikpun meragukan keberanian pemerintah dalam perkara ini.

Dari fakta ini harusnya penguasa negeri ini menyadari bahwa penerapan kapitalisme akan selalu berimbas pada penderitaan rakyat dan kesenangan bagi para konglomerat, pengusaha dan koorporasi, sehingga jurang menganga begitu lebar antara nasib rakyat kecil dengan para kapitalis. Keserakahan dan kerasukan yang berpijak pada prinsip kebebasan ber kepemilikan menjadikan individu atau koorporasi bebas mengeruk sumber daya alam yang sejatinya milik umum dan menumpuk kekayaan di atas penderitaan rakyat kecil nan miskin. Prinsip inilah yang melahirkan liberalisasi pasar dan menjadi dasar ekonomi kapitalisme. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, itulah bukti ketimpangan ekonomi buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalis.

Berbeda halnya dengan Islam yang telah terbukti secara empiris dan historis menyejahterakan rakyatnya tidak ada ketimpangan ekonomi didalamnya karena berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Islam. Islam memiliki sejumlah konsep yang sangat berbeda dari kapitalisme.
Pertama, Islam mengklasifikasikan harta kepemilikan menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan individu, umum dan Negara. Dengan pembagian ini, pengelolaan harta milik umum dan negara akan tampak jelas, serta Negara dapat menetapkan kebijakan ekonomi yang tentunya mengutamakan kepentingan rakyat tanpa membedakan apakah dia muslim ataupun non muslim.

Kedua, Pengawasan dan sanksi yang tegas. Dalam sistem pemerintahan Islam, terdapat lembaga Hisbah yang berfungsi mengontrol dan mengawasi ketersediaan kebutuhan pokok di pasar serta menindak tegas para penimbun dan pedagang yang melakukan kecurangan.

Ketiga, Islam menjaga keberlangsungan mekanisme pasar yang sehat, distribusi yang merata, produksi yang melimpah, serta larangan praktik penimbunan, liberalisasi perdagangan, penipuan, monopoli dan praktek curang lainnya. Islam juga melarang pematokan harga. Harga yang ada adalah harga yang disepakati antara penjual dan pembeli.

Dengan penerapan Islam Kaffah, maka perekonomian akan dijalankan sesuai prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian maka tidak akan ada mafia atau kartel pangan yang merugikan masyarakat, karena rakyat akan melakukan berbagai aktivitasnya tidak terkecuali berekonomi sesuai dengan standarisasi akidah Islam.

Keempat, politik ekonomi Islam berbasis pengurusan urusan umat, memelihara kemaslahatan rakyat. Sehingga setiap pemimpin yang dibaiat oleh umat akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Dengan kesadaran ini maka penguasa Islam akan menjalankan amanah yang ada dipundaknya dengan sebaik-baiknya karena dalam Islam, penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya. Tugasnya adalah memenuhi kebutuhan rakyat dan itulah bentuk pelayanan yang dilakukan oleh penguasa.

Demikianlah, penerapan Islam secara kaffah akan melahirkan pemimpin bertakwa dan kepemimpinan itu adalah amanah. Setiap kepemimpinan akan mendapat balasan yang sesuai dengan apa yang telah dia lakukan tidak terkecuali dalam setiap kebijakan-kebijakan yang dia keluarkan. Dari Iyadh bin Himar ra. Berkata “saya mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘penghuni surga terdiri dari tiga kelompok, yaitu penguasa yang adil dan disenangi, orang yang mempunyai sifat kasih sayang dan lunak hati kepada sanak keluarga dan setiap muslim, serta orang miskin yang menjaga kehormatan dirinya sedangkan ia mempunyai keluarga.”(HR.Muslim).

Sudah saatnya kaum muslim meninggalkan system demokrasi kapitalis yang telah terbukti menyengsarakan rakyat dan mengambil Islam Kaffah sebagai solusi atas permasalahan yang menimpa mereka, dengan demikian prahara minyak goreng, impor kedelai, dan lain sebaginya tidak ada lagi.
Wallahu a’lam bi ashshawab.

Oleh: Ummu Rasyid

Publisher: Tegas.co

 

Komentar