TEGAS.CO,. KONAWE KEPULAUAN – Pelemik Kasus stunting menjadi persoalan nasional yang terus digenjot target penurunannya disemua provinsi termasuk Sulwesi Tenggara (Sultra).
Stunting merupakan kekurangan gizi kronis dalam waktu lama sehingga mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan anak.
Peningkatan stunting juga merembet ke daerah, terkhusus di Konawe Kepulauan (Konkep). Dimana anak dengan gejala stunting pada 2020 sebanyak 89 kasus, namun akibat kurangnya perhatian pada pola cegahnya, meningkat hingga mencapai 239 kasus.
Hal tersebut diduga akibat pola asuh, makan, hingga minimnya pengetahuan masyarakat terhadap persoalan stunting tersebut.
Pemerintah kabupaten (Pemkab) Konkep dibawah kepemimpinan H. Amrullah dan Andi Muhammad Lutfi terus berupaya agar penurunan angka stunting bisa mencapai 14%.
Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Konkep, H. Sastro melalui Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Bisman menyampaikan bahwa sasaran penurunan angka stunting adalah ibu hamil, menyusui, dan calon pengantin serta remaja putri.
“Akan tetapi di Konkep, tidak termasuk kategori itu. Yang masuk kategori stunting dan sasaran utamanya adalah anak nol bulan sampai 24 bulan,” katanya.
Pihaknya telah melakukan pemaparan saat melakukan rapat koordinasi lintas sektor bersama Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS) di wilayah Konkep, dimana pengukuran per Januari 2022 adalah 239 kasus.
“Peningkatannya sampai 200 persen, sehingga harapan kami lintas sektor terlibat dalam upaya penurunan stunting di Konkep,” ucapnya.
Bisman mengkhawatirkan dengan peningkatan kasus stunting di Konkep, akan berdampak kejadian luar biasa apalagi bila pemicu lain seperti penyakit bawaan.
Meski demikian, kata dia, Dinkes Konkep tetap meningkatkan kapasitas petugas gizi lintas program berupa penguatan penanganan kasus stunting secara cepat dan tepat.
“Bagaimana melakukan percepatan ketika ada kasus maupun belum ada kasus. Mereka harus tetap aktif dan terpadu dalam turun lapangan memberi informasi penanganan stunting,” jelasnya.
“Dinkes melakukan intervensi langsung ketika mendapatkan kasus, artinya ketika desa tidak mampu tangani stunting maka puskesmas atau dinkes yang akan terjun ke lapangan untuk menanganinya,” sambungnya.
Sejauh ini, lanjut Bisman, Dinkes Konkep terus berupaya maksimal untuk menurunkan angka stunting, terbukti di 2019 pihaknya melakukan pembiayaan seperti pembelanjaan susu.
“Selain itu ada juga bantuan khusus dari kementrian kesehatan yang didistribusikan melalui pskesmas,” lanjut Bisman.
Saat rapat di Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappeda), bersama dinas terkait ditegaskan soal pelibatan jajaran kades dan lurah dalam penanganan stunting dengan biayanya tertuang dalam APBDes.
“Pihak desa juga tidak bisa melakukan pembiayaan bila tidak ada dalam APBDes, atau RKPDS. Setiap rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) ada peningkatan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat,” sebutnya.
Untuk 2022, Dinkes telah bekerjasama lintas sektoral dalam rangka penetapan Lokasi Khusus (Lokus) yang terdiri dari 23 desa.
“Yang menentukan lokus, Kementrian di pusat, mereka mengevaluasi data yang kami kirim melalui aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), sehingga kami dipantau pusat untuk 23 desa tersebut,” bebernya.
Kepala Puskesmas Langara, Irpan, menyatakan pencegahan stunting mulai dari remaja putri. Dengan dilakukan intervensi agar diberikan tablet penambah darah agar tidak anemia. Begitu pula para ibu hamil dan ibu menyusui.
Wilayah penanganan stunting di Langara mencakup Kecamatan Wawonii Barat, dan di wilayah itu petugas puskesmas sudah memberi data ke semua kades berikut informasi bahwa mensyarakatnya yang terdampak stunting dapat memberi intervensi khusus.
“Jadi kami dari pskesmas sudah bergerak tangani stunting, kami memberi juga edkasi soal pentingnya pemberian asupan gizi,” ungkapnya.
Ia berharap para kades meningkatkan perhatian dalam penagnan stunting ini, sehingga jalan program kolabolasi efektif dalam penangan stunting yang jadi salah satu persoalan sosial di wilayah Konkep.
Kepala Desa (Kades) Kawa-kawali, Ganifo, menyatakan keseriusannya dalam penanganannya angka anak gizi buruk ini. Apalagi, desanya masuk dalam data tertinggi angka stunting di Konawe Kepulauan, yakni 12 kasus dari jumlah 247 jiwa di desa itu.
“Kami sangat respon upaya penanganan stunting ini, kendala yang ada masih persoalan anggaran,” ucapnya.
Di tempat yang berbeda, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Konkep, Dr. Ulam Frisland mengatakan bahwa masa Pandemi Covid-19 beberapa daerah mengalami peningkatan stunting, tidak terkecuali di Konkep.
Hal ini terjadi karena pembatasan layanan terutama kegiatan posyandu dan ketakutan masyarakat melakukan kontrol kondisi kehamilan dan kontrol kesehatan anak.
Menurutnya, stunting merupakan masalah kesehatan yang harusnya bukan sekedar dititik beratkan pada puskesmas sebagai provider layanan kesehatan.
“Perlu kerjasama semua pihak, melakukan pendataan secara akurat memberi edukasi dan memotivasi warga untuk aktif memeriksa kesehatan dan kehamilan di pusat-pusat layanan kesehatan,” kata dia.
Penanganan kesehatan termasuk menekan angka stunting merupakan visi misi jitu Bupati dan Wakil Bupati Konkep, sebagai upaya efektif menignkatkan angka kelangsungan hidup masyarakat dengan standar kelayakan kesehatan yang memadai dan terprogram secara kontinyu.
Laporan: Arkam Asrulgazali
Editor: Yusrif Aryansyah
Komentar