TEGAS.CO,. SULAWESI TENGGARA – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., mengikuti Pembahasan Pengendalian Inflasi dengan Seluruh Kepala Daerah secara Hybrid, di Aula Merah Putih Rumah Jabatan Gubernur Sultra, Senin (12/9/2022)
Turut hadir pada pertemuan Pj. Sekretaris Daerah Sultra, Asrun Lio; Asisten II (Perekonomian dan Pembangunan) Sekretaris Daerah Sultra, Suharno; Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sultra, Doni Septadijaya; para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan para Pimpinan Instansi Vertikal (Kementerian/Lembaga) lingkup Wilayah Sulawesi Tenggara.
Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sultra; antara lain Kepala Kepolisian Daerah Sultra Irjen. Pol. Teguh Pristiwanto; Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra Raimel Jesaja; Komandan Korem 143/Halu Oleo Brigjen TNI. Yufti Senjaya.
Rapat juga dihadiri Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, mengungkapkan apabila pemerintah tidak mengambil kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), maka total subsidi yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp700 triliun sampai akhir tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak akan sanggup membiayai angka sebesar itu.
Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan arahan dalam kegiatan pembahasan pengendalian inflasi dengan seluruh kepala daerah secara hybrid di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Awalnya, dalam pengarahan tersebut, Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan situasi semua negara dalam situasi yang tidak mudah. Karena setelah pandemi Covid-19 yang belum pulih benar, tiba-tiba diikuti dengan adanya perang yang menyebabkan krisis energi, krisis pangan dan krisis keuangan atau krisis finansial.
“Sama juga di negara kita, urusan yang berkaitan dengan Bahan Bakar Minyak, ini persis sama yang dialami oleh negara-negara lain,” kata Presiden Joko Widodo.
Bahkan, lanjutnya, di beberapa negara harga Bahan Bakar Minyak sudah berada di antara Rp17.000, ada yang Rp30.000 per liter, bahkan gas di Eropa sekarang ini sudah naik enam kali, dan ada yang naik tujuh kali.
Dengan kondisi seperti itu, Presiden Joko Widodo mengungkapkan pemerintah sudah tidak bisa lagi menahan subsidi Bahan Bakar Minyak, karena kalau langkah itu dilakukan maka anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak akan semakin membengkak.
“Sehingga apa yang sudah kita tahan-tahan saat itu, subsidi Bahan Bakar Minyak kita, agar tidak membengkak lagi, ternyata tidak bisa kita lakukan. Karena memang subsidi Bahan Bakar Minyak yang sebelumnya Rp152 triliun itu sudah melompat 3 kali lebih menjadi Rp502,4 triliun,” ujar Presiden Joko Widodo.
Jumlah subsidi Bahan Bakar Minyak sebesar Rp502,4 triliun ini, menurut Presiden Joko Widodo, setelah dilihat secara mendetail, kuota subsidinya hanya cukup untuk 23 juta kiloliter Pertalite dan 15,1 juta kiloliter Solar. Setelah kalkulasi lagi, anggaran subsidi tersebut hanya bisa mencukupi kebutuhan sampai pada awal Oktober 2022.
Kalau dipaksakan sampai akhir tahun atau Desember 2022, maka pemerintah mengestimasikan kebutuhan Bahan Bakar Minyak yang disubsidi menjadi 29,1 juta kiloliter untuk Pertalite dan 17,4 kiloliter untuk Solar.
“Sehingga akan muncul lagi tambahan kebutuhan subsidi sekitar Rp195 triliun. Artinya total kalau kita lakukan itu (subsidi) bisa sampai Rp700 triliun. Uangnya dari mana? Enggak mampu Anggaran Pendapatan Belanja Negara kita,” tutur Presiden Joko Widodo.
Oleh sebab itu, lanjut Presiden Joko Widodo, Pemerintah Indonesia harus melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak pada tanggal 3 September 2022. Untuk itu, Presiden Joko Widodo meminta pemerintah provinsi, kabupaten dan kota bersama-sama dengan Pemerintah Pusat membantu yang terdampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak.
“Untuk membantu adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak ini, saya minta provinsi, kabupaten dan kota itu juga ikut secara detail bersama-sama pemerintah pusat membantu yang terdampak karena kenaikan penyesuaian harga dari Bahan Bakar Minyak ini,” imbau Presiden Joko Widodo.
“Saya melihat dampak terhadap inflasi diperkirakan nanti akan tambah 1,8% dan ini yang kita tidak mau,” ungkap Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo menyebut menkeu dan mendagri sudah mengeluarkan surat edaran untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah agar dapat menahan laju inflasi.
“Di situ disampaikan bahwa dua persen dari Dana Transfer Umum artinya Dana Alokasi Umum (DAU) kemudian Dana Bagi Hasil (DBH), ini dua persen bisa digunakan untuk subsidi untuk menyelesaikan akibat penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak,” tambah Presiden Joko Widodo.
Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022.
Pemerintah Daerah mesti menyalurkan dua persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk bantuan sosial. Adapun bantuan sosial tersebut diarahkan kepada ojek, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dan nelayan untuk penciptaan lapangan kerja serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Presiden Presiden Joko Widodo juga menyebut dana dua persen DTU dapat digunakan untuk belanja tidak terduga.
“Misalnya terjadi kenaikan harga telur, kenaikan harga bawang merah, dan kenaikan harga bawang putih. Belanja tidak terduga ini bisa digunakan untuk membantu biaya transportasi, artinya misalnya harga bawang merah naik, bawang merah banyak berasal dari Brebes, misalnya ini provinsinya Lampung, maka Brebes-Lampung berapa biaya transportasinya ditutup biaya oleh Pemerintah Daerah,” ujar Presiden
Artinya, kata Presiden Joko Widodo, harga yang terjadi harga petani di Brebes kemudian sama dengan harga yang ada di pasar.
“Kalau itu semua daerah melakukan. kita bisa menahan inflasi agar tidak naik,” ungkap Presiden
Hal tersebut, lanjut dia, dapat dilakukan untuk komoditas lain yang mengalami kenaikan harga, misalnya telur.
“Pememerintah Daerah bisa membeli kepada produsen langsung peternak ayam petelur, misalnya pusatnya di Blitar atau di Purwodadi atau di Bogor, bisa membeli langsung dari peternak kemudian dikirim ke pasar sehingga harga yang terjual di pasar adalah harga dari peternak karena biaya transportasinya ditanggung Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, dan Pemerintah Kabupaten. Belanja tidak terduga itu dialihkan ke bantuan sosial kepada yang terdampak karena adanya penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak,” kata Presiden Joko Widodo, mengakhiri sambutannya.
REDAKSI
Komentar