Penghinaan Terhadap Nabi Terus Berulang, Butuh Solusi Hakiki

Hamsia (Pegiat Literasi)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Fenomena penistaan kepada ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW terus terjadi. Terbaru, negeri Bollywood (India) kembali mempertontonkan penistaannya.

Dalam sebuah debat di media India, ada penghinaan terhadap Islam yang dilakukan oleh Nupur Sharma yang hadir sebagai juru bicara pada debat tersebut. Hinaan yang ia lakukan terkait isra mikraj, pernikahan Nabi Muhammad SAW, dengan Aisyah ra dan kutipan ayat Al Qur’an. Panelis yang ikut debat telah meminta Sharma untuk diam namun tidak di gubris.

Penista agama bukan hanya Sharma. Hal sama juga dilakukan Juru bicara BJP (Partai Bharatiya Janata) lain, Naveen Jindal. Ia berkomentar menghina Islam di media sosial twitter.

BJP sendiri adalah partai yang menaungi Perdana Menteri India, Narenda Modi. Dari hasutan, pelecehan, pembunuhan, penghancuran masjid, memerangi jilbab serta khimar yang menjadikan muslimah India mendapat tindakan rasisme dan diskriminasi telah terjadi sebelumnya.

Akibat penistaan ini, kecaman keras dan seruan untuk boikot negara India pun dilakukan berjamaah beberapa negeri muslim. Sebut saja Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Malaysia, Pakistan, Iran, dan Afghanistan.

Indonesia juga tidak ketinggalan untuk sekedar mengecam dan memanggil dubes India. Untuk memboikot agaknya tidak mungkin, sebab India adalah salah satu negara impor untuk Indonesia.

Umat muslim India turun ke jalan memprotes penghinaan tersebut dan menuntut agar keduanya ditangkap. Protes tersebut berujung bentrok dan menewaskan dua pemuda serta puluhan orang terluka. Sampai saat ini, umat muslim India masih geram karena agama dan Nabi mereka dijelekkan (Republika, 12/6/2022).

Kini Sharma telah diskors. Sementara Naveen Kumar Jindal, dikeluarkan dari partai. Menanggapi kericuhan yang ditimbulkan keduanya, Kementerian Luar Negeri India mengatakan tweet dan komentar ofensif dari para juru bicara BJP sama sekali tidak mencerminkan pandangan pemerintah.

Sayangnya, setelah kejadian protes tersebut alih-alih meminta maaf, justru penangkapan terhadap keluarga aktivis yakni Fathimah Afreen. Bahkan beberapa rumah muslim diratakan dengan tanah memakai buldoser. Dengan tuduhan mengorganisir protes terhadap penghinaan tersebut. Padahal mereka telah puluhan tahun ikut membayar pajak.

Akar Masalah

Ironis, dengan berbagai tindakan protes dan boikot yang dilakukan oleh kaum muslim, tetap tidak menghasilkan perubahan yang berarti dan penghinaan terhadap Rasulullah SAW dan Islam terus berulang.

Kasus penghinaan Nabi Muhammad suri tauladan kita memang bukan hal baru, kapitalisme sekuler telah menumbuh suburkan kondisi tersebut. Islamofobia diagungkan, menjauhkan umat Islam dari agamanya, hingga takut dengan ajaran agamanya sendiri.

Liberalisme secara nyata menanamkan kebebasan atas nama HAM. Bahkan berani menghina Rasulullah SAW, ajaran-ajarannya, dan pengemban agamanya. Tanpa melihat kebenaran, hanya berpegang pada kebencian semata.

Permusuhan terhadap Islam yang tampak di India telah nyata dan gamblang. Jatuhnya puluhan korban yang terluka hingga meninggalnya dua pemuda pada kasus di India, semakin menegaskan murahnya nyawa umat Islam hari ini. Umat Islam selalu menjadi korban.

Sungguh miris, Meskipun dikatakan sebagai negeri mayoritas muslim, namun kasus penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW dan simbol Islam terus terjadi. Sungguh ini adalah sebuah ironi yang amat memilukan. Sudah tak terhitung berapa kali kasus penistaan agama Islam keluar dari mulut para penista.

Perbuatan yang rendah ini akan terus berulang dengan bentuk baru dan pemain baru selama kebebasan berpendapat masih dilegalkan. Karena liberal sangat mudah melakukan penghinaan, pelecehan, bahkan kriminalisasi terhadap Islam dan para penganutnya serta ajarannya. Seakan Islam terus menjadi bulan-bulanan untuk dijadikan bahan ejekan. Padahal pada sistem ini menjunjung tinggi perbedaan, namun faktanya menyudutkan golongan tertentu.

Inilah konsekuensi dari penerapan sistem liberalisme yang berasal dari Barat. UU penodaan agama tidak bisa mencegah berulangnya kasus. Sebab penista agama dalam aturan-aturan terkait tidak diberikan sanksi tegas oleh pemerintah, hanya lima tahun penjara yang tentu saja tidak memberikan efek jera. Selain itu norma yang mengatur penistaan agama juga masih terlalu longgar.

Islam Solusi Hakiki

Berbeda dengan manakala Islam diterapkan secara kaffah dalam Khilafah Islamiyah. Sebab salah satu tujuan-tujuan syariat adalah hifdzhu ad-din (menjaga agama) karena itu, Khalifah sebagai pemimpin umat Islam yang bertanggung jawab atas terealisasinya tujuan ini akan menindak tegas para penista agama demi menjaga kemuliaan din Allah. Pantang berkompromi atau bersikap lemah di hadapan penista.

Ditambah lagi umat Islam tak punya perisai untuk dan penjaga. Ajaran agamanya kerap dikriminalisasi, umatnya dilecehkan, bahkan Nabinya di hina. Umat membutuhkan sebuah pemimpin yang dimana mampu melindungi kemuliaan agama Islam yaitu khilafahlah yang akan melindungi umat dan menggetarkan pihak-pihak yang memusuhi Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).

Khilafah tidak akan bersikap lemah lembut kepada penghina Rasulullah, Islam, maupun umatnya. Diantaranya:

Pertama, hukuman menghina Nabi secara tidak sengaja atau langsung yakni hanya lelucon atau meremehkan maka tetap hukumannya dalah dihukum mati. Berbeda halnya bagi mereka yang dipaksa melakukan penghinaan sedangkan hatinya tetap beriman, maka mereka lepas dari hukuman.

Kedua, hukuman bagi menghina Nabi dengan ungkapan yang sama dan multitafsir. Para ulama berbeda pendapat menegakkan hukuman mati atasnya, atau membiarkannya hidup. Dalam hal ini perlu pembuktian di pengadilan.

Ketiga, jika pelaku kafir harbi bukan hanya terkena hukum bagi penghina Nabi namun lebih daripada itu harus ditegakkan hukum perang. Karena hubungan dengan mereka adalah perang (Jihad). Negara Islam harus mengumumkan perang kepada kafir harbi penghina Rasulullah SAW.

keempat, jika pelakunya kafir dzimmi maka ditegakkan hukum mati karena atas mereka sudah tidak ada lagi perlindungan. Jadi, mereka dibunuh karena kekafiran mereka. apalagi status perlindungan tidak menghalangi ditegakkannya hadd atas mereka;

Kelima, jika pelakunya muslim maka mereka juga dijatuhi hukuman mati. Namun, para ulama berbeda pendapat apakah karena pelanggaran hadd atau karena kekufuran atau murtad. Jika termasuk pelanggaran hudu Allah maka pertaubatannya tidak diterima (pendapat Malikiyyah). Namun, jika dihukumi murtad (riddah) maka dihukum mati sebagai murtad dan pertaubatannya diterima (pendapat Syafiyyah).

Keenam, orang yang sengaja menghina, mencaci, dan yang menganggap Nabi ada kekurangan adalah hukuman mati yakni wajib dibunuh. Perkara ini sudah termasuk ijmak, tidak ada perbedaan dikalangan ulama.

Inilah beberapa sanksi jika negara menerapkan sitem Islam. Berbeda Jika sebuah negeri masih berlandaskan idiologi sekuler liberal hanya menempatkan agama sebagai pelengkap bukan sebagai pijakan maka akan tumbuh penista agama selanjutnya.

Dengan demikian, satu-satunya sistem yang mampu melindungi umat dan ajaran Islam dari penistaan agama hanyalah sistem Islam. Kehidupan antar sesama pemeluk agama dapat berjalan harmonis, saling menghormati, dan menghargai ajaran masing-masing. Tidak ditemukan penguasa yang lemah menghadapi penista agama. Jelas hanya sistem Islam yang mampu menutup mulut para penista. Wallahu a’lam bis shawwab

Penulis: Hamsia (Pegiat Literasi)

Publisher: Yusrif Aryansyah

Komentar