Presepsi Salah Melahirkan Solusi yang Salah

Trisrahmawati

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD kembali menegaskan bahwa mendirikan negara seperti sistem yang dibangun Nabi Muhammad itu haram dan dilarang.

Mahfud MD menjelaskan panjang lebar alasan, kenapa mendirikan negara seperti sistem nabi itu disebutnya haram dan dilarang.

Dalam akun Facebook miliknya, Mahfud MD menjelaskan empat poin alasan.

Mengawali penjelasannya, Mahfud MD membenarkan, bahwa dirinya mengatakan mendirikan negara seperti “sistem” yang dibangun oleh Nabi Muhammad itu haram dan dilarang.

Saya berbicara tentang “sistem” dengan konstruksi hukum atau fiqh konstitusi begini,” tulis Mahfud MD mengawali penjelasannya.

Pertama, kata Mahfud, mendirikan negara menurut Islam itu wajib, sunnatullah, bahkan fithrah. Buktinya, Nabi mendirikan negara sebagai salah satu “syarat untuk beribadah dengan baik”.

Maa laa yatimmul waajib illa bihi fahuwa waajib”. “Jika untuk beribadah tidak bisa dilakukan dengan baik kalau kita tak punya negara maka mendirikan negara itu wajib”.

“Itu sebabnya para ulama dan umat Islam berjuang keras untuk membangun negara merdeka seperti Indonesia,” ujar Mahfud.

Kedua, tapi mendirikan “sistem” bernegara seperti yang didirikan Nabi Muhammad itu dilarang (haram) bahkan bisa murtad. Sebab negara yang didirikan Nabi itu kepala negaranya (eksekutif) adalah Nabi, Pembentuk aturan hukumnya (Legislatif) adalah Allah dan Nabi, dan yang menghakimi atas kasus konkret (yudikatif) adalah Nabi sendiri. (www.suara.com, 08/04/2022)

Beliau juga memahami dan menyatakan khilafah itu haram karena wahyu sudah tidak turun lagi kepada kita dan banyak hal-hal baru yang tidak bisa dicari solusinya dari Wahyu karena Wahyu sudah tidak turun lagi. (www.cnnindonesia.com, 04/04/2022)

Alasan yang diberikan oleh pak Mahfud MD setelah mengatakan haramnya Khilafah adalah alasan yang tidak dapat diterima akal sehat, pasalnya kata haram memiliki arti bahwa suatu amalan yang jika dilaksanakan akan mendapat dosa dan jika ditinggalkan mendapatkan pahala.

Mengharamkan Khilafah sama saja dengan mengharamkan Al-Qur’an, sama halnya mengatakan para sahabat itu melakukan keharaman, dan isi kandungan Al-Qur’an tidak mungkin bisa diterapkan tanpa negara, dalam hal ini yang dimaksud adalah negara Islam atau Khilafah bukan negara yang kita saksikan saat ini, negara Demokrasi-Sekuluer yang menerapkan aturan buatan manusia.

Kemudian, dalam hal menerapkan Islam di segala aspek kehidupan bukan berarti hendak mengganti Nabi Saw dalam perihal mendapatkan Wahyu, akan tetapi menggantikan atau bisa diartikan meneruskan perjuangan Nabi Saw dalam  menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah atau menyeluruh dalam urusan manusia baik dalam perkara ibadah maupun urusan dunia termasuk perluasan Wilayah Islam.

Oleh karena itu pernyataan Mahfud MD yang mengatakan haram mendirikan negara seperti nabi merupakan pernyataan yang sekularistik artinya ada upaya untuk memisahkan antara urusan dunia dan agama.

Apa yang dilakukannya itu merupakan manifestasi dari pernyataan sekularistik dan pragmatis, seolah-olah ada ungkapan dan upaya untuk memisahkan antara urusan kehidupan kenegaraan, kehidupan sosial dengan kehidupan agama.

Sementara Islam sebagaimana yang dibawa oleh Baginda Rasulullah adalah agama yang terwujud dalam semua aspek kehidupan termasuk kehidupan kenegaraan, kehidupan politik dan ekonomi.

Sistem atau pola kenegaraan yang dicontohkan oleh Baginda SAW adalah sistem kenegaraan yang merupakan ajaran Islam, tidak bisa ditawar-tawar. Walaupun Indonesia diklaim sebagai negara yang masyarakatnya majemuk tidak bisa menjadi alasan untuk meminggirkan aturan yang bersumber dari Allah SWT atau mewari sistem politik islam.

Sistem kenegaraan yang dicontohkan oleh nabi adalah bagian dari ajaran Islam yang harus diterapkan sampai akhir zaman, Di kalangan umat Islam sangat meyakini bahwa sistem kenegaraan yang dicontohkan oleh nabi adalah sistem kenegaraan yang senantiasa berlaku hingga akhir zaman.

Adapun mengapa Khilafah sekarang belum tegak itu bukan karna khilafah tidak boleh di terapkan, bukan karena haram sebagaimana yang dikatakan Mahfud MD.

memang benar setelah Nabi SAW meninggal dunia, wahyu tidak diturunkan lagi, tetapi tidak berarti kita kehilangan bimbingan wahyu, karena wahyu kini sudah terbukukan dalam Al-Qur`an dan as-sunnah.

Hal itu berdasarkan hadis dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya ke-Rasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada rasul dan nabi lagi setelah aku.” (HR Tirmidzi, no. 2272).

Namun apakah setelah Nabi SAW meninggal, wahyu yang telah turun kepada Nabi SAW lalu lenyap tidak berbekas, sehingga umat Islam kehilangan bimbingan wahyu? Jelas tidak. Hal itu karena wahyu sudah terbukukan atau terkodifikasi dalam bentuk Al-Qur`an dan as sunnah,” imbuhnya.

Rasulullah SAW sudah berpesan kepada umat Islam terkait apa yang menjadi pedoman umat setelah beliau wafat. Dalam hadis riwayat Al Hakim dan Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda, ”Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kamu, wahai manusia, apa-apa yang jika kamu berpegang teguh dengannya, kamu tak akan pernah tersesat selama-lamanya; yaitu Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.”

“Maka dengan demikian, gugurlah argumen Mahfud MD yang mengharamkan khilafah dengan argumen setelah Nabi SAW wafat wahyu tidak turun lagi,”.

Kedua, ia menyatakan memang benar banyak hal-hal baru (kontemporer) yang terjadi setelah Nabi SAW meninggal dunia, sementara wahyu tidak diturunkan

lagi, tetapi tak berarti kita tidak bisa memberikan solusi untuk menjawab hal-hal baru itu berdasarkan wahyu Allah.

Mengapa demikian? Karena walau wahyu tidak turun lagi melalui Malaikat Jibril as yang turun dari langit, tetapi dengan ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid, dengan merujuk kepada wahyu yang terbukukan, yaitu Al-Qur`an dan as sunnah, hal-hal baru itu dapat dijawab melalui ijtihad para mujtahid tersebut,” jelasnya.

Rasulullah SAW sendirilah yang mensyariatkan ijtihad untuk menjawab hal-hal baru.

“Rasulullah SAW kepada Mu’adz bin Jabal ra yang diutus oleh Rasulullah SAW ke Yaman : “Bagaimana kamu memutuskan jika datang kepadamu suatu perkara peradilan?”, Mu’adz menjawab; ”dengan Kitabullah.” Nabi SAW bertanya, “Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan di dalam kitabullah?, Mu’adz menjawab, ”Dengan sunnah Rasulullah.” Nabi SAW bertanya,”Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan di dalam sunnah Rasulullah ?” Muadz menjawab, ”Aku akan berijtihad dengan pendapatku…” (HR Abu Dawud, no. 3172),” jelasnya.

Ketiga, ia menegaskan pendapat bahwa khilafah itu haram hukumnya, justru bertentangan dengan perintah Rasulullah SAW untuk mengikuti bentuk pemerintahan yang dicontohkan Rasulullah SAW dan para Khulafaur Rasyidin, yaitu khilafah.

Meneladani Nabi Saw hukumnya adalah wajib karena Allah SWT berfirman dengan sangat jelas “dan sungguh pada diri Rasulullah ada uswah khasanah (teladan yang baik)” ini memberikan makna perintah untuk mengikuti, dan perintah untuk mengikuti ini adalah sesuatu yang pasti, berarti orang yang tidak menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan terbaik berarti dia tidak mengharapkan Allah dan Rasulnya di hari akhir, sedangkan orang yang tidak mengharapkan Allah adalah orang kafir karena tidak percaya ke pada Allah. Maka perintah untuk menjadikan Nabi sebagai teladan terbaik itu adalah suatu hal yang wajib termasuk dalam perkara meneladani negara yang dibangun oleh Nabi kota Madinah.

Jadi dalam perkara aqidah, perkara ibadah, bermuamalah termasuk dalam hal tata kelola negara kita wajib menjadikan Rasulullah Saw sebagai Uswatun khasanah alias teladan terbaik.

Khilafah adalah kewajiban syar’i, Karna tanpa khilafah maka ada banyak syariat Islam yang terbengkalai alias tidak bisa diterapkan, contohnya seperti hukum penggal bagi orang yang murtad, hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina dan masih banyak lagi.

Bahkan para sahabat kala itu ketika Rasulullah Saw wafat lebih mendahulukan pengangkatan Khalifah pertama untuk meneruskan tampuk kepemimpinan Rasulullah Saw di kota Madinah, Bahkan mereka sepakat menunda pengurusan dan pemakaman jenazah suci Rasulullah Saw, Sampai mereka berhasil membai’at Abubakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah pertama.

Maka kita dapat memahami bahwa terdapat ijma’ (kesepakatan para sahabat) tentang keharusan lebih menyibukkan diri untuk mengangkat seorang Khalifah dibandingkan menguburkan jenazah, hal ini tidak mungkin terjadi, melainkan telah dipahami bahwa mengangkat seorang Khalifah lebih wajib dibandingkan menguburkan jenazah.

Dengan demikian, yang perlu dipahami bersama wabilkhusus pak Mahfud MD yang melontarkan statement bahwa khilafah itu haram adalah jika suatu kewajiban tidak bisa terlaksana tanpa sesuatu hal yang lain maka sesuatu hal yang lain itu menjadi wajib. Seperti itulah keberadaan Khilafah dalam Islam, Di mana kewajiban menjalankan syariat Islam tidak bisa terlaksana dengan sempurna tanpa Khilafah, maka khilafah itu menjadi wajib untuk diterapkan.

Siapapun yang bernarasi tentang Khilafah dengan narasi yang tidak benar apalagi mengatakan bahwa Khilafah itu haram, maka dia wajib bertaubat kepada Allah SWT atas ucapannya.

Nabi Saw bersabda yang artinya :

“Sesungguhnya imam atau (Khalifah) itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR.Muslim)

Wallahu a’lam bi’ash-shawaab.

Penulis: Trisrahmawati

Publisher: Yusrif Aryansyah

Komentar